MK Tolak Gugatan UU Polri soal Kewenangan Polri Geledah HP Warga

MK dorong warga lapor bila anggota Polri salahi prosedur

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan judicial review Undang-Undang Kepolisian (UU Kepolisian) yang diajukan dua mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI), Leonardo Siahaan dan Franciscus Arian Sinaga.

Materi yang diuji yakni Pasal 16 ayat (1) di dalam UU Kepolisian soal kewenangan personel Polri dalam melakukan penggeledahan ke warga.

Gugatan Leonardo dan Franciscus bermula ketika melihat program di televisi saat personel Polri menggeledah seorang pria, dan ternyata ikut membuka isi ponsel milik pria tersebut. Pria tersebut memprotes sikap personel Polri lantaran dianggap melanggar privasi. 

Menurut hakim MK, permohonan itu tidak beralasan sesuai ketentuan hukum. MK berpendapat penggeledahan sewenang-wenang bukan persoalan konstitusionalitas norma, melainkan persoalan implementasi dari norma tersebut.

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," demikian isi putusan MK yang dikutip dari salinan putusan MK, Selasa (1/2/2022). 

Bahkan, menurut MK, kewenangan aparat kepolisian menyuruh seseorang yang dicurigai berhenti, ditanya dan identitas dirinya diperiksa sesuai Pasal 16 ayat (1) huruf d UU Nomor 2 Tahun 2002, merupakan norma yang isinya sama dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 3 UU Nomor 8 Tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Isinya mengatur kewenangan penyelidik untuk melaksanakan tugas dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. 

"Keberadaan aparat kepolisian di jalan pada malam hari diharapkan akan meningkatkan ketertiban dan keamanan wilayah. Selain itu, bisa memberikan perlindungan kepada masyarakat dari orang-orang yang berniat jahat atau orang yang mengganggu ketertiban umum," demikian salah satu pertimbangan hakim MK. 

Namun, ada lagi poin lain yang dijadikan pertimbangan hakim konstitusi dan menjadi pesan bagi media. Apa itu?

1. Media dan personel kepolisian harus memperlakukan subjek yang diperiksa dengan asas praduga tak bersalah

MK Tolak Gugatan UU Polri soal Kewenangan Polri Geledah HP WargaPersonel polisi yang ngotot menggeledah isi ponsel ketika melakukan razia di malam hari (Dokumentasi Twitter)

Pertimbangan penting lainnya dari MK yaitu meminta kepada media dan personel kepolisian untuk memperlakukan subjek yang digeledah, dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah.

Di dalam KUHAP tertulis, setiap orang yang ditangkap, disangka, dituntut, ditahan, atau dihadapkan di persidangan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan yang menyatakan kesalahannya. Selain itu, sudah berkekuatan hukum tetap. 

"Dalam penerapan asas praduga tak bersalah, seseorang harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki hakikat martabat. Dia subjek, bukan objek. Perbuatan tindak pidana itulah yang menjadi objek," demikian isi putusan MK. 

"Oleh karena itu seseorang harus dianggap tidak bersalah, sesuai dengan asas praduga tidak bersalah, sampai diperoleh putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya," sambung hakim MK. 

Menurut hakim MK, asas praduga tak bersalah menjadi penting karena belum tentu orang yang diberhentikan oleh petugas kepolisian dan disorot media, telah melakukan suatu kesalahan. Sementara, opini masyarakat yang melihat atau membaca media tersebut, sudah terlanjur terbentuk bahwa mereka yang dihentikan petugas kepolisian sudah melakukan tindak kejahatan tertentu. 

"Mahkamah menegaskan agar diimplementasikan dengan selalu menjunjung prinsip due process of law yang berdampingan dengan asas praduga tak bersalah, sebagaimana yang diamanatkan oleh KUHAP," kata MK.

Baca Juga: Buktikan Janji ‘Potong Kepala’, Kapolri Copot 7 Pejabat Polisi 

2. MK meminta masyarakat segera melapor bila ada pelanggaran

MK Tolak Gugatan UU Polri soal Kewenangan Polri Geledah HP WargaIlustrasi persidangan di MK (FOTO ANTARA/Dwi Prasetya)

Di sisi lain, hakim MK mengingatkan kepada masyarakat bahwa mereka memiliki hak untuk mengajukan keberatan terhadap proses penegakan hukum. MK meminta warga melapor bila terjadi pelanggaran dalam upaya penegakan hukum. 

"Mahkamah mengingatkan agar masyarakat selalu mendukung pelaksanaan tugas kepolisian, dengan menyeimbangkan perlindungan hak asasi yang dimilikinya dengan cara tidak segan-segan untuk mengingatkan kepada aparat kepolisian, dan mengajukan keberatan bila di dalam pelaksanaan tugasnya kepolisian melanggar hak asasinya," sebut hakim MK dalam putusan mereka.

Tindakan anggota kepolisian yang memeriksa telepon genggam milik seorang pemuda ketika dilakukan razia acak, mendapat kritikan banyak lembaga masyarakat sipil. Seperti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) meminta kepolisian konsisten memastikan penghormatan dan perlindungan hak atas privasi dalam seluruh kerja-kerja kepolisian, termasuk dalam segala jenis tindakan upaya paksa.

Direktur Eksekutif ELSAM, Wahyudi Djafar, menyebut apa yang dilakukan anggota kepolisian itu sudah bisa dikualifikasikan telah melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE) Pasal 30, yakni mengakses sistem elektronik milik orang lain tanpa mendapatkan izin. 

Artinya, kata dia, setiap perbuatan mengakses sistem elektronik yang berada di bawah penguasaan orang lain secara sengaja dan tanpa hak merupakan tindak pidana.

"Pertanyaannya, apakah polisi memiliki hak untuk mengakses sistem elektronik seseorang dalam suatu tindakan penggeledahan?" tanya Wahyudi dalam keterangan tertulis pada 18 Oktober 2021. 

3. Dua mahasiswa gugat UU Polri

MK Tolak Gugatan UU Polri soal Kewenangan Polri Geledah HP WargaDok.IDN Times/istimewa

Leonardo dan Franciscus menyerahkan kuasa untuk melakukan gugatan ke MK pada pengacara Eliada Hulu. Kedua mahasiswa itu mempertanyakan kewenangan petugas kepolisian memeriksa isi ponsel saat melakukan razia acak di jalan. Belum lagi peristiwa itu juga direkam lalu dijadikan konten di media sosial mereka.

Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri.

"Pasal di atas menjadi landasan kepolisian dalam menghentikan warga negara yang dicurigai untuk kemudian diperiksa identitasnya. Tindakan-tindakan penghentian dilakukan di jalan, di lingkungan perumahan warga maupun di tempat lainnya. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat sebagaimana tugas pokok kepolisian yang diatur dalam Pasal 13 UU a quo," kata Eliada kepada media pada 5 November 2021. 

Namun, dalam kenyataannya, anggota kepolisian pada saat melakukan patroli kerap kali melakukan pemeriksaan identitas diri yang dibarengi dengan perekaman atau pengambilan video, yang bertujuan untuk ditayangkan di televisi dan atau YouTube serta di media sosial lainnya sehingga dapat disaksikan khalayak. 

Anggota kepolisian yang melakukan pemeriksaan terhadap telepon genggam dan terekam di televisi, Aipda Ambarita, kemudian dimutasi. Usai menjalani pemeriksaan di Propam Polda Metro Jaya, ia dianggap telah menyalahi prosedur ketika melakukan razia acak.

Baca Juga: Dapat Komplain dari WNA, Jokowi Minta Kapolri Usut 'Pemain' Karantina

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya