Pakar Hukum: Rencana Amandemen UU Kementerian Negara Bermotif Politis

Amandemen untuk akomodir penambahan jumlah menteri

Intinya Sih...

  • Undang-Undang Kementerian Negara tidak bisa diubah untuk menambah jumlah menteri sesuai keinginan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka.
  • Kinerja pemerintahan ke depan tidak ditentukan oleh jumlah menteri, menurut Bivitri dari STHI Jentera.
  • Amandemen UU Kementerian Negara akan dilakukan lewat Perppu, diperkirakan dilakukan setelah pelantikan Prabowo pada 20 Oktober 2024.

Jakarta, IDN Times - Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti, menilai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara tidak bisa diubah untuk mengakomodir keinginan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menambah jumlah menteri.

Santer terdengar Prabowo ingin menambah jumlah menteri hingga 40. Hal itu untuk mengakomodir partai yang ingin bergabung ke dalam pemerintahan. 

"Kalau berbicara apakah undang-undang bisa diubah, ya, tentu saja, bisa. Mau UU mengenai mineral batu bara kek, dapat diubah kapan saja. Tapi, kan persoalannya apakah perlu atau tidak, dalam konteks hari ini. Dari proses pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu UU Nomor 12 tahun 2011, di sana dikatakan kalau mau bentuk undang-undang sudah harus ada perencanaan (tertulis)," ujar Bivitri kepada IDN Times ketika dihubungi, Jumat (10/5/2024). 

Ia mengaku sudah mengecek situs prolegnas di DPR dan ditemukan Undang-Undang Kementerian Negara masuk ke dalam daftar prolegnas 2019 untuk direvisi. Namun, revisi undang-undang tersebut tidak tertulis akan dilakukan pada 2024. 

"Tapi, kalau tetap ingin dikebut untuk diamandemen di DPR, maka ada tahapan normal yang diterabas. Karena undang-undang itu tidak masuk ke dalam perencanaan untuk direvisi tahun 2024," kata perempuan yang ikut berperan di film dokumenter Dirty Vote itu.

Baca Juga: Demokrat Respons soal Parpol Koalisi Prabowo Mulai Kode Jatah Menteri

1. Kinerja pemerintahan tidak ditentukan oleh kuantitas menteri

Pakar Hukum: Rencana Amandemen UU Kementerian Negara Bermotif PolitisPrabowo dan Gibran usai ditetapkan sebagai Presiden dan Wapres Terpilih 2024 di KPU pada Rabu (24/4/2024). (IDN Times/Fauzan)

Bivitri menjelaskan, kinerja pemerintahan ke depan tidak ditentukan oleh jumlah menteri. Kabinet yang ramping justru membuat pemerintah bisa lebih gesit. 

"Menurut saya sih tidak perlu ada (penambahan jumlah menteri). Poin saya ada di kewenangan menteri, bukan soal kuantitas menterinya ada berapa. Kalau membahas kuantitas, maka akan berbicara soal pembagian kekuasaan saja, bukan demi kepentingan publik," kata Bivitri. 

Ia pun menduga, motif untuk amandemen UU Kementerian Negara lebih bersifat politis.

"Karena yang akan mengambil keuntungan siapa? Kan jelas pemerintahan mendatang. Pak Jokowi sudah tidak bisa lagi membentuk kabinet menteri Oktober nanti," kata dia. 

Baca Juga: Prabowo Diisukan Nambah Menteri Kabinet Jadi 40, Bagi-Bagi Kekuasaan?

2. Jokowi diduga akan terbitkan Perppu untuk amandemen UU Kementerian Negara

Pakar Hukum: Rencana Amandemen UU Kementerian Negara Bermotif PolitisPresiden Jokowi sedang melihat Wuling Almaz RS.(Wuling.id)

Bivitri menduga, amandemen UU Kementerian Negara bakal dilakukan lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Sebab, itu cara paling cepat yang dapat dilakukan dan tak perlu melewati proses legislasi di parlemen.

Meskipun kontroversial, tetapi cara serupa sudah pernah ditempuh untuk Perppu mengenai Cipta Kerja yang diterbitkan pada 30 Desember 2022. 

"Kemungkinan besar sih undang-undang itu akan diamandemen dengan penerbitan Perppu. Apalagi kan sudah ada masukan tersebut dari Prof Yusril Ihza Mahendra. Perppu-nya itu kemungkinan diterbitkan oleh Presiden Jokowi, bukan setelah Prabowo dilantik pada 20 Oktober nanti," kata Bivitri. 

Sesuai dengan UU Kementerian Negara, kata dia, kabinet sudah harus dibentuk paling lama 14 hari setelah pelantikan presiden baru. Bivitri juga menduga selain menambah pos menteri, Prabowo-Gibran akan melapisi semua menteri dengan posisi wakil menteri.

Hal itu sesuai dengan realita gemuknya koalisi Prabowo sehingga banyak yang perlu diakomodir kepentingannya. 

Baca Juga: Minta Oposisi Tak Ganggu Pemerintah, Zulhas Bantah Prabowo Antikritik

3. Prabowo belum putuskan menambah atau tidak jumlah menteri

Pakar Hukum: Rencana Amandemen UU Kementerian Negara Bermotif PolitisKonferensi pers Tim Kampanye Nasional terkait dugaan pengancaman terhadap jubir Menhan, Dahnil Anzar Simanjuntak (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Pengisian posisi menteri mengacu kepada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Dalam Pasal 15 tertulis, presiden membentuk kementerian paling banyak 34 buah. Sedangkan, di Pasal 16 tertulis, pembentukan kementerian paling lama 14 hari kerja sejak presiden mengucapkan janji saat pelantikan. 

Juru Bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, menepis Prabowo sudah memutuskan akan menambah jumlah menteri.

"Pak Prabowo sampai saat ini masih menderivasi visi, misi, dan program beliau dalam bentuk institusi. Dalam arti menginstitusionalisasikan program-program beliau. Program-program akan diakselerasi di institusi mana. Kemudian bagaimana merevitalisasi institusi, kementerian dan badan yang sudah ada saat ini," ujar Dahnil di Jakarta, pada 8 Mei 2024 lalu. 

"Pak Prabowo belum ada di titik kesimpulan untuk menambah atau mengurangi kementerian. Jadi, kalau ada pemisahan (kementerian), itu kemungkinan iya. Ada pemisahan dua kementerian jadi satu atau penggabungan kementerian, sudah mulai dibahas," katanya.

Sementara, terkait program-program unggulan seperti makan siang gratis masih dibahas akan ditangani oleh kementerian mana.

"Jadi, semua masih dalam proses pembahasan dan belum ada keputusan satu pun," tutur dia.

 

Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. 

https://www.youtube.com/embed/_1FLdSdNDZ8

Baca Juga: Yusril: Prabowo Harus Revisi UU 39 untuk Tambah Jumlah Kementerian

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya