Pakar Soroti Sikap Aneh MK, Diminta Buktikan Kecurangan dalam 1 Hari
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, mengaku kecewa lantaran negara membiarkan demokrasi semakin rusak. Salah satunya terjadi ketika mayoritas hakim konstitusi justru menyatakan Presiden Joko "Jokowi" Widodo tidak ikut cawe-cawe dalam pemilu 2024.
Hal lain yang disoroti Zainal yaitu alasan hakim konstitusi menolak semua dalil yang diajukan oleh tim hukum Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. Alasan yang mereka sampaikan karena kedua pemohon tidak cukup bukti untuk meyakinkan hakim konstitusi.
"Di sisi lain, MK mengakui harus ada perbaikan dalam hukum acara. Misalnya proses pembuktian yang waktunya terlalu pendek. Sikap MK ini rancu. Karena (kedua pemohon) diminta untuk membuktikan dalam waktu satu hari dengan jumlah saksi yang dibatasi. Tetapi, kalau Anda baca putusan MK baik-baik, banyak dalil yang ditolak karena tidak disertai saksi dan bukti. Ini kan lucu," ujar Zainal kepada media di Jakarta pada Selasa (23/4/2024).
Menurutnya, tidak masuk akal waktu yang disediakan oleh MK bagi kedua tim hukum paslon untuk pembuktian hanya satu hari. Sedangkan, sesuai ketentuan Undang-Undang Pemilu, hasil sengketa pilpres sudah harus diumumkan dalam waktu 14 hari kerja.
"Bagaimana mungkin, misalnya kita mendalilkan (telah terjadi kecurangan) di 100 tempat, lalu harus dibuktikan. Padahal, saksi dibatasi jumlahnya hanya 19, karena proses pembuktian hanya satu hari. Hal itu diakui lho oleh hakim konstitusi," tutur dia.
Ia menggarisbawahi keluhan soal waktu pembuktian yang pendek, kata Zainal, diakui sendiri oleh hakim konstitusi. Sehingga, bukan semata-mata analisanya pribadi.
1. Dissenting opinion buktikan tak semua hakim sepakat tak ada cawe-cawe Jokowi
Lebih lanjut, Zainal mewanti-wanti agar tidak menyepelekan makna adanya dissenting opinion atau perbedaan sikap dari tiga hakim konstitusi. Sebab, perbedaan sikap itu dapat diterjemahkan tak semua hakim percaya tidak ada cawe-cawe Presiden Joko "Jokowi" Widodo di dalam pemilu 2024. Tiga hakim konstitusi yang menyatakaan perbedaan sikap yaitu Enny Nurbaningsih, Saldi Isra dan Arief Hidayat.
"Tiga hakim di sidang kemarin mengakui itu. Mulai dari adanya pembagian bansos, hingga pengerahan aparat. Bahkan, tiga hakim itu sepakat mendorong dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) di beberapa daerah. Itu kan tidak ada di petitum paslon 01 maupun 03," kata dia.
"Hal itu menandakan, berdasarkan keterangan hakim dan fakta di persidangan, Presiden Jokowi melakukan intervensi (ke pemilu)," tutur dia lagi.
Mengacu kepada dokumen perbedaan sikap yang dibacakan oleh Arief Hidayat, PSU didorong dilakukan di enam provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sumatra Utara.
Baca Juga: Tok! MK Tolak Semua Gugatan Sengketa Pilpres Anies-Muhaimin
Editor’s picks
2. Zainal dorong DPR tetap lakukan hak angket terhadap Jokowi
Sementara, Zainal menyebut meski palu sudah diketok pada Senin kemarin, bukan berarti residu pemilu sudah berakhir. Menurut Zainal, cawe-cawe Jokowi saat pemilu 2024 tidak bisa dibiarkan begitu saja.
"Menurut saya gak bisa dibiarkan seorang presiden menggunakan kuasanya untuk mempengaruhi dan merusak demokrasi. Maka seharusnya ada tindakan lanjut. Kalau misalnya hak angket dilakukan, saya tentu setuju," kata Zainal.
Dalam pandangannya, tidak boleh pelanggaran yang dilakukan oleh Jokowi tanpa ada konsekuensi.
"Artinya, siapa yang melakukan kesalahan harus dibawa untuk mempertanggungjawabkan," tutur dia lagi.
Namun, ia menggarisbawahi bukan berarti masyarakat didorong untuk terus berselisih soal pemilu. Guyub dan persatuan tetap dibutuhkan untuk melanjutkan pembangunan.
3. TKN nilai dissenting opinion hakim tak bermakna putusan MK cacat
Sementara, kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tidak mempermasalahkan tiga hakim MK yang menyatakan dissenting opinion. Sebab, tiga perbedaan pendapat tersebut tak mempengaruhi putusan MK yang bersifat final dan mengikat.
Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Ahmad Muzani mengatakan, pihaknya menghormati pendapat hakim MK. Dia menegaskan dissenting opinion dari hakim MK tidak akan ditindaklanjuti.
"Kami tidak akan mengomentari masalah itu. Kami ormati, yang penting kami sudah menerima amar putusan majelis yang satu keputusan yang bulat, bada dissenting opinion maupun tidak, tidak mempengaruhi keputusan. Itu tidak berarti, ada DO keputusan hakim cacat," ujar Muzani di media center TKN pada Senin kemarin.
Baca Juga: Saldi Isra: Presiden Jokowi Dukung Paslon Tertentu di Pemilu 2024