Pelibatan Militer Dinilai Tak Jamin Penanganan COVID-19 Lebih Efektif 

Warga tetap abai prokes meski sudah libatkan TNI-Polri

Jakarta, IDN Times - Organisasi pemantau wabah LaporCovid19 menyentil pelibatan unsur militer dan Polri yang semakin meluas dalam mengatasi pandemik. Pelibatan TNI dan Polri dalam mencegah penularan COVID-19 dinilai malah tidak efektif. Kasus COVID-19 semakin melonjak dan sering kali upaya pengawasan protokol kesehatan menggunakan tindak kekerasan. 

Relawan LaporCovid19, Firdaus Ferdiansyah, mencatat setidaknya ada lima poin yang menjadi bukti pelibatan TNI dan Polri tak efektif atasi penyebaran COVID-19. Salah satunya terkait pengawasan kepatuhan terhadap protokol kesehatan. Firdaus melihat TNI dan Polri sering memberlakukan sanksi fisik bagi individu yang melanggar. 

"Mulai dari memaksa orang agar tidur di dalam peti mati, push up, penggunaan meriam air hingga pemukulan atau penganiayaan bagi individu yang melanggar," ujar Firdaus ketika berbicara di webinar bertajuk 'Paparan Kajian LaporCovid-19: Kekuasaan dan Peran Militer Dalam Merespons Pandemik COVID-19' pada Rabu (18/8/2021).

Ia juga mencatat adanya perlakuan semena-mena dari pihak kepolisian ketika menangkap orang-orang yang melakukan demonstrasi untuk memprotes penerapan UU Cipta Kerja. Dalam observasinya, mereka dikumpulkan di satu tempat tanpa mengenakan masker. Pelaku demontrasi juga diminta membuka baju dan berjalan jongkok. Hal tersebut malah menyebabkan penularan COVID-19 lebih cepat. 

LaporCovid19, pada periode Juli 2020 hingga April 2021, sudah menerima 1.096 laporan dari warga mengenai pelanggaran protokol kesehatan. Artinya, kata Firdaus, pelanggaran tetap terjadi meski pemerintah telah mengerahkan petugas kepolisian dan TNI untuk mengawasi. 

Catatan juga disampaikan peneliti YLBHI, Aditia B. Santoso, yang menyoroti penggunaan kendaraan taktis untuk menyekat sejumlah jalan di Ibu Kota. Hal itu memunculkan tanda tanya seolah-olah negara sedang terancam keamanannya. 

"Kan malah jadi memunculkan apakah pemerintah saat ini merasa kedaulatan dan keamanan negara sedang terancam," tanya Aditia di forum diskusi yang sama. 

Namun, menurut Kantor Staf Presiden (KSP), pelibatan militer dan Polri justru membuat penanganan COVID-19 bisa lebih cepat dilakukan. Apa buktinya?

1. YLBHI nilai daripada libatkan TNI, lebih baik penanganan pandemik diserahkan ke warga sipil

Pelibatan Militer Dinilai Tak Jamin Penanganan COVID-19 Lebih Efektif Peneliti YLBHI, Aditia B. Santoso ketika berbicara di webinar LaporCovid19 (Tangkapan layar YouTube LaporCovid19)

Di forum tersebut, Aditia menyoroti keterlibatan personel TNI dalam penanganan pandemik COVID-19 yang tak sesuai dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 terkait TNI. Peran TNI, kata Aditia, jelas tertulis di Pasal 7 ayat (2).

Pertama, TNI bisa dilibatkan bila ada operasi militer selain perang berdasarkan keputusan politik negara. Kedua membantu tugas-tugas pemerintah di daerah. Ketiga, membantu kepolisian dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat. Lalu keempat, membantu menanggulangi dampak bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan. 

"Saya tidak melihat apakah COVID-19 ini bisa dianggap bencana non-alam yang dimaksud di dalam UU TNI," ujarnya. 

Ia juga mencatat semula TNI dan kepolisian tak dilibatkan dalam penanganan pandemik COVID-19. Namun, sejak disahkan Perpres Nomor 99 Tahun 2020, TNI mulai dikerahkan untuk mendukung percepatan program vaksinasi dan pengadaan vaksin. 

Kemudian, disahkan Inpres Nomor 6 Tahun 2020 yang melegalkan peran militer yang lebih luas. Hal itu termasuk mengawasi penerapan protokol kesehatan di lingkungan masyarakat hingga mencari lahan pemakaman bagi pasien COVID-19 yang meninggal.

"Padahal, itu semua, bisa dilakukan oleh tenaga medis, dinas kesehatan, Satpol PP dan kepolisian," kata dia. 

Ia pun kemudian mengambil contoh tiga daerah ada keterlibatan militer dalam tim penanganan COVID-19 yakni Kabupaten Bone, Kabupaten Magelang dan Kabupaten Karo. Berdasarkan penelusurannya, usai militer dilibatkan tidak lantas menekan angka kematian akibat COVID-19. 

Di Kabupaten Magelang tercatat 1.012 warga meninggal dunia, 176 orang di Kabupaten Karo yang meninggal, sedangkan di Kabupaten Bone mencapai 68 orang. 

"Di satu sisi, bisa saja pemerintah mengatakan situasinya akan lebih memburuk bila tidak melibatkan unsur militer. Tetapi, tidak ada yang menjamin bila militer tidak ada, maka kondisinya akan lebih sulit," ungkap Aditia. 

Baca Juga: Jokowi: Jalan Masih Ramai, Penyekatan Efektif Apa Tidak?

2. Pemerintah dinilai merasa sungkan bila tak libatkan TNI dalam penanganan COVID-19

Pelibatan Militer Dinilai Tak Jamin Penanganan COVID-19 Lebih Efektif Ilustrasi TNI. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Menurut Aditia, ada sejumlah alasan mengapa pemerintah melibatkan militer dalam penanganan COVID-19. Pertama, karena pemerintah pusat dan daerah merasa sungkan bila tak mengajak unsur militer dalam penanganan COVID-19. Rasa sungkan ini, kata Aditia, lebih besar di pemerintah daerah karena TNI merupakan bagian dari Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).

"Hal ini, justru memperlihatkan bahwa pemerintah daerah dan pusat tidak percaya diri dalam menekan laju penyebaran COVID-19. Mereka merasa kalau tidak ada TNI yang mumpuni maka pemerintah atau dinas sekalipun tidak berdaya," kata Aditia. 

Ia juga menggaris bawahi personel TNI dan Polri yang dilibatkan dalam penanganan COVID-19 harus dididik kembali oleh Puskesmas atau Kemenkes. Hal serupa juga terjadi ketika melibatkan personel TNI sebagai tenaga pelacak kasus kontak erat COVID-19. 

"Bila begitu caranya, kenapa tidak libatkan saja Muhammadiyah atau NU sejak awal, atau bisa melibatkan masyarakat sipil lainnya untuk dididik. Toh, sama-sama mampu, bisa dan lebih efektif," tutur dia. 

Sementara, terkait dengan biaya, relawan dari masyarakat sipil sering tidak dibayar. Bila membutuhkan biaya, maka tidak akan menelan dana negara dalam jumlah yang besar. 

3. Pemerintah kerahkan TNI karena sumber dayanya tersebar di daerah dan tak perlu keluarkan dana besar

Pelibatan Militer Dinilai Tak Jamin Penanganan COVID-19 Lebih Efektif Deputi II Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Abetnego Tarigan ketika mengisi webinar LaporCovid19 (Tangkapan layar YouTube LaporCovid19)

Namun Deputi II KSP, Abetnego Tarigan, menepis anggapan pemerintah memprioritasken sektor ekonomi ketimbang kesehatan dalam menangani pandemik COVID-19. Keputusan untuk melibatkan TNI diambil setelah dianalisa mereka memiliki sumber daya hingga di daerah dan tak membutuhkan biaya yang besar. 

"Jadi, daripada merekrut tenaga-tenaga baru, ini justru menghemat anggaran," ujar Abetnego. 

Di sisi lain, Pusdokkes TNI dipimpin oleh jenderal bintang dua. Jenderal itu pun memiliki pengalaman di dunia medis. Sehingga, Abetnego membantah keputusan melibatkan TNI adalah keputusan yang gegabah tanpa dasar yang jelas. 

Ia pun mengusulkan kepada masyarakat sipil termasuk LaporCovid19 untuk mencatat bila ada tindak kekerasan yang dilakukan oleh personel TNI dalam pengawasan protokol kesehatan. Menurutnya, tindak kekerasan justru dilakukan petugas Satpol PP. Belum lagi, ada warga sipil yang malah mengusir warga lainnya dari rumah mereka karena khawatir bisa menularkan COVID-19 ke lingkungan. 

"Kami berharap jangan sampai menciptakan stigma (terhadap personel militer)," tutur dia lagi. 

Baca Juga: Catat! Daftar Terbaru 67 Daerah di Jawa-Bali yang Masuk PPKM Level 4

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya