Pemerintah Berhasil Bebaskan Enam ABK yang Disandera Milisi Pemberontak Libya

Enam ABK disekap selama tujuh bulan di Libya

Jakarta, IDN Times - "Saya berterima kasih sekali. Saya sangat terharu karena selama ini saya selalu menunggu suami saya bebas," demikian kalimat yang terlontar dari istri salah satu ABK Salvatur pada Senin (2/4) di kantor Kementerian Luar Negeri. 

Ia sempat tak percaya karena akhirnya bisa bertemu sang suami, Mohamad Abudi usai kehilangan kontak selama tujuh bulan. Abudi dan lima ABK lainnya dibajak oleh kelompok milisi pada 23 September 2017 ketika tengah berada di perairan di sekitar Benghazi, Libya. Kapal tempat mereka bekerja berasal dari Malta dan berfungsi untuk menangkap ikan. 

Mengapa mereka yang disasar oleh kelompok milisi dan bagaimana cara Pemerintah Indonesia membebaskan mereka walau butuh waktu sekitar tujuh bulan?

1. Milisi merampas semua benda milik ABK termasuk pakaian dalam

Pemerintah Berhasil Bebaskan Enam ABK yang Disandera Milisi Pemberontak Libya IDN Times/Santi Dewi

Menurut pemimpin ABK Indonesia di kapal Salavatur IV, Ronny William, kapal mereka dibajak pada (23/9/2017) malam. Ia melihat ada sebuah kapal yang mendekati mereka lalu menodongkan senjata. 

Kemudian yang terjadi, keenam ABK dan kapten yang berkebangsaan Italia diminta mengikuti kapal mereka hingga ke pelabuhan. Menurut Direktur PWNI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, anggota milisi itu ikut merampas semua benda yang dibawa di dalam Kapal Salvatur VI. 

"Ketika mereka ditangkap pada 23 September, seluruh isi kapal dirampas, mulai dari alat navigasi, komunikasi, kulkas, uang, barang pribadi hingga pakaian dalam. Semua benda itu dirampas karena para milisi membutuhkannya untuk bertahan hidup," ujar Iqbal yang ditemui di Kantin Diplomasi Kemlu pada Senin (2/4). 

Lantaran tidak ada komunikasi, maka pemerintah baru mengetahui ada enam ABK Indonesia yang menjadi korban pembajakan lima hari sesudahnya. Sementara, menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, pemerintah mengetahui informasi adanya WNI yang menjadi korban pembajakan dari Pejabat Atase Pertahanan di KBRI Roma, Italia. 

Baca juga: 10 WNI yang Disandera Abu Sayyaf Dibebaskan, Benarkah Tanpa Uang Tebusan?

2. Proses pembebasan dimulai dari menjalin komunikasi

Pemerintah Berhasil Bebaskan Enam ABK yang Disandera Milisi Pemberontak Libya Kementerian Luar Negeri/istimewa

Begitu mengetahui adanya WNI yang menjadi korban pembajakan, Kemlu melalui KBRI di Tripoli mencoba berkomunikasi dengan penyandera. Iqbal menjelaskan pelaku pembajakan bukan berasal dari kelompok Taliban, tetapi milisi yang anti terhadap pemerintah pusat di Tripoli. 

Untuk bisa dilakukan pembebasan keenamnya, pemerintah perlu mengetahui apakah mereka masih hidup. Oleh sebab itu, pemerintah mendesak agar bisa berkomunikasi dengan keenam ABK. 

"Ini sebagai proof of life, sehingga kami bisa membuat skenario untuk penyelamatan di Benghazi," kata Direktur PWNI, Lalu Muhammad Iqbal.

Permasalahannya, untuk bisa menembus ke Benghazi bukan perkara mudah. Kondisi kota yang sudah porak-poranda akibat perang dan situasi keamanan yang tidak kondusif menuntut kematangan rencana dari pemerintah. 

"Situasi politik di sana pun cukup kompleks. Sebagian besar negara anggota PBB, termasuk Indonesia hanya mengakui pemerintahan yang resmi yang berada di ibukota Tripoli," kata dia. 

3. Tim pembebasan WNI masuk Benghazi melalui jalur udara

Pemerintah Berhasil Bebaskan Enam ABK yang Disandera Milisi Pemberontak Libya Kementerian Luar Negeri/istimewa

Iqbal menjelaskan tim pembebasan enam WNI menuju ke Benghazi pada (23/3).  Tim itu terdiri dari beberapa orang dari KBRI Tripoli, Libya, Kemlu dan Badan Intelijen Negara (BIN). Mereka berangkat menuju ke Benghazi melalui Tunisia dengan menumpang pesawat. 

Proses pembebasan sandera sempat tertunda, karena adanya perbedaan lokasi dan mekanisme untuk pembebasan. Beruntung, Iqbal dan tim bisa bernafas lega karena keenam ABK akhirnya diserahkan oleh kelompok milisi di Pelabuhan Benghazi. 

"Alhamdulilah, pada tanggal 27 Maret 2018 pukul 12:30 waktu setempat, keenam ABK diserahkan di Pelabuhan Benghazi," kata Menlu Retno menjelaskan kronologi pembebasan. 

Rasanya tak berlebihan kalau Retno dan tim mengucapkan rasa syukur yang mendalam. Sebab, kalau dilihat situasi di Benghazi benar-benar sudah tidak berbentuk. Kapal yang ada di pelabuhan, hampir semuanya tidak layak untuk digunakan. 

"Satu-satunya kapal yang dapat digunakan, hanya kapal keenam ABK itu, tempat mereka disekap," kata Iqbal. 

Baca juga: Kisah 26 Pelaut yang Rela Makan Tikus saat Empat Tahun Disandera Perompak Somalia

4. Perang masih berkecamuk saat dilakukan operasi pembebasan

Pemerintah Berhasil Bebaskan Enam ABK yang Disandera Milisi Pemberontak Libya Kementerian Luar Negeri/istimewa

Menurut salah satu ABK, Ronny William, ia mengaku sempat khawatir tidak bisa pulang dengan selamat ke Tanah Air. Sebab, kondisi kota Benghazi masih diselimuti peperangan. 

Lokasi kapal mereka berlabuh dengan titik peperangan tidak lebih dari dua kilometer.

"Kami sempat gak percaya kalau memang yang kami saksikan itu nyata. Kami selalu bertanya mereka ini berhenti berperangnya kapan. Bahkan, karena lokasi peperangan tidak jauh, kami sering menemukan ada peluru nyasar," kata Ronny di tempat yang sama. 

Kondisi itu semakin diperburuk dengan situasi politik di Libya, sehingga menyulitkan pemerintah untuk berkomunikasi dengan kelompok milisi. 

5.  Pemerintah membantah membebaskan dengan uang tebusan

Pemerintah Berhasil Bebaskan Enam ABK yang Disandera Milisi Pemberontak Libya Kementerian Luar Negeri/istimewa

Dalam setiap proses pembebasan sandera wajar muncul dugaan ada keterlibatan uang tebusan. Namun, Menlu Retno membantah kalau mereka membayar uang tebusan kepada anggota kelompok milisi. 

"Gak ada uang tebusan. Ini semua murni karena diplomasi dan komunikasi. Makanya waktunya lama sekali," kata perempuan pertama yang menjadi Menlu itu.

Sumber IDN Times mengonfirmasi sempat ada permintaan uang walaupun belakangan kelompok milisi bisa dilobi. 

Retno turut menyebut proses pembebasan ini melibatkan banyak pihak. Selain melibatkan Pemerintah Libya di Tripoli, Indonesia turut berkomunikasi dengan perusahaan pemilik kapal di Malta. 

"Semua pihak yang kami nilai dapat membantu pembebasan, maka akan kami coba untuk jalin komunikasi," tutur dia. 

Baca juga: WNI Ini Berhasil Lolos Setelah Jadi Sandera Abu Sayyaf dan Kepalanya Akan Dipenggal!

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya