Perang Rusia-Ukraina Tak Pengaruhi Alutsista RI untuk Jangka Pendek

Indonesia tak memiliki banyak alutsista buatan Rusia 

Jakarta, IDN Times - Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan jumlah alutsista buatan Rusia yang dimiliki oleh militer Indonesia tidak terlalu banyak. Di TNI Angkatan Darat, terdapat helikopter serang Mi-35 dan helikopter angkut Mi-17. Dua jenis helikopter itu sudah difungsikan di garda terdepan peperangan sejak 2003. 

Sementara di TNI Angkatan Laut, Korps Marinir menggunakan sejumlah tank buatan Rusia seperti BMP-3F, tank amfibi PT-76, dan BTR-50. Tank-tank tersebut diketahui digunakan dalam operasi amfibi. 

Sedangkan, TNI Angkatan Udara menggunakan jet tempur Sukhoi Su-27 dan Sukhoi Su-30. Jet tempur itu menjadi faktor penggetar bagi militer Indonesia di kawasan Asia Tenggara. 

Fahmi mengatakan, jenis alutsista Indonesia didominasi produk dari negara-negara yang tergabung di dalam NATO. Ia pun bisa memahami mengapa Indonesia tidak terlalu banyak menggunakan alutsista dari Rusia. 

"Karena kan ada ancaman sanksi dari Amerika Serikat CAATSA (Countering America's Adversaries Though Sanctions Act) dan mereka kan juga pelit berbagi teknologi, termasuk MRO," kata Fahmi ketika dihubungi IDN Times melalui telepon, Senin 7 Maret 2022. 

Ia memberikan contoh India yang memiliki 13 skadron udara berisi Sukhoi Su-30MKI yang ternyata tak diberikan fasilitas MRO (Maintenance, Repair, dan Operations). Di sisi lain, Fahmi menilai, dalam jangka pendek perang Rusia-Ukraina tidak akan mempengaruhi alutsista TNI. 

"Saya kira memang belum akan terdampak dalam jangka pendek. Ini tergantung dari manajemen logistik bisa menunda dampak langsung dan memberikan waktu bagi TNI mencari solusi bila konfliknya menjadi berlarut-larut," ujarnya. 

Berapa lama TNI bisa bertahan menggunakan alutsista buatan Rusia di tengah perang Rusia-Ukraina?

1. Indonesia lakukan MRO Sukhoi ke Belarusia

Perang Rusia-Ukraina Tak Pengaruhi Alutsista RI untuk Jangka PendekJet tempur buatan Rusia Sukhoi Su-35 (UACRUSSIA.RU)

Fahmi menambahkan, selama ini Indonesia dan Belarusia menjalin kerja sama untuk MRO. Dampak konflik bisa diminimalisasi bila Belarusia tidak ikut terlibat dalam peperangan di Ukraina atau ikut dikenakan sanksi oleh negara-negara barat. Belarusia kini juga menjadi target penjatuhan sanksi karena dianggap ikut memfasilitasi masuknya pasukan militer Rusia untuk bisa menyerang Ukraina. 

"Dampak dari perang Rusia-Ukraina kan salah satunya Rusia dikeluarkan dari sistem perbankan SWIFT, dan kita bisa terancam ikut dikenai sanksi karena masih membeli suku cadang bagi alutsista kita. Sekarang, ketika Rusia dikeluarkan dari sistem perbankan, lalu cara pembayarannya dengan apa?" tanya Fahmi. 

"Problem pembayaran mungkin masih bisa diatasi. Tapi di sisi lain, apakah dengan tetap melakukan pembelian suku cadang alutsista ini berdampak kepada hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Barat atau tidak," katanya lagi. 

Baca Juga: Eks KSAU: RI Dulu Beli 4 Jet Tempur Sukhoi Su-27 karena Diembargo AS

2. Indonesia harus berkolaborasi dengan negara lain dan cari solusi perang Rusia-Ukraina

Perang Rusia-Ukraina Tak Pengaruhi Alutsista RI untuk Jangka PendekPeneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi (Dokumentasi Istimewa)

Di sisi lain, Indonesia juga harus segera mencari cara untuk meredakan perang Rusia-Ukraina. Sebab, bila konflik itu dibiarkan dalam jangka panjang maka bisa membahayakan keberlangsungan alutsista Indonesia yang diimpor dari Rusia. Fahmi menyarankan agar Indonesia berkolaborasi dengan negara lain dan mendorong Rusia kembali mau ke meja perundingan. 

"Kalau hanya Indonesia sendiri (yang berusaha menjadi juru damai) ya gak bakal didengar. Kan bisa Indonesia berkolaborasi dengan negara lain. Ketika Indonesia ikut terlibat dalam proses perdamaian perang Rusia dan Ukraina, kan gak harus sendirian. Indonesia bisa bergabung dengan negara lain. Kan Indonesia inisiator Gerakan Non Blok, saat ini Indonesia sedang menjadi Presidensi G20, forum PBB juga bisa digunakan untuk menyuarakan aspirasi Indonesia," tutur Fahmi. 

Ia juga menyarankan agar kemesraan hubungan bilateral Indonesia dengan Prancis bisa ikut dikapitalisasi untuk mencari solusi dari perang Rusia-Ukraina. Fahmi pun tak menampik keputusan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk membeli 42 jet tempur Rafale dari Prancis, bisa disebut keputusan terbaik mengingat kondisi geopolitik saat ini. 

"Bukan kesepakatan yang ideal memang, tapi itu (pembelian jet tempur Rafale) sudah menjawab kebutuhan Indonesia. Lagipula, Indonesia memang belum punya jet tempur generasi 4,5. Rafale memang bukan yang paling unggul di generasi 4,5 tapi bisa membantu TNI AU transformasi untuk penggunaan alutsista udara lainnya yang lebih modern," katanya lagi. 

3. KSAU akui akan perang Rusia-Ukraina berdampak ke alutsista yang dibeli dari Rusia

Perang Rusia-Ukraina Tak Pengaruhi Alutsista RI untuk Jangka PendekKepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo ketika membuka rapat pimpinan TNI AU pada Jumat, 4 Maret 2022 (www.instagram.com/@militer.udara)

Sementara, menurut Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo, perang yang kini masih berlangsung di Ukraina, sedikit banyak turut mempengaruhi alutsista yang dibeli TNI AU dari Rusia.

"Tentunya sedikit banyak akan memengaruhi tidak saja peralatan dari sana," ungkap Fadjar pada 4 Maret 2022 lalu di Mabes TNI AU Cilangkap, Jakarta Timur. 

Ia menambahkan, perang Rusia-Ukraina juga sedang dicermati oleh seluruh dunia. Hal itu, kata Fadjar, akan mengakibatkan sejumlah perubahan. 

Namun, lanjut dia, suku cadang seperti pesawat tempur Sukhoi yang dibeli dari Rusia masih aman karena skema kerja sama yang dijalin jangka panjang.

"Kita dalam hal perawatan pesawat, kita lakukan tidak jangka pendek. Jadi, beberapa suku cadang sudah kita beli dari beberapa waktu lalu," ucap Fadjar.

Baca Juga: Dubes Rusia: RI Belum Batalkan Kesepakatan Pembelian Sukhoi Su-35

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya