Perputaran Uang di Munas Golkar Capai Rp600 Miliar, untuk Apa Saja?

Erwin menyebut ekonomi harus mapan jika ingin jadi ketum

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Erwin Aksa membenarkan butuh modal hingga Rp600 miliar untuk maju sebagai ketua umum partai berlambang beringin tersebut. Dana itu digunakan mendanai musyawarah nasional (munas).

Pria yang juga pengusaha nasional itu menyebut, munas merupakan mekanisme yang melibatkan pemilik hak suara di Golkar dari seluruh Indonesia. Ada sekitar 600 orang yang memiliki hak suara di Golkar. 

"Pertama, pemilik hak suaranya kan banyak. Yang namanya Munas itu kan semacam konvensi. Orang datang ramai-ramai, satu kabupaten bisa bawa 50 orang, pasti butuh tiket dan biaya hotel," ungkap Erwin ketika berbicara di progran Gen Z Memilih by IDN Times yang tayang di YouTube dan dikutip pada Sabtu (5/8/2023). 

"Kalau berbicara perputaran uang ya memang sebanyak itu (Rp600 miliar)," tutur dia lagi. 

Namun, kata Erwin, hampir semua kader Golkar menyadari biaya mahal tersebut. Sebab, itu adalah konsekuensi dari penerapan sistem demokrasi di dalam partai politik.

Para kader Golkar, kata Erwin, rata-rata memiliki latar belakang sebagai pengusaha. Sehingga, mereka siap dengan konsekuensi biaya besar seandainya ingin maju untuk memimpin Golkar. 

"Alhamdulillah, Golkar ini adalah partai yang dasarnya (rata-rata) para pengusaha. Jadi, secara ekonomi sudah mapan. Jadi, maksudnya kalau ingin menjadi ketua umum Golkar, ekonominya harus mapan dulu," katanya. 

Baca Juga: JK Blak-blakan Ungkap Butuh Modal Rp600 Miliar untuk Jadi Ketum Golkar

1. Pengamat politik duga biaya besar dipakai menyuap peserta munas

Perputaran Uang di Munas Golkar Capai Rp600 Miliar, untuk Apa Saja?Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Pernyataan mengejutkan soal biaya besar di Munas Golkar kali pertama disampaikan oleh mantan Ketum Golkar, Jusuf "JK" Kalla. JK pernah menjadi Golkar 1 setelah mengalahkan Akbar Tanjung di Munas Bali pada 2004. 

Direktur eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI), Burhanuddin Muhtadi mempertanyakan angka fantastis itu berdasarkan pengalaman pribadi JK saat mengalahkan Akbar Tanjung atau hasil observasi di munas Golkar. Ia tak yakin biaya besar itu hanya digunakan membayar tiket dan akomodasi.

"Saya rasa akomodasi bagi peserta Munas tidak akan semahal itu. Jangan-jangan biaya semahal itu diperuntukan untuk menyuap peserta kongres agar memilih ketua umum yang diinginkan oleh timses. Itu mungkin yang menjelaskan mengapa bisa keluar angka sebesar itu," ungkap Burhanuddin kepada media di Jakarta pada 1 Agustus 2023. 

Ia menilai pernyataan JK justru menjadi iklan buruk bagi Golkar. Di sisi lain, hal tersebut menjadi konfirmasi atas praktik-praktik yang terjadi di balik layar.

Ia pun tak menampik praktik semacam itu tidak hanya terjadi di Golkar. Hal serupa kemungkinan terjadi di parpol lain.

Burhanuddin mengutip pernyataan JK terkait sejumlah parpol yang disebut sudah go public dan sahamnya mayoritas masih dimiliki oleh pendiri. Biaya untuk parpol yang semula didirikan untuk aspirasi pendiri agar bisa ikut pilpres, kata Burhanuddin, jauh lebih murah. 

"Sementara, di partai go public tadi, ongkos politiknya mahal terutama untuk memenangkan kursi ketua umum. Tetapi, nominal ongkosnya variatif. Namun, secara keseluruhan tetap harus mengeluarkan ongkos yang tidak sedikit dalam rangka memenangkan pertarungan," ujarnya. 

Baca Juga: Erwin Aksa: Menteri Nonpolitik Fokus Tugas, Gak Usah Urus Golkar!

2. Calon ketum Golkar biasanya juga harus dapat restu dari presiden

Perputaran Uang di Munas Golkar Capai Rp600 Miliar, untuk Apa Saja?ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Sementara, analis politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komaruddin menyebut ada faktor kedua jika seseorang ingin menang di Munas Golkar. Caketum harus mendapat restu presiden.

"Mereka harus berhasil mendapatkan dukungan atau restu dari RI-1. Makanya sampai saat ini Golkar berada dalam cengkeraman RI-1 atau presiden. Jadi, paska reformasi, siapa pun ketum di Golkar, adalah orang presiden," ungkap Ujang yang dihubungi IDN Times melalui telepon pada Sabtu (5/8/2023). 

Ia menambahkan dampak buruk dari ketum yang terpilih dengan cara transaksional adalah mereka akan mencari setoran untuk mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan.

"Setelah mereka terpilih, pasti akan gaspol untuk mengembalikan uang dengan cara mencari setoran-setoran di DPR," tutur dia. 

Ia mengatakan hal tersebut adalah fakta pahit yang terjadi di lapangan. Itu sebabnya ada sejumlah kader partai yang terlibat kasus pidana. 

"Karena suka tidak suka, pimpinan di dewan diminta setorannya oleh pimpinan (parpol)," ujarnya. 

Sayangnya, kata Ujang, parpol tidak pernah serius membenahi proses pemilihan ketum ini. 

Baca Juga: Airlangga: Pesan Senior Soliditas Golkar Harus Tetap Terjaga

3. Biaya yang dikeluarkan adalah konsekuensi karena memilih demokrasi

Perputaran Uang di Munas Golkar Capai Rp600 Miliar, untuk Apa Saja?Erwin Aksa (IDN Times/Reynaldy Wiranata)

Sementara, menurut Erwin, biaya mahal yang dikeluarkan adalah konsekuensi lantaran memilih sistem demokrasi.

"Artinya, yang mau ikut kontestasi dalam demokrasi ya harus menyiapkan juga yang namanya biaya demokrasi itu," kata Erwin. 

Ia juga menyebut biaya demokrasi di Indonesia tak kalah mahal. Mulai dari pilkada hingga pemilihan legislatif.

Erwin pun tak menampik bahwa biaya demokrasi yang mahal itu menyebabkan perilaku korupsi cukup tinggi di Tanah Air. 

"Selalu ada yang mengatakan ini korupsi yang tinggi karena biaya demokrasi di Indonesia mahal ya memang begitu apa adanya," tutur dia. 

https://www.youtube.com/embed/bv0TbqblinI

Baca Juga: Erwin Aksa: Elektabilitas Golkar Tak Pernah Dipengaruhi Hasil Pilpres

Topik:

  • Dheri Agriesta

Berita Terkini Lainnya