Polri Telah Hapus Tes Keperawanan bagi Calon Polwan Sejak 2014

Tes keperawanan tidak didasarkan pada basis sains

Jakarta, IDN Times - Dibandingkan organisasi TNI, kepolisian sudah lebih dulu menghapus tes keperawanan bagi calon polisi wanita (polwan). Mantan Kapolri Jenderal Polisi (Purn) Badrodin Haiti mengeluarkan surat larangan tes keperawanan pada 2014 lalu.

Hal itu diceritakan oleh pensiunan jenderal polwan, Brigjen (Pur) Sri Rumiati dalam diskusi virtual dengan topik "Penghapusan Tes Keperawanan Angkatan Bersenjata: Kemenangan untuk Perempuan?" pada Rabu (1/9/2021).

Tetapi, untuk mencapai keputusan larangan tersebut butuh waktu panjang. Sri mengisahkan bahwa ia sudah menentang adanya tes keperawanan bagi calon polwan sejak 2006 lalu. Ketika itu ia diminta untuk mewakili kepala bagiannya dalam penentuan seleksi calon bintara maupun akademi kepolisian. Di situ, ia menemukan salah satu klausul syarat penerimaan di tes kesehatan yakni utuhnya selaput dara. 

"Lalu, dijelaskan oleh dokter bahwa itu masalah keperawanan. Saya kemudian bertanya, bila perempuan diperiksa masalah keperawanan bagaimana dengan laki-laki. Dijawab oleh dokter, tes serupa tidak bisa diberlakukan ke laki-laki," tutur Sri dengan mimik wajah heran. 

Sri lalu bertanya kembali apa kaitan tes keperawanan dengan syarat menjadi anggota kepolisian. Dijawab oleh personel kepolisian bahwa perempuan yang memiliki selaput dara utuh artinya masih memiliki moral yang baik. 

"Saya tanyakan kembali, lalu bagaimana dengan laki-laki yang keluar masuk tempat pelacuran? Apakah dia bisa dikatakan sebagai laki-laki yang bermoral baik?" tanya Sri di forum diskusi terbuka dengan kepolisian ketika itu. 

Namun, banyak protes yang dialamatkan kepada Sri. Personel yang menolak dihapuskan tes keperawanan bukan hanya datang dari laki-laki, tetapi juga perempuan. Itu yang membuat Sri semakin sedih. 

Apa dasar Sri menentang tes keperawanan diberlakukan bagi calon polwan?

1. Tes keperawanan dianggap diskriminatif bagi calon polwan

Polri Telah Hapus Tes Keperawanan bagi Calon Polwan Sejak 2014Pensiunan jenderal polisi yang mengadvokasi penghapusan tes keperawanan bagi calon Polwan Brigjen (Purn) Pol Sri Rumiati (Tangkapan layar YouTube Change.org)

Menurut Sri, salah satu alasan mengapa ia menentang keras tes keperawanan bagi calon polwan karena tes itu diskriminatif. Tes tersebut hanya berlaku bagi calon personel polisi perempuan tapi tak ada bagi laki-laki. 

"Tugas utama polisi adalah menegakkan hukum. Jadi, semua hukum dan undang-undang yang berlaku di negara kita harus dipatuhi oleh polisi," kata Sri. 

Ia juga menegaskan, Indonesia telah meratifikasi UU Nomor 7 Tahun 1984 mengenai tidak ada lagi segala bentuk diskriminasi bagi kaum perempuan. Maka Polri, ujar Sri, juga berkewajiban menegakkan UU tersebut. 

Sri juga mengaku sensitif dengan isu kewajiban tes keperawanan bagi calon polwan. Sebab, pada 2002 ia kerap berurusan dengan perempuan dan anak korban pemerkosaan. 

Baca Juga: Keberanian Enam Polwan Anggota Satgas Nemangkawi Tumpas KKB di Papua

2. Tes keperawanan menutup peluang bagi perempuan mengabdi ke institusi kepolisian

Polri Telah Hapus Tes Keperawanan bagi Calon Polwan Sejak 2014Ilustrasi polisi wanita ketika membacakan Asmaul Husna di hadapan para demonstran penentang UU Cipta Kerja pada 2020 lalu. (ANTARA FOTO/M. Ibnu Chazar)

Di dalam diskusi itu, Sri mengatakan, bila tes keperawanan diberlakukan maka perempuan dan anak korban pemerkosaan tidak akan bisa berkarier di institusi kepolisian. Peluang mereka akan tertutup karena tak lagi memiliki selaput dara yang utuh. 

Sri mengingat tes keperawanan sudah lama diberlakukan di instansi kepolisian. Bahkan, sebelum ia diterima di Polri pada 1984. 

"Ketika pada 2006 tes serupa masih diberlakukan, maka bayangan saya adalah anak-anak korban pemerkosaan, perdagangan orang. Mereka rata-rata masih anak-anak. Apakah peluang mereka sudah tertutup karena persyaratan itu kan wajib diikuti," ungkap Sri. 

Alhasil, disepakati tes keperawanan bagi calon polwan tidak dilakukan pada 2006 lalu. Sayang, larangan itu tidak dituangkan secara tertulis. 

"Saat itu, larangannya hanya dalam bentuk keputusan rapat. Ketika itu, surat keputusannya tidak ada," tutur dia lagi. 

Namun, saat ia melakukan tugas di berbagai daerah sebagai psikolog, Sri masih mendapatkan aduan bahwa tes keperawanan masih tetap diberlakukan secara diam-diam. Sri juga menentang argumen yang menyebut, tes keperawanan dibutuhkan untuk mencegah perempuan prostitusi bisa masuk ke kepolisian. 

"Saya katakan ketika itu, bila tesnya dilakukan dengan benar, maka tidak ada satu pun orang yang memutuskan jadi PSK dapat diterima di kepolisian," katanya. 

3. Mantan Kapolri Badrodin Haiti keluarkan telegram hapus tes keperawanan pada 2014

Polri Telah Hapus Tes Keperawanan bagi Calon Polwan Sejak 2014Mantan Kapolri Jenderal (Purn) Badrodin Haiti (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Sri mengatakan, isu tes keperawanan bagi calon polwan sempat menjadi sorotan tajam publik. Untuk menjawab itu, mantan Kapolri Jenderal Polisi (Purn) Badrodin Haiti akhirnya mengeluarkan telegram dan surat keputusan yang menghapus tes keperawanan pada 2014.

"Kalau sudah ada hitam di atas putih, tentu semua pihak wajib mematuhi aturan itu," kata Sri. 

Meski begitu, dalam satu wawancara, Sri mengaku tidak yakin tes keperawanan tersebut benar-benar sudah dihapus di institusi kepolisian. Ia menduga, sebagian kepolisian daerah masih menggelar tes keperawanan untuk kandidat polwan.

"Di wilayah seluas Indonesia ini susah dideteksi. Apalagi Dokkes (Kedokteran dan Kepolisian Polri) itu komunitas tersendiri, orang awam yang tak berlatar belakang kedokteran tidak tahu persis yang terjadi," tutur dia pada 2017 lalu. 

Baca Juga: 9 Pesona Dwi Jayanti, Selebgram dan Polwan yang Hobi Jelajah Alam

Topik:

  • Sunariyah
  • Eddy Rusmanto

Berita Terkini Lainnya