Prajurit TNI Jatuh dari Ketinggian 1.600 Kaki Saat Aksi Terjun Payung

Beruntung, prajurit berinisial SKS itu dalam keadaan selamat

Jakarta, IDN Times - Satu prajurit TNI Angkatan Udara (AU) mengalami kecelakaan ketika sedang melakukan latihan terjun payung di area Bandung pada Selasa, 8 November 2022. Prajurit berinisial SKS itu jatuh dari ketinggian 1.600 kaki lantaran parasutnya tidak mengembang dengan sempurna. Kejadian itu sempat terekam dan viral di media sosial. 

Ketika dikonfirmasi kepada pihak TNI AU, mereka membenarkannya. SKS merupakan bagian dari pasukan elite Kopasgat (Komando Pasukan Gerak Cepat). 

"Betul, ada insiden tersebut pada Selasa, 8 November 2022 sekitar pukul 10.30. Salah satu prajurit Kopasgat telah mengalami musibah. Yang bersangkutan tidak mampu mengendalikan payung statiknya secara sempurna," ungkap Kepala Penerangan Kopasgat, Kolonel Gunawan ketika dikonfirmasi pada Rabu (9/11/2022).

Kejadian tersebut, kata Gunawan, terjadi di area perkampungan. Menurut dia, parasut tidak mengembang sempurna karena ada beberapa tali parasut yang terputus saat loncat dari pesawat. 

Lalu, bagaimana kondisi prajurit berinisial SKS itu?

1. Prajurit TNI AU selamat, namun alami patah tulang pinggang kanan

Prajurit TNI Jatuh dari Ketinggian 1.600 Kaki Saat Aksi Terjun PayungPrajurit TNI dan anggota Basarnas mengeluarkan logistik untuk korban gempa bumi Mamuju dan Majene dari pesawat Hercules A 1321 TNI AU saat tiba di Bandara Tampa Padang, Mamuju, Sulawesi Barat, Jumat (15/1/2021). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Gunawan mengatakan prajurit berinisial SKS itu ditemukan dalam keadaan selamat. Meski begitu, ia mengalami patah tulang pinggang kanan dan telah mendapatkan pertolongan ahli medis. 

"Saat ini yang bersangkutan sudah dirujuk ke RS TNI AU Salamun, Bandung. Kondisi prajurit tersebut stabil dan terus ditangani lebih lanjut untuk pemulihan," ungkap Gunawan. 

Latihan penerjunan itu, kata Gunawan, adalah latihan lanjutan dalam sebuah misi operasi perebutan suatu pangkalan udara. "Total ada 473 prajurit yang ikut berlatih," tutur dia. 

Baca Juga: 10 Potret Pasukan Khusus TNI di Pembukaan Indo Defence 2022

2. Sebelum terjun payung, dilakukan pemeriksaan kesehatan dan pelatihan di darat

Prajurit TNI Jatuh dari Ketinggian 1.600 Kaki Saat Aksi Terjun PayungIlustrasi prajurit TNI Angkatan Udara ketika terjun dari pesawat Hercules. (www.tni-au.mil.id)

Sementara, Perwira Pelaksana Latihan terjun payung, Mayor Marinir Lilik Cahyanto, pada 2019 lalu, bahwa sebelum latihan terjun payung dilakukan pemeriksaan kesehatan, ground training dan briefing kepada seluruh penerjun. Kemudian, selesai penerjunan dilakukan evaluasi kegiatan untuk melihat hasil dari latihan yang telah dilaksanakan. Harapannya agar kemampuan prajurit TNI selalu terjaga dan meningkat.

Kali itu prajurit yang melakukan latihan terjun payung adalah prajurit Batalyon Intai Amfibi 2 Marinir (Yontaifib 2 Mar). Mereka berlatih di Lanudal Juanda, Surabaya pada 2019 lalu.

Latihan terjun payung dilakukan dalam 4 sorty dan dari ketinggian 8000 feet. Mereka menggunakan pesawat Cassa U-6206 dari skadron 600 Wing Udara 2 Puspenerbal Surabaya.

3. TNI AU pernah disorot karena dua prajurit tewas saat aksi terjun payung di Lanud Halim pada 2016

Prajurit TNI Jatuh dari Ketinggian 1.600 Kaki Saat Aksi Terjun PayungIlustrasi prajurit TNI Angkatan Udara ketika beraksi terjun payung. (www.tni.mil.id)

Peristiwa yang terjadi di Bandung adalah risiko yang harus dihadapi oleh prajurit TNI, khususnya matra Angkatan Udara (AU). Sebelumnya, pada 2016, dua prajurit TNI AU tewas berlatih untuk memperingati HUT ke-70 TNI AU. Penyebabnya ketika terjun, payung tidak mengembang secara sempurna.

Dua prajurit yang gugur itu diketahui bernama Kopda Beni dan Pratu Supranoto. "Saat terjun, salah satu penerjun, payungnya tidak mengembang secara sempurna. Talinya membelit, sehingga tidak bisa dikendalikan. Kemudian jatuh di rumah warga dan terluka parah," kata Kadispenau ketika itu Marsekal Pertama TNI Dwi Badarmanto di Halim.

Satu orang penerjun lainnya, payungnya sudah sempurna namun ketika mendarat ada angin besar dan terbentur. Keduanya lalu dilarikan ke Rumah Sakit milik TNI AU.

"Satu jam kemudian, setelah insiden tersebut dikabarkan bahwa keduanya meninggal dunia," tutur dia.

Dwi menduga, insiden tersebut terjadi akibat kendala teknis karena dalam penerjunan parasut memiliki tingkat keselamatan 80 persen dan penerjun sendiri risiko kecelakaannya 20 persen. "Kalau payung membelit itu merupakan teknis. KSAU sudah tahu, beliau orang pertama yang tahu," katanya lagi.

Baca Juga: Prabowo: Tak Boleh Lagi Ada Mark Up Gila-gilaan di Tubuh TNI

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya