Presiden Langgar Janji, KPK Nilai Banyak Pelemahan di UU Baru 

Komisioner bukan lagi pimpinan tertinggi KPK

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku kecewa kendati telah mendapat penolakan dari banyak pihak, namun revisi UU nomor 30 tahun 2002 tetap disahkan oleh DPR dalam sidang paripurna yang digelar pada Selasa (17/9). Mereka semakin kecewa, karena kendati Presiden Joko "Jokowi" Widodo berjanji tak akan melemahkan KPK melalui revisi itu, pada kenyataannya poin-poin yang diketok di dalam UU itu malah memangkas kewenangan komisi antirasuah. Yang lebih ironis, hingga UU tersebut disahkan pun, komisi antirasuah tetap tidak diberikan akses ke dokumennya. 

Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif bahkan menyebut dokumen diperoleh dari pihak lain yang ia sebut sebagai "Hamba Allah". Padahal, seharusnya dokumen diperoleh secara resmi dari komisi III DPR.

"Karena KPK tidak diikutkan dalam pembahasan dan belum dikirim secara resmi oleh DPR atau pemerintah. Apabila diteliti, banyak sekali pasal-pasal yang justru melemahkan di KPK," kata Syarif melalui pesan pendek kepada IDN Times pada sore ini. 

Apa saja kewenangan komisi antirasuah yang dipangkas melalui UU KPK yang baru itu? 

1. KPK memiliki dewan pengawas yang anggotanya diangkat oleh Presiden

Presiden Langgar Janji, KPK Nilai Banyak Pelemahan di UU Baru IDN Times/Yogi Pasha

Di dalam dokumen rancangan UU KPK yang akhirnya disahkan itu, baik DPR dan pemerintah sepakat dengan adanya keberadaan Dewan Pengawas. Hal itu tertulis di dalam pasal 21. Di dalam pasal 21 pasal 1 ayat a tertulis "dewan pengawas berjumlah lima orang."

Pasal lebih detail yang menyangkut deskripsi kerja pasal tersebut tercantum di dalam pasal 37A hingga 37G. Di pasal 37 D, diatur siapa saja yang bisa diterima menjadi anggota dewan pengawas. Beberapa di antaranya tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik, berusia paling rendah 55 tahun, berpendidikan paling rendah sarjana, tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana penjara minimal lima tahun, serta bersedia mengumumkan harta kekayaannya. Uniknya, harta kekayaan itu hanya perlu diumumkan sebelum menjabat sebagai anggota dewan pengawas dan setelah menjabat. Tidak ada pula ketentuan mereka harus melaporkan rutin harta kekayaan setiap tahun. 

Pada periode tahun pertama, anggota dewan pengawas langsung ditunjuk oleh presiden. Mereka akan bekerja selama empat tahun. Sementara, di periode selanjutnya, anggota dewan pengawas akan dipilih oleh panitia seleksi. 

Syarif menyoroti posisi dewan pengawas ini lantaran ia memegang kekuasaan tinggi. Selain mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, mereka juga berhak untuk memberikan izin atau tidak terkait aktivitas penyadapan, penggeledahan atau penyitaan. 

Baca Juga: Tok! Pemerintah dan DPR Sepakat Bawa Pembahasan RUU KPK ke Paripurna

2. Status kepegawaian di KPK akan melebur dengan ASN

Presiden Langgar Janji, KPK Nilai Banyak Pelemahan di UU Baru IDN Times/Gregorius Aryodamar P

Status pegawai KPK pun akan berubah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sepenuhnya. Hal itu tertuang di dalam pasal 24 ayat 2 yang tertulis "pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi" merupakan anggota korps profesi pegawai ASN Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan." Apabila itu yang terjadi, maka independensi para pegawai komisi antirasuah pun sudah tidak ada lantaran sistemnya yang harus mengacu terhadap instruksi atasan dan sebagai abdi negara. 

Namun, yang miris tertuang di pasal 69B ayat (1) di mana tertulis ketika UU tersebut diberlakukan maka para penyelidik dan penyidik KPK yang belum berstatus ASN, maka bisa diangkat menjadi PNS paling lama dua tahun. "Sepanjang memenuhi ketentuan perundang-undangan."

"Yang dimaksud sesuai peraturan perundang-undangan yakni para penyidik dan penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah mengikuti dan lulus pendidikan di bidang penyelidikan dan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian tertulis di dalam UU tersebut. 

Aturan itu akan menyulitkan bagi para 21 penyidik muda yang baru dilantik dari posisi sebagai penyelidik. Sebab, pengangkatan penyidik dari dalam internal KPK itu sempat diprotes oleh penyidik dari institusi kepolisian. 

3. KPK memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3)

Presiden Langgar Janji, KPK Nilai Banyak Pelemahan di UU Baru IDN Times/Aan Pranata

Poin lainnya yang disoroti oleh Syarif yakni mengenai KPK yang kini diberi kewenangan untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Hal itu tercantum di pasal 40. Di dalam UU yang baru, KPK bisa mengeluarkan SP3 maksimal dua tahun usai kasusnya disidik. Penghentian penyidikan dan penuntutan tersebut, harus dilaporkan ke Dewan Pengawas paling lambat satu minggu usai dikeluarkan SP3. 

Kemudian, ada pula di ayat (3) nya tertulis penghentian penyidikan dan penuntutan harus diumumkan oleh KPK kepada publik. SP3 bisa saja dicabut oleh pimpinan KPK apabila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan. 

"Atau berdasarkan putusan praperadilan sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan," demikian isi di dalam UU tersebut. 

Aturan itu dinilai melemahkan KPK lantaran dalam proses penanganan kasus korupsi yang melibatkan lintas negara, waktu yang dibutuhkan untuk mengungkap lebih dari dua tahun. 

"Itu juga, kalau kasusnya lintas yurisdiksi sangat susah mengatur waktu, karena kita sangat bergantung kepada 'kebaikan hati' negara sahabat," kata Syarif. 

4. KPK merupakan lembaga eksekutif yang berada di bawah Presiden

Presiden Langgar Janji, KPK Nilai Banyak Pelemahan di UU Baru ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Di dalam UU itu pula, tertulis KPK menjadi lembaga negara eksekutif yang dalam wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh mana pun. Poin ini juga sangat mendasar, lantaran KPK bisa mengusut kasus lantaran tetap dijaga independen dan terpisah dari lembaga negara eksekutif. Namun, di dalam UU baru KPK, pasal 3 diubah dan menyatakan KPK sebagai lembaga negara. 

Itu sebabnya, Syarif berkomentar komisioner bukan lagi pimpinan tertinggi KPK. Lantaran, komisi antirasuah harus bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, komisioner juga bukan merupakan penyidik dan penuntut umum. 

Syarif mengatakan ia dan pimpinan lainnya tengah mempelajari poin-poin lainnya di dalam UU tersebut yang dinilai sebagai pelemahan terhadap komisi antirasuah. 

"Detail-detail lainnya tengah kami pelajari," kata dia. 

5. Sidang paripurna DPR tanya dihadiri 80 orang

Presiden Langgar Janji, KPK Nilai Banyak Pelemahan di UU Baru (Paripurna di DPR untuk mengesahkan RUU KPK) IDN Times/Irfan Fathurohman

Uniknya, dalam rapat paripurna untuk mengesahkan revisi UU nomor 30 tahun 2002, jumlah anggota parlemen yang hadir hanya 80 orang. Padahal, apabila paripurna, maka idealnya dihadiri oleh semua anggota parlemen yang mencapai 560 orang. 

Sementara, berdasarkan klaim Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, ada 289 anggota dari 560 orang yang hadir. Data itu diperoleh Fahri berdasarkan absensi yang ditanda tangani dari pihak Sekretariat Jenderal. 

"Oleh karena itu, kuorum telah tercapai, dan dengan mengucap bismillahirahmanirrahim perkenankanlah kami pimpinan dewan membuka rapat ini, Selasa 17 September dibuka dan terbuka untuk umum," kata Fahri saat membuka sidang.

Baca Juga: Mahfud MD: SP3 dalam RUU KPK Agar Status Tersangka Tak Seumur Hidup

Topik:

Berita Terkini Lainnya