Punya Paspor AS dan RI, Orient Riwu Tak Jujur sejak Daftar Pilkada

Orient sedang mengajukan pelepasan WN Amerika Serikat

Jakarta, IDN Times - Fakta mengenai status kewarganegaraan Bupati terpilih Sabu Raijua Orient P Riwu Kore kembali terungkap. Dalam rapat kerja dengan komisi III, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengungkap Orient selama ini memegang dua paspor yaitu Indonesia dan Amerika Serikat. Padahal, sesuai aturan, bila ia memperoleh paspor Negeri Paman Sam, maka paspor Indonesia harus dikembalikan ke kantor perwakilan RI di sana. 

"Diketahui paspor Amerika Serikat akan berakhir pada tahun 2027, paspor Indonesianya akan berakhir 2024," ujar Yasonna di komplek parlemen Senayan pada Rabu, 17 Maret 2021. 

Menteri dari PDI Perjuangan itu mengatakan Orient lebih mudah memperoleh kewarganegaraan AS lantaran selama dia sana, ia menikah dengan perempuan Negeri Paman Sam. Ia juga diketahui bekerja di proyek strategis di AS yang mengharuskannya menjadi warga negara sana. Dari pernikahan tersebut, kata Yasonna, Orient memiliki anak yang masuk menjadi personel militer AS. 

Lantaran permasalahan status kewarganegaraan Orient ini dan belum ada keputusan baik dari Kemenkum HAM serta Kemendagri, maka pelantikan Orient sebagai Bupati Sabu Raijua ditunda. Semula, ia dijadwalkan dilantik pada 17 Februari 2021 lalu. 

Mengapa Kemenkum HAM, Kemendagri dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) lambat mengambil keputusan terkait Orient?

1. Bupati terpilih Sabu Raijua bisa terancam stateless

Punya Paspor AS dan RI, Orient Riwu Tak Jujur sejak Daftar PilkadaBupati terpilih Sabu Raijua, Orient P. Riwu Kore (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)

Yasonna menjelaskan sesuai aturan di dalam UU nomor 12 tahun 2006 mengenai kewarganegaraan, laki-laki WNI yang menikah dengan perempuan warga negara asing bisa kehilangan kewarganegaraannya. Tetapi, laki-laki itu tetap bisa mempertahankan status WNI dengan mengajukan permohonan secara resmi kepada otoritas terkait.

Kecuali bila keinginan itu, kata Yasonna, bisa menyebabkan Orient memiliki kewarganegaraan ganda. Tetapi, Indonesia tak mengenal sistem kewarganegaraan ganda tersebut.

Ia juga telah diinformasikan Orient sudah mengajukan upaya untuk melepas status kewarganegaraan AS alias renunciation. "Tapi, katanya karena COVID-19 belum diproses. Namun, sampai sekarang Kementerian Hukum dan HAM belum memperoleh pengajuan permohonan pembatalan kewarganegaraan baik dari yang bersangkutan maupun lembaga resmi," tutur Yasonna. 

Di forum itu, Yasonna mengaku tidak bisa terburu-buru memutuskan status kewarganegaraan Orient. Sebab, bila keliru, maka ia bisa tak memiliki kewarganegaraan alias stateless. Hal itu bisa terjadi bila Pemerintah Negeri Paman Sam memproses pembatalan status WN AS dan otoritas di Indonesia mencabut status WNI nya. 

"Sedangkan, UU kita tak mengenal status stateless. Dulu pernah terjadi juga dalam kasus Archandra Tahar," ujarnya lagi. 

Baca Juga: Bupati Terpilih Sabu Raijua Mengklaim Dirinya 100 Persen WNI

2. Sejak awal pendaftaran pilkada, Orient Riwu sudah tak memiliki itikad baik

Punya Paspor AS dan RI, Orient Riwu Tak Jujur sejak Daftar PilkadaCalon bupati Sabu Raijua, Orient P. Riwu Kore (Facebook.com/Drs Orient P Riwu Kore & Ir Thobias Uly)

Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil mengatakan sejak awal pendaftaran pilkada di Kabupaten Sabu Raijua, Orient sudah tak memiliki itikad baik. Sebab, ia baru mengajukan proses pelepasan kewarganegaraan AS pada Agustus 2020, satu bulan jelang pilkada. 

Tetapi, menurut Fadli, masalah utamanya bukan soal pelepasan status kewarganegaraan Negeri Paman Sam. Poin utama terletak pada ketika Orient menerima status jadi WN AS maka secara otomatis status kewarganegaraan Indonesianya hilang. 

"Bila ia sekarang ingin melepas status WNA untuk kembali jadi WNI, maka ada mekanisme lainnya yang harus dilalui. Pertanyaannya, sudah melakukan itu belum," kata Fadli ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Kamis (18/3/2021). 

Dari sana, ujar Fadli sudah bisa diduga Orient tak jujur karena sejak awal tidak terbuka terkait status kewarganegarannya. Padahal, ia ikut mendaftar kontestasi politik yang melibatkan kepentingan banyak orang. 

"Ia pasti juga sudah tahu bahwa untuk mengajukan diri sebagai calon (bupati) harus WNI. Itu kan syarat yang fundamental sekali," tutur dia lagi. 

3. Warga Sabu Raijua jadi korban karena hingga kini tak punya pemimpin

Punya Paspor AS dan RI, Orient Riwu Tak Jujur sejak Daftar Pilkada(Ilustrasi kepala daerah) IDN Times/Sukma Shakti

Menurut Fadli, tidak adil bila pemerintah masih gamang dan belum mengambil keputusan terkait status kewarganegaraan Orient P Riwu. Sebab, hingga kini, Kabupaten Sabu Raijua harus dipimpin oleh Sekretaris Daerah yang duduk sebagai pejabat pelaksana tugas (Plt). 

"Jadi, kalau sekarang melindungi dia (Orient) agar tidak stateless, ya kebijakan itu tidak tepat. Kan ada masyarakat Sabu Raijua juga yang menjadi pihak terdampak karena ketidakjujuran yang bersangkutan," ujarnya. 

Fadli juga mempertanyakan apakah Orient sudah pernah memikirkan ada peluang ia menjadi stateless ketika menerima status WN AS lalu mengembalikannya karena ingin ikut pilkada. Sebagai pejabat publik, menurut Fadli, Orient seharusnya tahu semua prosedur yang harus dilalui saat mengikuti pilkada. 

4. Pemerintah lambat putuskan status kewarganegaraan Orient karena tak berani tanggung konskuensinya

Punya Paspor AS dan RI, Orient Riwu Tak Jujur sejak Daftar PilkadaMenteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly ketika raker dengan komisi III DPR pada 17 Maret 2021 (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Menurut Fadli, alasan mengapa Kemenkum HAM, Kemendagri dan KPU lambat menentukan sikap terhadap peristiwa Orient karena mereka diduga tak mau menanggung konsekuensinya. Padahal, publik berharap permasalahan ini bisa segera rampung. 

"KPU nya kan gak berani, Kemendagrinya kan melempar ke Kemenkum HAM, Kemenkum HAM juga tidak melakukan eksekusi apa-apa. Mereka malah menunggu keputusan dari MK. Ini aneh. Padahal, mereka bisa bersinergi untuk mengambil satu keputusan," ungkap Fadli. 

Saat ini, Fadli melanjutkan, publik tengah menanti apa sikap pemerintah terhadap individu yang sempat menjadi WN AS lalu ikut kontestasi politik seperti pilkada. Tetapi, malah tak ada sikap apapun. 

Ia menilai pemerintah seharusnya tak perlu menunggu keputusan dari MK untuk memutus perkara hasil pilkada di Sabu Raijua. Sebab, permasalahannya sudah jelas. 

Namun, ia tetap berharap MK bisa memutus perkara Pilkada Sabu Raijua secara proporsional dan adil. Putusan MK, kata Fadli, sangat mungkin menganggap hasil pilkada di Sabu Raijua tidak sah sehingga harus diulang hingga bupati terpilih didiskualifikasi.

"Atau bisa saja MK merasa sudah tidak lagi memiliki kewenangan mengadili karena proses pengajuan perkaranya kan sudah lewat dari tanggal yang ditetapkan. Tapi, kita tunggu saja putusan dari MK seperti apa," ujarnya.  

Baca Juga: Bupati Terpilih Sabu Raijua Punya Paspor AS, PDIP: Kami Kecolongan

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya