Saat Mereka yang Pro dan Menentang Pansel Capim Bertemu di Gedung KPK

Seleksi capim baru diduga memicu konflik cicak VS buaya

Jakarta, IDN Times - Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di penghujung bulan Agustus 2019 terlihat lebih ramai dari biasanya. Ratusan orang dari berbagai elemen termasuk internal KPK menyampaikan suara mereka untuk menentang masuknya capim yang bermasalah ke dalam tubuh institusi antirasuah. Upaya itu diduga merupakan skenario untuk melemahkan KPK. 

KPK dikhawatirkan akan berubah menjadi institusi pencegahan korupsi dan bukan lagi memberantas rasuah. Aksi yang disebut "Cicak VS Buaya 4.0" itu digelar di depan area lobi KPK pada Jumat (30/8) pukul 14:00 WIB. 

Aksi ini diinisiasi oleh elemen masyarakat sipil yang menamakan diri Koalisi Kawal Capim KPK dan Wadah Pegawai. Penolakan terhadap pansel capim KPK semakin menguat lantaran proses seleksi sudah memasuki tahap akhir. Pansel telah melakukan uji publik dan wawancara terhadap 20 nama capim KPK. 

Hasilnya, masih ditemukan nama capim bermasalah yang lolos ke tahap tersebut. Kendati tidak disebut secara terbuka, namun mereka telah mengindikasikan capim dari institusi kepolisian dan kejaksaan memiliki rekam jejak buruk. Dua di antaranya adalah Irjen (Pol) Firli Bahuri dan Irjen (Pol) Antam Novambar. 

Pada Senin (2/9) sekitar pukul 15:30 WIB, pansel dijadwalkan akan bertemu Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan menyerahkan 10 nama capim terpilih. 

Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo mewanti-wanti kepada Jokowi agar nama yang diserahkannya ke komisi III DPR kembali diseleksi. 

"Kenapa? Karena untuk pansel sendiri kami sudah pesimis. Untuk pansel, kami menyatakan pekerjaan mereka sudah selesai karena tugas akhir mereka hanya membantu menyaring. Sesuai dengan UU, tugas akhir terletak di bahu Pak Jokowi," kata Yudi pada Jumat kemarin ketika berorasi. 

Selama berorasi di depan gedung KPK, elemen masyarakat sipil turut membawa poster dan spanduk berisi narasi capim yang telah melanggar kode etik masuk lagi ke institusi antirasuah. Hal itu diperkuat dengan poster berisi petisi penolakan yang pernah diinisiasi oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana. Di poster tersebut, sudah ada 70 ribu orang yang ikut berpartisipasi dan menandatangani. 

Namun, ketika mereka tengah berorasi, dari luar gedung KPK datang massa tandingan. Mereka justru berunjuk rasa untuk menyuarakan dukungannya terhadap kinerja pansel. Nah, lho! Apa kata mereka soal pansel capim KPK? 

1. Massa yang diduga dibayar ikut datang menggeruduk gedung KPK

Saat Mereka yang Pro dan Menentang Pansel Capim Bertemu di Gedung KPK(Demonstran diduga bayaran membentangkan spanduk dukung pansel capim KPK) Screen shot Youtube Jakartanicus

Massa yang menamakan diri Korps Merah Putih tiba-tiba datang pada Jumat (30/8). Dari luar gedung KPK, mereka turut menyampaikan aspirasi agar publik tetap mendukung kinerja pansel capim. 

Massa sempat memaksa masuk ke dalam gedung KPK, namun dihalau oleh sejumlah personel polisi. Selain berorasi, massa juga sempat melakukan aksi bakar ban. Menurut pengamatan aktivis queer feminis, Lini Zurlia yang ikut berorasi di gedung KPK, orator dari massa sempat mengancam agar peristiwa yang terjadi di Ciamis, di mana polisi ikut dibakar massa hingga tewas, tak lagi terulang. IDN Times telah meminta izin kepada Lini untuk menggunakan foto dan videonya yang diunggah ke media sosial. 

Di dalam orasinya, massa menuntut beberapa hal, salah satunya agar organisasi yang menaungi pegawai yakni Wadah Pegawai segera dibubarkan. 

"Bubarkan WP (Wadah Pegawai)," teriak salah seorang orator sambil membawa poster 'WP Bukan Penguasa KPK.

Namun, diduga massa tersebut dibayar oleh pihak tertentu. Hal itu terungkap dari video yang diunggah oleh akun Jakartanicus pada (30/8) lalu. Ketika beberapa pemuda didekati dan ditanya apa yang tengah mereka perjuangkan, segerombolan pemuda justru malah menjauh. 

"Cerita awalnya, saya sempat ditanya mau ikut demo gak? Saya tanya lagi demo di mana? Dijawab di Kuningan (KPK). Kalau ditanya demo (mengenai) apa, saya juga gak tahu," tutur seorang perempuan yang ditanya di dalam video tersebut. 

Sedangkan, seorang pemuda yang menyebut namanya Hamzah juga mengaku tak tahu demonstrasi apa yang ia ikuti. 

"Saya hanya ikut-ikutan saja. Dapat duitlah Rp35 ribu," kata Hamzah. 

https://www.youtube.com/embed/VjkaE-afHiA

Adanya massa yang diduga dibayar ini sudah diketahui pula oleh pihak koalisi kawal capim KPK. Namun, mereka memilih tetap fokus untuk mengawal proses seleksi hingga di tahap akhir. 

Baca Juga: Tak Hiraukan Masukan Publik, Jokowi Didesak Evaluasi Pansel Capim KPK

2. Aksi penyampaian aspirasi cicak VS buaya 4.0 tidak dihadiri oleh satu pun pimpinan KPK aktif

Saat Mereka yang Pro dan Menentang Pansel Capim Bertemu di Gedung KPK(Aksi cicak vs buaya 4.0) Dokumentasi Humas KPK

Sayang, di dalam aksi yang digelar pada Jumat kemarin, tidak diikuti oleh satu pun pimpinan. Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang tengah berada di luar kota. Namun, sisa empat komisioner lainnya berada di Jakarta. Kehadiran pimpinan diwakilkan oleh penasihat yang juga sempat ikut dalam proses seleksi, Mohammad Tsani Annafari. 

Di hadapan ratusan peserta aksi kemarin, Tsani menyampaikan empat pimpinan lainnya tidak bisa ikut turun karena tengah melakukan ekspos gelar perkara. 

"Mereka semua tetap mendukung kita semua tetapi mengutamakan tugas karena ada ekspos kasus sehingga hari ini saya yang harus keluar," kata Tsani ketika berorasi. 

Ia juga memastikan seluruh pegawai KPK mendukung aksi orasi cicak vs buaya 4.0. Tsani gugur di tahap psikotest ketika ikut seleksi capim 2019. Namun, dalam diskusi yang digelar pada Rabu (28/8) ia mengaku bersyukur lantaran tidak lolos dalam seleksi capim tahun ini. 

"Saya tidak mau disandingkan dengan capim bermasalah yang diloloskan oleh pansel," kata Tsani ketika itu. 

Ia turut mengingatkan kepada publik dan semua pegawai harus bersatu untuk mencegah capim bermasalah masuk ke dalam institusi antirasuah. 

"KPK tidak bisa sendirian, KPK butuh Anda semua. Kami berharap dukungan ini tidak akan putus sampai kapan pun. Setuju?," tanya Tsani lantang. 

Selain aktivis, terdapat pula jurnalis senior Najwa Shihab ikut dalam aksi tersebut. Namun, ia tidak ikut berbicara. 

3. Pegawai KPK kompak menentang capim bermasalah masuk, benarkah?

Saat Mereka yang Pro dan Menentang Pansel Capim Bertemu di Gedung KPKIDN Times/Tunggul Kumoro

Sayangnya, situasi di internal KPK diduga tidak satu suara. Jelang pansel capim menyerahkan nama akhir kandidat pimpinan KPK ke Presiden beredar sebuah surat yang ditulis oleh orang-orang yang mengklaim dirinya juga adalah pegawai institusi antirasuah. 

Surat yang tidak mencantumkan nama itu ditujukan kepada pansel capim KPK pada Kamis (29/8). Di dalam surat setebal tiga halaman itu, si penulis mengklaim pegawai KPK sama sekali tidak memiliki kepentingan dan kapasitas untuk menyampaikan pernyataan dalam bentuk apa pun terkait dengan proses seleksi capim KPK periode 2019-2023 yang kini tengah berjalan. Mereka mencoba mengklarifikasi beberapa hal yang selama ini bergema di ruang publik. 

Poin pertama yang mereka jelaskan, pihak yang ada di balik koalisi kawal capim KPK adalah Wadah Pegawai dan beberapa LSM, salah satunya Indonesia Corruption Watch (ICW). Di dalam surat itu, pihak yang mengklaim sebagai pegawai turut mencantumkan foto yang diambil dari kejauhan ketika beberapa peneliti ICW tengah bertemu dengan perwakilan Wadah Pegawai di kantin KPK. 

"Pertemuan itu salah satunya terjadi pada Kamis (29/8) sekitar pukul 17:00 WIB. Yang mengejutkan bahwa untuk biaya makan dan konsumsi pada saat di kantin itu dibayari oleh salah satu oknum Wadah Pegawai. Ada pun pertemuan itu kemudian dilanjutkan di dalam perpustakaan KPK yang ada di lantai lobi KPK hingga berakhir sekitar pukul 22:00 WIB," demikian isi surat tersebut yang dibaca oleh IDN Times

Pertemuan, kata si penulis, diduga untuk membahas aksi cicak VS buaya 4.0 yang digelar pada Jumat kemarin. 

Poin kedua, pada hari Kamis, oknum Wadah Pegawai menyebar petisi ke semua lantai di gedung KPK untuk ditandatangani oleh pegawai institusi antirasuah. Hal itu, kata si pembuat surat, bertentangan dengan pernyataan penasihat KPK bahwa sudah ada 500 tanda tangan dari pegawai KPK yang menyatakan keberatan mereka apabila Irjen (Pol) Firli Bahuri kembali masuk ke sana. 

"Sehingga, jelas sebenarnya pihak yang mengatas namakan diri mereka sebagai koalisi kawal capim KPK tidak lebih dari kepanjangan tangan Wadah Pegawai yang menggunakan jejaring NGO untuk menyuarakan kehendak mereka," kata si pembuat surat. 

Poin ketiga, salah satu alasan mengapa Firli ditolak kembali masuk ke KPK karena ia dinilai telah menyumbat perkara besar di institusi antirasuah. Padahal, menurut mereka, Firli menilai ada beberapa kasus yang justru dipaksakan naik ke tahap penyidikan. 

"Firli Bahuri berbeda pendapat dan menyampaikan kasus tersebut belum cukup bukti untuk naik ke tahap penyidikan," kata dia lagi. 

Surat terbuka itu diduga ditulis oleh penyidik KPK yang berasal dari unsur kepolisian. Sudah bukan rahasia lagi penyidik di KPK terbagi menjadi dua kubu yakni yang direkrut secara internal dan diambil dari kepolisian serta kejaksaan. 

Lalu, apa komentar Ketua Wadah Pegawai, Yudi Purnomo mengenai surat kaleng itu? Ia mengaku tak ambil pusing. 

"Saya tidak perlu menanggapi hal itu, karena kan tidak ada nama di dalam surat itu, walau mengaku menjadi bagian dari pegawai KPK. Surat itu kan bisa dibuat oleh siapa saja," kata Yudi melalui pesan pendek kepada Sabtu (31/8). 

Lagipula, gerakan penolakan capim KPK bermasalah, kata Yudi,  sudah semakin meluas. Bukan saja diiniasi oleh Wadah Pegwai, tapi juga oleh tokoh-tokoh nasional. 

4. Harapan terakhir ada di Presiden Joko Widodo

Saat Mereka yang Pro dan Menentang Pansel Capim Bertemu di Gedung KPKIDN Times/Margith Juita Damanik

Kini, harapan terakhir ada di pundak Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Sebab, Jokowi akan menyerahkan nama capim KPK yang diseleksi oleh pansel ke anggota Komisi III untuk dilakukan uji kepatutan dan kelayakan. DPR sudah ancang-ancang menargetkan uji kepatutan tersebut digelar pada bulan September. Namun, berapa pun nama yang dikirim ke anggota komisi III, itu semua menjadi hak prerogatif Jokowi. 

Itu sebabnya koalisi kawal capim KPK mendorong mantan Gubernur DKI Jakarta itu untuk bersikap berani mencoret nama kandidat yang bermasalah. Hal itu disampaikan oleh koalisi masyarakat sipil antikorupsi melalui aksi mereka pada Minggu (1/9) di acara Car Free Day. 

"Kami meminta Presiden Jokowi untuk mendengarkan masukan publik sebelum menentukan 10 nama kandidat. Presiden perlu menyaring ulang calon pimpinan hasil pansel dengan mempertimbangkan rekam jejak kandidat," kata perwakilan koalisi masyarakat sipil antikorupsi melalui keterangan tertulis pada hari ini. 

Bahkan, mereka juga menyarankan agar Presiden mengoreksi hasil kinerja pansel yang mengabaikan masukan mengenai data rekam jejak kandidat. Padahal, KPK sudah mengundang pansel agar datang ke gedung Merah Putih di Kuningan untuk melihat dengan mata kepala mereka sendiri bukti yang menyebut capim tertentu bermasalah. Ketua pansel capim KPK, Yenti Garnasih mengaku mereka sibuk lantaran harus menyerahkan 10 nama kandidat ke Jokowi pada Senin (2/9). 

"Pansel tidak bisa datang karena pansel punya agenda yang telah diatur, dan waktunya terjadwal dan mepet," kata dia seperti dikutip dari Antara pada Kamis pekan lalu. 

Kira-kira Presiden Jokowi akan mendengarkan masukan publik ya gak, guys

Baca Juga: Diundang KPK untuk Cek Rekam Jejak, Pansel Capim Emoh karena Sibuk

Topik:

Berita Terkini Lainnya