Sambangi PBNU, Tim Khusus Minta Input Penyelesaian Kasus HAM Masa Lalu

Keppres TPP HAM berlaku hingga 31 Desember 2022

Jakarta, IDN Times - Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (TPP HAM) pada Selasa, (27/12/2022) berdialog dengan para kiai Jawa Timur dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). TPP HAM hadir dipimpin langsung oleh ketuanya, mantan Duta Besar RI untuk PBB, Makarim Wibisono.

Mereka ingin menggali masukan dari organisasi keagamaan, termasuk PBNU. Apalagi masa kerja tim tersebut akan berakhir pada pekan ini. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD turut serta dalam kunjungan ke PBNU. 

Dalam audiensinya tersebut, Mahfud menjelaskan tim khusus itu bekerja atas nama bangsa. Fokus dari tim itu yakni untuk membebaskan negara dari sandera masa lalu. 

"Selain itu, pengakuan dan upaya pemulihan dari negara menjadi hal yang penting bagi para korban pelanggaran HAM yang berat," ungkap Mahfud di dalam keterangan tertulis pada hari ini. 

Sesuai dengan aturan pembentukannya, Keputusan Presiden nomor 17 tahun 2022, TPP HAM bertugas memberikan rekomendasi kepada pemerintah soal langkah pemulihan bagi para korban. Selain itu, tim tersebut turut merekomendasikan langkah penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu tanpa melalui jalur hukum. 

Mahfud mengatakan sejauh ini sudah ada draf rekomendasi terkait rehabilitasi fisik korban, hak sosial, hingga pendidikan bagi korban. Namun, draf tersebut masih terus digodok. 

Di dalam kunjungannya ke pondok pesantren PBNU yang dipimpin Kyai Miftahul Akhyar, Mahfud membantah bahwa TPP HAM dibentuk lantaran pemerintah tak ingin menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu lewat jalur hukum. Apakah rekomendasi TPP HAM yang nantinya diberikan ke pemerintah bakal memberikan rasa adil bagi keluarga korban?

1. Menko Mahfud sebut penyelesaian yudisial pelanggaran HAM berat tetap jalan

Sambangi PBNU, Tim Khusus Minta Input Penyelesaian Kasus HAM Masa LaluMenteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD ketika audiensi dengan PBNU dan bahas kasus pelanggaran HAM tahun 1965. (Dokumentasi Kemenko Polhukam)

Lebih lanjut, Mahfud turut menegaskan bahwa penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lalu tetap dilakukan. Hal tersebut, kata dia, menjadi kewajiban penegak hukum.

Proses penyelidikannya dilakukan oleh Komnas HAM. Sementara, penyidikan dan penuntutannya dilakukan oleh Kejagung. 

"Proses persidangannya dilakukan di pengadilan HAM," kata Mahfud. 

Ia menyebut pemerintah tak bisa ikut campur dalam proses penegakan hukumnya. Termasuk ketika pengadilan HAM di Makassar memutuskan untuk menjatuhkan vonis bebas bagi terdakwa tunggal di kasus pelanggaran HAM berat di Paniai, Mayor (Purn) Isak Sattu. 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga menyebut tak ada niat dari pemerintah menempuh upaya non yudisial sebagai cara untuk menghidupkan kembali ajaran komunisme. Ajaran tersebut, kata Mahfud, sudah tak bisa berkembang lantaran masih dilarang oleh negara. 

"Larangan penyebaran ideologi komunisme, marxisme dan lenimisme sudah dilarang dan diatur di dalam TAP MPRS nomor XXV/MPRS/1966. Itu sudah final dan tidak dapat diganggu gugat kembali," ujarnya lagi. 

Baca Juga: Jokowi Sudah Teken Keppres untuk Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat 

2. Keluarga korban pelanggaran HAM berat tolak penyelesaian di luar jalur hukum

Sambangi PBNU, Tim Khusus Minta Input Penyelesaian Kasus HAM Masa LaluPoster yang dibawa KontraS yang gambarkan para pejabat militer di pemerintahan Jokowi yang terlibat pelanggaran HAM berat (Dokumentasi KontraS)

Sementara, Sumarsih, ibunda Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan), menolak tegas kasus-kasus pelanggaran HAM berat 1998 bisa diselesaikan di luar jalur pengadilan. "Karena itu melanggengkan impunitas," ungkap Sumarsih kepada media pada Mei 2022 lalu.

Ia juga mengatakan dengan berjuang menuntut penegakan hukum berarti melanjutkan perjuangan para mahasiswa yang meninggal dunia menuntut penegakan hukum pada 1998 lalu. "Kami masih akan terus berjuang sampai Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan juga nilai-nilai kemanusiaan," kata dia. 

"Karena bagi saya pribadi dan keluarga korban yang lain, yang sudah meninggal sudah meninggal, tapi jangan sampai terjadi keberulangan. Untuk mencegah terjadinya keberulangan ya tidak ada cara lain yaitu dengan membuat jera atau menghukum orang yang bersalah, harus lewat hukum," tutur dia lagi. 

3. Daftar 12 kasus pelanggaran HAM berat yang penyelidikannya sudah dituntaskan di Komnas HAM

Sambangi PBNU, Tim Khusus Minta Input Penyelesaian Kasus HAM Masa LaluKeterangan pers hasil tes wawancara Pansel Calon Anggota Komnas HAM 2022-2027 oleh Panitia seleksi calon anggota Komnas HAM RI, Prof. Dr Makarim Wibisono (dok. Humas Komnas HAM)

Berikut adalah 12 kasus pelanggaran HAM berat yang penyelidikannya sudah dituntaskan oleh Komnas HAM. Berkasnya pun telah diserahkan ke Kejaksaan Agung:

  1. Peristiwa 1965-1966
  2. Penembakan misterius pada 1982-1985
  3. Peristiwa Talangsari, Lampung pada 1989
  4. Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II pada 1998-1999
  5. Peristiwa Kerusuhan Mei pada 1998
  6. Peristiwa penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998
  7. Peristiwa Wasior dan Wamena, Papua pada 2002-2003
  8. Peristiwa pembantaian dukun santet di Banyuwangi, Jawa Timur pada 1999
  9. Peristiwa Simpang KAA, Aceh pada 1999
  10. Peristiwa Jambu Keupok, Aceh pada 2003
  11. Peristiwa Rumah Geudong, Aceh pada 1989
  12. Peristiwa Paniai, Papua pada 2014

Baca Juga: Begini Progres Penyelesaian 13 Pelanggaran HAM Berat 

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya