Setelah Rafale, Indonesia Berencana Boyong 36 Jet Tempur F-15 dari AS

Indonesia tinggal menunggu keputusan dari Kongres AS

Jakarta, IDN Times - Usai memboyong enam unit jet tempur Rafale buatan Prancis, Indonesia juga berencana membeli jet tempur F-15 produksi Boeing dari Amerika Serikat. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat sudah memberikan lampu hijau untuk pembelian 36 jet tempur F-15ID ke Indonesia. Kini prosesnya tinggal menanti persetujuan dari Kongres Negeri Paman Sam. 

Dikutip dari situs resmi Defense Security Cooperation Agency (DSCA), Senin (14/2/2022) nilai kontrak pembelian 36 jet tempur dan peralatannya diperkirakan mencapai US$13,9 miliar atau setara Rp199,1 triliun. Kementerian Pertahanan AS mengatakan dengan adanya pengajuan penjualan alutsista ini akan mendukung tujuan kebijakan luar negeri dan keamanan Negeri Paman Sam. 

AS berharap dengan adanya penjualan ini juga bisa meningkatkan keamanan dan kemajuan ekonomi di kawasan Asia Pasifik. "Maka, menjadi penting bagi kepentingan nasional AS untuk membantu Indonesia dalam membangun dan mempertahankan kemampuan pertahanan yang kuat serta efektif," kata Pentagon di dalam situs resmi mereka. 

Pentagon juga menyebut kontraktor utama dari pembelian jet tempur ini yakni Boeing Company. Mereka pun menyadari biasanya pembeli akan meminta ada komponen lokal yang digunakan atau istilahnya disebut offset

"Kesepakatan offset apapun akan dilakukan usai negosiasi antara pembeli dan kontraktor," ujar mereka lagi. 

IDN Times meminta konfirmasi kepada juru bicara Menhan, Dahnil Anzar Simanjuntak terkait rencana pembelian 36 jet tempur F-15ID tersebut. Namun, Dahnil mengatakan belum bisa berkomentar banyak soal hal itu. 

"Saya belum bisa berkomentar mengenai apapun terkait hal itu," ungkap Dahnil pada Minggu, 13 Februari 2022 melalui pesan pendek. 

Rencana pembelian ini sudah sempat disampaikan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), Marsekal Fadjar Prasetyo kepada media pada akhir Desember 2021 lalu. Apakah jet tempur F-15ID sudah ideal untuk menjaga kedaulatan wilayah udara Indonesia?

Baca Juga: Mahfud: Pemerintah Perkarakan Satelit Kemenhan Berdasarkan Audit BPKP

1. Indonesia sangat butuh kehadiran 10 hingga 12 skadron tempur

Setelah Rafale, Indonesia Berencana Boyong 36 Jet Tempur F-15 dari ASIlustrasi jet tempur F-15EX produksi Boeing yang bakal diboyong oleh Indonesia (www.boeing.com)

Dalam pandangan, analis militer dari Lab 45, Andi Widjajanto, yang dilakukan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto telah sesuai dengan Renstra Pertahanan hingga 2024 mendatang. Ia menjelaskan ketika renstra disusun oleh Menhan Juwono Sudarsono, tertulis bahwa Indonesia membutuhkan 10 hingga 12 skadron tempur.

Satu skadron tempur idealnya berisi 12 hingga 24 pesawat. Tetapi, hal itu disesuaikan dengan kemampuan masing-masing negara. Artinya, idealnya Indonesia memiliki 120 jet tempur. 

"Sementara, saat ini kita baru memiliki 3 skadron tempur yang siap beroperasi. Kalau dirinci ada 2 F-16, Sukhoi Su-27 dan Sukhoi Su-30. Jadi, kalau nanti Rafale tiba bisa menambah 3 skadron lagi," ungkap Andi kepada media pada Sabtu, 12 Februari 2022. 

Menurut Andi, Indonesia mendesak butuh penambahan jet tempur. Sebab, wilayah udara yang harus dijaga di Indonesia seluas wilayah udara Amerika Serikat. Sementara, Indonesia diketahui memiliki empat titik panas yang harus dijaga yaitu Malaka, Natuna Utara, Ambalat, Biak serta Arafuru. 

"Jadi, pesawatnya nanti akan disebar di 6 pangkalan udara yang akan dikendalikan oleh tiga komando operasi udara. Memang sejak awal pendekatannya itu berbasis kapabilitas," tutur dia lagi.

Baca Juga: Yes! Indonesia Sepakat Beli 6 Jet Tempur Prancis Rafale

2. Pembelian jet tempur F-15EX rencananya untuk gantikan F-5 yang sudah tua

Setelah Rafale, Indonesia Berencana Boyong 36 Jet Tempur F-15 dari ASIlustrasi jet tempur F-15EX produksi Boeing yang bakal diboyong oleh Indonesia (www.boeing.com)

Andi menambahkan, pembelian F-15EX rencananya untuk menggantikan F-5 yang juga buatan Negeri Paman Sam. Sedangkan, fungsi dari pembelian Rafale untuk penambahan skadron tempur baru. 

"Semula, yang difungsikan untuk menggantikan F-5 di era Ryamizard Ryacuddu adalah Sukhoi. Tetapi, tidak berlanjut lantaran ketidaksepakatan soal imbal dagang," kata dia. 

Ia menjelaskan pendekatan yang dibangun untuk menyusun Renstra 2024 bukan berbasiskan ancaman, tetapi kapabilitas menutup ruang udara yang terdapat empat titik panas. Bila celah itu tidak segera ditutup, maka bila ada pihak asing yang menerabas wilayah udara Indonesia, TNI AU tidak akan mampu berbuat banyak. 

"Saat ini kan posisi terdekat misalnya untuk menjaga Natuna harus ditarik dari Hasanuddin. Itu jaraknya jauh sekali bila terjadi sesuatu di Natuna," ungkapnya. 

Andi mengatakan berdasarkan pengamatannya, Menhan Prabowo sejak awal sudah fokus kepada empat jenis jet tempur termasuk KFX yang diproduksi bersama Korea Selatan dan Rafale. Semula, Indonesia menginginkan untuk membeli jet tempur terbaru yakni F-35. 

Namun, menurut Pemerintah AS, Indonesia belum bisa membeli jet tempur generasi 5 itu. Mereka harus membeli lebih dulu pesawat generasi 4,5. F-15EX ini dianggap kandidat ideal. 

3. Prabowo pilih Rafale karena Prancis bersedia lakukan transfer teknologi

Setelah Rafale, Indonesia Berencana Boyong 36 Jet Tempur F-15 dari ASMenteri Pertahanan Prabowo Subianto ketika menerima Menteri Angkatan Bersenjata Prancis, Florence Parly (kanan) di kantor Kemenhan pada Kamis, 11 Februari 2022. (www.instagram.com/@kemhanri)

Sementara, dari sudut pandang Andi, tidak mudah bagi Prabowo akhirnya membeli jet tempur Rafale. Ia sempat menjajaki pembicaraan dengan Austria untuk membeli Eurofighter Typhoon. Sayangnya, tidak tersedia pesawat baru. 

"Selain itu, konsorsium Eurofighter tidak memiliki kemungkinan untuk memindahkan fasilitas perawatannya ke Indonesia. Sehingga, opsi itu didrop," ungkap Andi. 

Maka, Prabowo melirik ke Rafale buatan Prancis. Dengan Prancis, Indonesia tidak saja meneken kesepakatan pertahanan, tetapi juga kesepakatan offset dan pendirian fasilitas pemeliharaan bersama dengan PT Dirgantara Indonesia (DI). 

"Hal ini sesuai dengan UU Pertahanan, di mana pemerintah wajib bila membeli alutsista diikuti dengan pengadaan offset, transfer teknologi hingga imbal dagang. Tujuannya untuk memperkuat industri pertahanan Indonesia," kata dia lagi. 

Baca Juga: TNI AU Tak Lanjut Pesan Sukhoi, Lirik Jet Tempur Rafale dan F-15 EX 

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya