Setya Novanto Pilih Cicil Bayar Uang Pengganti

Novanto wajib membayar uang pengganti USD 7,3 juta

Jakarta, IDN Times - Terpidana kasus mega korupsi pengadaan KTP Elektronik, Setya Novanto sudah hampir satu bulan mendekam di Lapas Sukamiskin, Bandung. Walaupun begitu, masih ada kewajiban yang belum ia lakukan sebagai terdakwa yakni membayar uang pengganti kepada negara. 

Berdasarkan putusan majelis hakim, Novanto dikenai hukuman untuk membayar denda senilai Rp 500 juta dan uang pengganti sebesar USD 7,3 juta. Menurut kuasa hukum Novanto, Firman Wijaya, kliennya telah membayar lunas denda senilai Rp 500 juta. Sedangkan, untuk uang pengganti, pihaknya meminta untuk dicicil. 

Lho kok dibayarnya dicicil? Sebab, dilihat dari harta kekayaannya, Novanto sangat mampu untuk melunasi pembayaran uang pengganti tersebut. Uang pengganti ini adalah dana yang harus dibayarkan kembali ke negara karena terbukti diterima Novanto dari proyek pengadaan KTP Elektronik. 

Lalu, apa alasan Novanto mencicil uang pengganti? 

1. Masih menunggu kesepakatan nilai kurs yang dibayarkan

Setya Novanto Pilih Cicil Bayar Uang PenggantiANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Kuasa hukum Novanto, Firman Wijaya yang dihubungi oleh IDN Times pagi ini mengatakan saat ini pihaknya tengah menunggu kesamaan persepsi soal kurs dollar yang akan digunakan. Sebab, peristiwa tindak kejahatan itu terjadi tahun 2011. Sementara, kurs dollar ketika itu sudah berbeda nilainya dengan tahun ini. 

"Nilai dollar yang ditetapkan untuk dibayar itu harus senilai ketika peristiwa tindak kejahatan itu terjadi. Kan pasti berbeda, kurs dollar ketika itu," ujar Firman di ujung telepon. 

Kalau diubah ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs dollar hari ini per satu dollar Rp 13.667, maka total yang harus dibayarkan mencapai sekitar Rp 99,84 miliar. Sementara, kalau dilihat total kekayaan Setya Novanto mencapai Rp 114 miliar dan USD 49.150. Data itu merujuk ke Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Novanto yang disetor ke Komisi Pemberantasan Korupsi. 

Kesimpulannya? Ya, dia punya dana yang lebih dari cukup unutk membayar uang pengganti itu sekaligus. Tetapi, pihak Novanto tetap bersikukuh dan menginginkan ada pihak ketiga yang menjadi rujukan nominal yang dibayarkan. 

"Sejauh ini belum ada rujukan harus ke institusi mana yang bisa memberikan pendapat, apakah itu OJK, Kementerian Keuangan atau BPK. Karena ini terkait penggantian uang negara, jadi harus ada kepastian, jangan sampai kurs yang digunakan keliru, apakah itu yang dibayarkan kekurangan atau kelebihan," kata Firman lagi. 

2. Setya Novanto sudah mulai membayar cicilan pertama USD 100 ribu

Setya Novanto Pilih Cicil Bayar Uang PenggantiANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Firman turut mengonfirmasi kalau kliennya sudah menunjukkan itikad baik dengan mulai membayar cicilan pertama uang pengganti tersebut ke negara yakni sebesar US$ 100 ribu. Ia mengaku gak ingat kapan kliennya melakukan pembayaran cicilan pertama. 

"Teknisnya sudah kami sepakati sejak kepindahan Pak Novanto ke Lapas Sukamiskin. Itu kan menunjukkan wujud dan iktikad baik dari Beliau sambil kami menunggu salinan putusan resmi," kata dia. 

Selain membayar cicilan pertama USD 100 ribu dan denda, Novanto juga sudah mengembalikan uang senilai Rp 5 miliar ke rekening KPK. Pembayaran nominal terakhir sudah dilakukan saat persidangan masih berjalan. 

Alasan lain mengapa Novanto memilih untuk membayar uang pengganti dengan mencicil karena masih menunggu aspek pembuktian untuk sidang terdakwa Anang Sugiana dan dua tersangka lainnya. 

"Sebab, kan ketika Pak Novanto bersaksi untuk terdakwa Anang, ditemukan juga aliran dana ke Made Oka Masagung dan Irvanto Hendra Pambudi," tutur dia. 

3. Setya Novanto belum terpikir mengajukan Peninjauan Kembali

Setya Novanto Pilih Cicil Bayar Uang PenggantiANTARA FOTO/Adam Bariq

Sementara, ketika ditanya apakah kliennya terpikir mengajukan Peninjauan Kembali sama seperti terpidana kasus korupsi lainnya, Firman menepisnya. Menurut dia, hal tersebut gak mungkin dilakukan, karena hingga saat ini, pihaknya belum menerima salinan putusan dari PN Tipikor Jakarta Pusat.

"Belum terpikir lah (untuk mengajukan PK). Wong, salinan putusannya saja belum diterima," kata dia.

Lagipula menurut Firman, kliennya tengah menunjukkan wujud tanggung jawabnya kepada negara dengan menjalani vonis 15 tahun di Lapas Sukamiskin.

Topik:

Berita Terkini Lainnya