Mengintip Tradisi Unik Wihara Tertua di Jakarta

Wihara Dharma Bakti jadi saksi sejarah Geger Pecinan

Jakarta, IDN Times -  Indonesia memiliki beranekaragam suku dan budaya. Setiap bangunan rumah ibadah juga mengandung unsur kekayaan budaya Nusantara. 

Satu minggu sebelum Imlek, saya berjalan mengitari kawasan Pantjoran, Glodok. Bagi sebagian warga Jakarta mungkin ini tempat ibadah yang bukan asing lagi, apalagi wihara ini yang sudah berdiri sejak 1600-an. Wihara Dharma Bakti namanya.

Berlokasi di Jalan Kemenangan III Nomor 13, Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat, bangunan kuno ini juga dipercaya masyarakat sebagai rumah ibadah tertua di Kota Jakarta.

Baca Juga: Jelang Imlek, Kopi Es Tak Kie Legendaris di Glodok Jadi Incaran Warga

1. Kekuatan Roh Patung Dewi Kwan Im di Wihara Dharma Bakti

Mengintip Tradisi Unik Wihara Tertua di JakartaSeorang warga berlutut sembahyang menghadap patung Dewi Kwan Im. IDN Times/Sherlina Purnamasari

Awalnya, wihara ini bernama Kwan Im Teng. Namun, wihara ini dipercaya sempat terbakar akibat pembantaian komunitas Tionghoa pada 1740, yang disebut peristiwa Geger Pecinan.

Puluhan patung yang mengisi wihara tua itu, salah satunya adalah Patung Dewi Kwan Im. Patung Dewi Kwan Im berhasil diselamatkan saat tragedi Geger Pecinan. 

Bahkan, pada 2015, saat kebakaran di Wihara Dharma Bakti, patung ini kembali berdiri kokoh.

Baca Juga: Saat Imlek, Umat Buddha Deli Serdang Doakan Pemilu 2024 Damai

2. Suasana di Wihara Dharma Bakti

Mengintip Tradisi Unik Wihara Tertua di JakartaWarga sembahyang mengelilingi seluruh patung dan memasang dupa. IDN Times/Sherlina Purnamasari

Memasuki wihara, saya perlu melewati sebuah gapura berwarna merah dan kuning yang bertuliskan Wihara Dharma Bakti. Di belakang wihara itu juga terdapat sebuah wihara kecil tempat warga mendoakan arwah-arwah keluarga yang telah meninggal dunia. 

Wihara ini dikelilingi pagar hitam dengan corak singa gelap bermata merah di atasnya. 

Hani, staf publikasi wihara mengatakan, bangunan rumah ibadah yang dibangun pada 1650 tersebut, memang yang tertua dan terlama di Jakarta. Tiga abad lamanya wihara itu berdiri kokoh di kawasan Glodok, Jakarta Barat.

Sebagai salah satu pengurus wihara, ia mengungkapkan beberapa persiapan yang sudah dilakukan di sana menjelang imlek kemarin.

“Kita sih ada ini ya, bersih-bersih pencucian patung, jadi kita bersihin, terus penggantian jubah Dewi Kwan Im seperti itu, terus ada pengecatan ulang biar lebih cerah, terus ganti apa lentera-lentera beberapa yang udah rusak,” kata Hani saat ditemui di Wihara Dharma Bakti, Glodok, Selasa (6/2/2024).

Persiapan tersebut juga menjadi tradisi tahunan wihara untuk memberikan kesan dan warna baru setiap imlek.

Wihara Dharma Bakti menganut penyembahan kepada Dewi Kwan Im, yang dipercaya sebagai Maha Pengasih dan Maha Pengampun (Goddess of Mercy) bagi kepercayaan Buddha. Dewi ini juga dinamakan dalam Bahasa Sanksekerta "Avalokitesvara" yang berarti Maha Mendengar. Umat Buddis yang menyembah Dewi Kwan Im membawa aliran Buddha Mahayana. 

Satu jam saya mengelilingi wihara tersebut dan menemukan banyak warga yang bersembahyang dengan khusyuk, di bawah patung Dewi Kwan Im.

Bak kehidupan yang diberkati berlimpah, masyarakat yang datang sampai bersujud dengan mata terpejam. Wihara itu benar-benar sunyi, hanya ada suara kecil yang terdengar seperti doa-doa yang dipanjatkan kepada Buddha.

Ritual dimulai dengan memasang dupa (hio) di area luar, tepatnya dalam sebuah bakul berisi lilin-lilin. Kemudian, para Buddhis mengelilingi jajaran patung yang memanjang di dalam wihara itu.

Baca Juga: Fakta Itsukushima Shrine, Kuil Jepang Perpaduan Buddha dan Shinto

3. Tradisi unik di Wihara Dharma Bakti

Mengintip Tradisi Unik Wihara Tertua di JakartaSembahyang leluhur umat Buddha. IDN Times/Sherlina Purnamasari

Salah seorang warga, Yani Sidharta, mengaku rutin sembahyang di wihara tersebut dua kali dalam setiap bulan. 

“Bentuknya berubah, dulu kan di belakang, sekarang di belakang lagi renovasi, jadi [tempat sembahyang] pindah ke atas,” ucap Yani saat ditanya IDN Times mengenai perubahan bentuk bangunan Wihara Dharma Bakti, Selasa, 6 Februari 2024.

Ada yang sembah sujud atau dinamakan dalam bahasa Khow Sou (叩首) dalam Bahasa Tionghoa. Hal ini menjadi ritual penting ketika sembahyang untuk memfokuskan hati umat kepada Sang Dewi. Tidak hanya itu, warga juga diberikan tempat untuk bersembahyang kepada leluhur. 

Selain untuk beribadah, wihara ini juga menjadi destinasi yang wajib dikunjungi wisatawan lokal dan mancanegara. 

Masyarakat yang beribadah di wihara tersebut juga memiliki tradisi kuno, meminta ramalan oleh seorang Suhu untuk membaca nasib dan peruntungan seseorang pada pergantian tahun. Tradisi ini dinamakan Ciam Si. 

“Ciam Si itu kayak kocok nomor, itu kan ada kayak satu kertas bacaannya artinya apa, itu biasanya ada Bahasa Mandarinnya sama bahasa yang lumayan puitis, nah biasanya mereka (pengunjung) nanya ke Suhu langsung buat dilihat artinya gimana,” jelas Hani. 

Pada 2024, Imlek 2575, Wihara Dharma Bakti menyelenggarakan Sembahyang Thai Swe kepada Dewa Li Seng. Uniknya, setiap warga dengan Shio berbeda perlu membawa buah tangan yang sudah ditetapkan dari wihara.

Shio naga, anjing, kerbau, dan kambing, diminta membawa tiga macam buah dan tiga macam kue. Kemudian, untuk shio tikus diminta membawa tahu, telur, dan samcan atau daging babi tiga lapis yang dimasak dengan kecap. Selanjutnya, shio monyet perlu membawa lima macam buah dan kue. Untuk shio macan, dapat membawa ayam, ikan, dan daging.

Baca Juga: 10 Fakta Wat Arun, Salah Satu Kuil Buddha Tertua yang Masih Berdiri

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya