Jakarta, IDN Times - Sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi rencana Kemenkum HAM yang hendak membebaskan lebih awal napi kasus korupsi malah mendua. Pernyataan yang disampaikan oleh pimpinan komisi antirasuah dengan juru bicara memiliki makna berbeda.
Kepada media melalui keterangan tertulis, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menilai rencana Kemenkum HAM untuk membebaskan lebih awal napi-napi kasus korupsi demi mencegah penyebaran virus corona, adalah kebijakan yang positif. Menkum HAM Yasonna Laoly berdalih napi kasus korupsi juga perlu dibebaskan lebih awal agar penyebaran virus Sars-CoV-2 tidak lebih masif di dalam lapas.
"Kami menanggapi positif ide Pak Yasonna dengan respons yang adaptif terhadap wabah COVID-19, mengingat kapasitas pemasyarakatan kita telah lebih dari 300 persen. Sehingga penerapan social distance untuk warga binaan dalam kondisi saat ini tidak memungkinkan. Mereka (dalam) kondisi sangat padat, sehingga jaraknya tidak memenuhi syarat pencegahan penularan COVID-19," tutur Ghufron pada Kamis (2/4).
Mantan Dekan Fakultas Hukum di Universitas Jember itu menggaris bawahi wacana untuk membebaskan napi koruptor lebih awal merupakan sikap yang mencerminkan empati kemanusiaan terhadap narapidana.
"Saya garis bawahi asal tetap memperhatikan aspek tujuan pemidanaan dan berkeadilan. Ini kan bukan kondisi remisi normal, ini respons kemanusiaan, sehingga kacamata kemanusiaan itu yang dikedepankan," kata dia lagi.
Lalu, mengapa sikap jubir KPK, Ali Fikri justru bisa berbeda? Bahkan, menurut dia perubahan sebuah aturan seharusnya dikaji lebih matang.