Ilustrasi. Warga mengikuti simulasi pemungutan suara di GOR Saparua, Bandung, Jawa Barat, Selasa (30/1/2024). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)
Sebelumnya, Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh, Said Salahudin mengaku mendapat informasi proses penghitungan suara di tingkat kecamatan dihentikan. Dia menyebut, kabar dihentikannya penghitungan suara dilakukan KPU pada Minggu (18/2/2024) sampai Selasa (20/2/2024).
Dia menekankan bahwa penghitungan suara yang dihentikan oleh KPU perlu ditinjau ulang.
"Kami terus menerima laporan dari banyak pengurus daerah yang menyampaikan bahwa proses rekap di kecamatan di stop oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) berdasarkan instruksi KPU RI dengan alasan sistem Sirekap eror," ujar dia pada Minggu (18/2/2024).
"Terus terang ini membuat kami bingung. Kenapa munculnya permasalahan pada Sirekap menyebabkan proses rekapitulasi harus ditunda? Padahal, Sirekap dan proses rekap merupakan dua entitas yang berbeda dan tidak boleh saling mempengaruhi satu sama lain," lanjutnya.
Dia menegaskan, Sirekap hanya instrumen untuk memenuhi asas keterbukaan informasi publik atas hasil pemilu sebagai bagian dari data publik yang berhak diketahui oleh masyarakat. Data Sirekap bukanlah data resmi hasil pemilu.
Sehingga, kata Said, apabila muncul masalah pada Sirekap, itu hanya kendala teknis yang sama sekali tidak akan mempengaruhi keabsahan hasil pemilu. Sebab, hasil resmi pemilu diperoleh dari proses rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan secara berjenjang dimulai dari tingkat kecamatan oleh PPK.
"Begitu pengaturannya menurut Undang-Undang Pemilu," tutur dia.
Oleh sebab itu, terkait munculnya masalah teknis pada Sirekap, KPU cukup memperbaiki sistem pengolahan data formulir model C.HASIL dari tiap TPS ke dalam sistem. Tidak perlu permasalahan Sirekap dikaitkan dengan proses rekapitulasi penghitungan suara di kecamatan yang dihentikan.
"Kesimpulannya, proses rekap tidak boleh dipengaruhi dan sama sekali tidak boleh didasari dari data di Sirekap, dan permasalahan yang muncul pada Sirekap tidak boleh mengganggu berjalannya proses rekapitulasi di tingkat kecamatan," tegasnya.
Dia menyarankan, agar permasalahan Sirekap tidak terus menjadi kendala, KPU bisa mengatasi dengan cara memerintahkan Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk menempelkan formulir model C.HASIL salinan di tiap desa/kelurahan agar masyarakat tetap bisa melihat hasil pemilu. Dengan cara ini, asas transparansi yang tidak bisa dipenuhi oleh Sirekap bisa dipenuhi oleh PPS.
Namun yang jadi permasalahan, hampir semua PPS tidak mau menempelkan formulir model C.HASIL salinan. Padahal, mengumumkan lembaran hasil pemilu oleh PPS adalah kewajiban yang tidak boleh diabaikan menurut ketentuan Pasal 391 UU Pemilu.
"Kalau formulir model C.HASIL salinan tidak ditempel, maka Pasal 508 UU Pemilu mengancam PPS dengan ancaman pidana kurungan selama 1 (satu) tahun ditambah denda sebesar 12 juta rupiah," imbuh dia.