menahan empat tersangka korupsi berupa pemerasan dan gratifikasi terkait pengurusan rencana penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (IDN Times/Aryodamar)
Modus serupa juga terjadi pada perkara pengurusan izin tenaga kerja asing (TKA) di Kemnaker.
Berdasarkan konstruksi perkara yang dirilis KPK, para pegawai di Direktorat Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) diduga memeras pemohon izin TKA. Caranya adalah dengan memberikan perlakuan berbeda kepada pihak-pihak yang telah menyerahkan uang dan yang belum.
Pemohon yang sudah memberikan atau menjanjikan uang, akan diberi tahu kekurangan berkas pengurusan perizinan TKA melalui WhatsApp. Sedangkan yang tidak memberikan uang tak akan diberi tahu kekurangannya, tidak diproses, atau diulur-ulur waktu penyelesainnya.
Pemohon yang tak diproses nantinya akan datang ke Kemnaker. Setelah itu pihak Kemnaker akan menyerahkan nomor rekening untuk menampung uang dari pemohon.
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) merupakan syarat yang harus dipenuhi TKA untuk memenuhi persyaratan lain terkait izin kerja dan tinggal di Indonesia. Apabila RPTKA tak diterbitkan, maka izin kerja dan tinggal TKA akan terhambat yang akan mengakibatkan denda Rp1 juta per hari, sehingga pemohon terpaksan menyerahkan sejumlah uang.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan delapan tersangka. Mereka adalah eks Dirjen Binapenta dan PKK 2020-2023 Suhartono, Staf Ahli Menaker yang juga mantan Dirjen Binapenta Haryanto, Eks Direktur PPTKA Wisnu Pramono, eks Koordinator Uji Kelayakan PPTKA Devi Angraeni, Pejabat Pembuat Komitmen PPTKA Gatot Widiartono, staf PPTKA Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan mantan staf PPTKA Alfa Ehsad.
Para tersangka diduga menerima uang pemerasan hingga Rp53,7 miliar. Selain dinikmati para tersangka, Rp8,9 miliar diantaranya juga dinikmati Pegawai Kemnaker.