Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
photo-collage.png.png
MY Esti Wijayanti dan Chriesty Barends (dok.Youtube Komisi X DPR RI)

Intinya sih...

  • Esty Wijayanti menuduh Fadli Zon tak peka terhadap korban perkosaan massal

  • Mercy Chriesty Barends memberi contoh pemerintah Jepang yang mengakui kasus Jugun Ianfu

  • Fadli Zon meminta maaf karena pernyataannya insensitif, namun kembali menyinggung perihal diksi massal

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi X DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, MY Esti Wijayanti dan Anggota Komisi X Mercy Chriesty Barends tak kuasa menahan tangis ketika rapat dengan Menteri Kebudayaan Fadli Zon. Hal itu terjadi ketika membahas polemik perkosaan massal dalam penulisan ulang sejarah.

Awalnya, Fadli Zon sedang menjelaskan perihal polemik tersebut. Namun, ia disanggah Esty yang terlihat sudah menangis.

Kaca mata yang ia gunakan tak mampu menutupi bengkak di bawah kedua matanya. Sambil menarik napas panjang, Esty mengatakan pernyataan Fadli Zon menyakitkan.

"Semakin Pak Fadli Zon ini bicara kenapa rasanya semakin sakit ya," ujarnya, Rabu (2/7/2025).

1. Fadli Zon dituding tak peka

MY Esti Wijayanti (dok.Youtube Komisi X DPR RI)

Esty menuding Fadli Zon tak peka terhadap masalah yang dihadapi korban. Menurutnya, penjelasan Fadli hanya akan membuat luka dalam bagi korban.

"ini menunjukkan Pak Fadli Zon tidak punya kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi korban perkosaan. Menurut saya penjelasan Bapak yang berteori seperti ini dengan mengatakan Bapak juga aktivis pada saat itu justru akan membuat luka dalam," ujarnya sambil menepuk-nepuk dadanya.

"Singkat saja pak. Jadi intinya memang peristiwa itu terjadi. Persoalan kemudian ada beberapa catatan yang bapak berikan tadi," lanjut Esty.

Belum selesai Esty bicara, Fadli Zon memotongnya. "Dalam penjelasan saya, saya mengakui terjadinya peristiwa itu," ujar Fadli Zon.

2. Mercy PDIP contohkan pemerintah Jepang akui Jugun Ianfu

Anggota Komisi X Mercy Chriesty Barends (dok. Youtube/Komisi X DPR RI)

Perdebatan itu kemudian ditengahi Pimpinan Komisi X dari Fraksi PKB, Lalu Hardian Irfani. Lalu mengatakan, Fadli Zon telah mengakui perkosaan massal itu ada, tapi menitikberatkan pada diksi massal tersebut.

Pernyataan itu langsung menginterupsi Mercy. Lalu pun mempersilakan Mercy bicara singkat.

Mercy memberi contoh kasus Jugun Ianfu dengan banyak perempuan Indonesia yang diperkosa. Tapi, pemerintah Jepang mengakui kasus itu, bahkan Duta Besarnya sampai meminta maaf.

"Pemerintah Jepang menerima semua, ini pemerintah Jepang! Duta Besarnya itu sampai begini (menunduk) terhadap kasus jugun ianfu," ujar Mercy sambil memperagakan menunduk.

"Kita bangsa sendiri kenapa begitu berat menerima ini?" lanjutnya.

Mercy pun menangis. Beberapa kali tangannya mengepal dan memukul meja.

"Kalau saya bicara ini kita sakit pak. Saya termasuk bagian juga itu mendata testimoni, sangat menyakitkan. Kita bawa testimoni itu dalam desingan peluru," ujarnya sesengukan.

3. Fadli Zon meminta maaf

Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, saat menghadiri pembukaan Pesta Kesenian Bali pada 21 Juni 2025. (IDN Timez/Yuko Utami)

Fadli Zon meminta maaf karena pernyataannya insensitif. Politikus Partai Gerindra itu kembali menegaskan bahwa dirinya juga mengutuk dan mengecam perkosaan tersebut.

"Tapi jelas kita semua mengutuk hal-hal seperti itu dan mengecam segala macam kekerasan terhadap perempuan. Saya kira dalam posisi yang sama dalam hal itu," ujarnya.

Namun, Fadli kembali menyinggung perihal diksi massal. Menurutnya, itu pendapat pribadi.

"Mungkin kita bisa dokumentasikan secara teliti ke depan, ini adalah bagian dari perbedaan-perbedaan data atau pendapat yang perlu lebih akurat lagi ke depan untuk mendatanya," ujarnya.

Fadli membantah ada maksud dan kepentingan lain dari pernyataannya tersebut. Menurutnya, pelaku seharusnya dihukum.

"Memang orang-orang pelaku yang semacam itu sampai sekarang pun seharusnya bisa dihukum kalau bisa ditelusuri kelompoknya, pelakunya. Kan masalahnya itu belum menjadi sebuah fakta hukum," ujarnya.

"Jadi tidak ada maksud lain dan sama sekali mengucilkan mereduksi apalagi menegasikannya," bebernya.

Editorial Team