Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Aliansi Jogja Memanggil menolak keras pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto oleh Presiden Prabowo Subianto, Senin (10/11/2025).
Aliansi Jogja Memanggil menolak keras pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto oleh Presiden Prabowo Subianto, Senin (10/11/2025). (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Intinya sih...

  • Komnas HAM prihatin dan keberatan atas penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional pada 10 November 2025.

  • Anis Hidayah menyatakan penetapan ini menciderai cita-cita Reformasi 1998 yang mengamanatkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

  • Penetapan Soeharto sebagai pahlawan mencederai fakta sejarah dari berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi masa pemerintahannya yakni sejak 1966 hingga 1998.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Komnas HAM prihatin dan keberatan atas penetapan Mantan Presiden Soeharto sebagai pahlawan nasional pada 10 November 2025. Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengungkapkan penetapan ini tak hanya menciderai cita-cita Reformasi 1998 yang mengamanatkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

"Pemerintah seharusnya lebih hati-hati dalam penetapan pahlawan nasional, karena gelar kehormatan tersebut akan menjadi inspirasi dan teladan anak bangsa terhadap jejak perjuangan, keadilan, dan kemanusiaan dalam upaya membangun bangsa melalui nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia," kata dia dalam keterangannya, dikutip Rabu (12/11/2025).

1. Gelar pahlawan Soeharto lukai korban pelanggaran HAM berat

Aliansi Jogja Memanggil menolak keras pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto oleh Presiden Prabowo Subianto, Senin (10/11/2025). (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Anis menjelaskan, penetapan Soeharto sebagai pahlawan tak hanya lukai korban pelanggaran HAM yang berat, namun juga keluarganya yang masih terus menuntut hak-haknya sampai saat ini. Dia mengatakan penetapan pahlawan pada Soeharto tidak lantas memberikan impunitas atas belbagai kejahatan hak asasi manusia yang terjadi di masa pemerintahannya.

"Pelbagai peristiwa pelanggaran HAM yang berat harus terus diproses, diusut, dan dituntaskan demi keadilan dan kebenaran yang hakiki," kata dia.

2. Cederai fakta sejarah dari berbagai peristiwa pelanggaran HAM

Aliansi Jogja Memanggil menolak keras pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto oleh Presiden Prabowo Subianto, Senin (10/11/2025). (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Dia menjabarkan, penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional mencederai fakta sejarah dari berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi masa pemerintahannya yakni sejak 1966 hingga 1998.

Mulai dari iantaranya peristiwa 1965/1966, peristiwa penembakan misterius, peristiwa Talangsari, peristiwa Tangjung Priok, dan penerapan DOM Aceh.

"Peristiwa-peristiwa tersebut telah diselidiki Komnas HAM dengan kesimpulan merupakan pelanggaran HAM yang berat sesuai UndangUndang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," katanya.

3. Komnas HAM telah melakukan Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Bera

Aliansi Jogja Memanggil menolak keras pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto oleh Presiden Prabowo Subianto, Senin (10/11/2025). (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Terhadap Peristiwa kerusuhan Mei 1998 misalnya, pada 2003 Komnas HAM telah melakukan Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat. Dari hasil penyelidikan yang ada, Peristiwa Kerusuhan 13-15 Mei 1998 dinyatakan sebagai Pelanggaran HAM yang Berat yaitu Kejahatan terhadap Kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Bentuk-bentuk tindakan dalam Kejahatan terhadap Kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU Nomor 26 Tahun 2000 dalam Peristiwa Kerusuhan 13-15 Mei 1998 yaitu pembunuhan, perampasan kemerdekaan, penyiksaan, perkosaan atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, serta persekusi. Bahkan kala itu, Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada 2023 sudah nyatakan penyesalan dan mengakui 12 peristiwa pelanggaran HAM yang berat.

Editorial Team