Menjawab Mimpi Setara Mahasiswa Difabel

Mereka berhak setara hingga jenjang pendidikan tertinggi

Surabaya, IDN Times – Bendera merah putih telah dikerek. Upacara pun telah selesai. Namun, dari kerumunan ribuan mahasiswa baru, ada dua orang bergerak maju. Salah satu dari mereka nampak duduk di kursi roda. Ia adalah Riza  (20), mahasiswa baru Universitas Negeri Surabaya (Unesa), seorang  tunadaksa. 

Seirama alunan mendayu minus one Tanah Airku, Riza mulai memandu 6244 maba Unesa. Bukan dengan suara, mereka melantunkan lagu tersebut dengan bahasa isyarat. Semua peserta nampak khidmat. Bahkan, beberapa di antara mereka terlihat meneteskan air mata. Cuaca panas siang itu pun seolah tersamarkan oleh suasana haru.  

Momen itu terjadi dalam upacara penerimaan mahasiswa baru Unesa, Jumat (17/8). Sebuah upacara yang diklaim baru pertama kali dilakukan di Indonesia. 

1. Tak sekadar seremonial

Tak sekadar seremonial, Unesa menyatakan bahwa upacara itu menjadi pertanda bahwa mereka menerima dengan tangan terbuka para penyandang disabilitas. Setidaknya ada 38 mahasiswa penyandang disabilitas dengan berbagai karakteristik yang menempuh pendidikan tinggi di sana. Sebanyak 14 di antaranya merupakan mahasiswa baru. 

Rektor Unesa, Prof. Dr. Nurhasan M.Kes mengatakan bahwa pihaknya sudah menyiapkan bangunan dan sistem pengajaran ramah disabilitas. “Mahasiswanya juga tidak dibedakan atau dipisahkan sendiri. Tetap gabung bersama kelas reguler lain,” katanya.  

“Kami percaya bahwa penyandang disabilitas memiliki kompetensi lebih dalam dirinya. Mereka tidak hanya bisa mandiri, tapi juga bisa berguna bagi lingkungannya. Nantinya dia tidak akan bergantung lagi dengan orang-orang di sekelilingnya, makanya memang harus diperlakukan sama,” kata Nurhasan. 

2. Sediakan pusat layanan khusus difabel

Menjawab Mimpi Setara Mahasiswa DifabelIDN Times/Stella Azasya

Kesiapan Unesa dalam menyambut para mahasiswa difabel setidaknya dikatakan oleh Mahfud(18). Pria tunanetra ini mengaku terbantu dengan Pusat Studi dan Layanan Disabilitas yang sudah dimiliki kampus tersebut.  

“Aku bisa belajar yang sama dengan apa yang temanku pelajari. Udah gitu kan gak ada diskriminasi, jadi aku bersyukur ada yang mau memfasilitasi kami seperti ini,” kata dia. 

Sama seperti Unesa, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang  memiliki sekitar 50 mahasiswa difabel juga menyediakan Help Center, yaitu pusat bantuan yang memang dikhususkan untuk mahasiswa difabel yang kesulitan. “Nanti dia akan dapat pembimbing yang membantu memecahkan kesulitannya,” kata staf Humas Unair, Pulung Siswantara. 

3. Terapkan sistem inklusi dan desain ramah difabel

Menjawab Mimpi Setara Mahasiswa DifabelIDN Times/Stella Azasya

Kebijakan lain yang diterapkan Unair bagi para mahasiswa difabel adalah inklusi. Cara ini memungkinkan paraa penyandang disabilitas untuk belajar satu meja dengan mahasiswa lain. "Di sini, difabel tidak dibedakan tapi juga tidak mendapat fasilitas tambahan, dalam artian mereka akan menerima apa yang mahasiswa lainnya terima juga,” katanya.  

"Dari segi bangunan pun kami sudah ramah difabel. Dari pengajaran, tidak ada perlakuan khusus. Dosennya juga sama dengan yang lain."  

Begitu juga dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Mereka mengaku sudah mendesain lift yang ramah bagi mahasiswa penyandang disabilitas. “Saat ini belum tercatat ada mahasiswa difabel di ITS, tapi kami sudah siap kalau memang nantinya mereka masuk,” kata Kasubdit Penerimaan Mahasiswa dan Pengelolaan Kuliah Bersama ITS, Siti Machmudah.

Menjawab Mimpi Setara Mahasiswa DifabelIDN Times/Stella Azasya

4. Izinkan ada pendamping saat kuliah

Menjawab Mimpi Setara Mahasiswa DifabelIDN Times/Stella Azasya

Berbeda lagi dengan Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya. Meski hanya terdapat 6 mahasiswa penyandang disabilitas, namun mereka memiliki kebijakan khusus bagi mereka. Untuk keterbatasan tertentu seperti tunanetra, mereka diperbolehkan membawa pendamping yang bertugas merekam dan mencatat jalannya perkuliahan. "Saat ujian juga diberikan tempat khusus sesuai kebutuhannya,” tutur Kepala Humas UKWM, Vonny Wiyani. 

UKWM juga menganut sistem inklusi. Kegiatan belajar untuk mahasiswa difabel tak dipisah dengan mahasiswa lain. "Namun, dosen telah dibekali wawasan mengenai bagaimana memperlakukan keterbatasan tersebut."

Menjawab Mimpi Setara Mahasiswa DifabelIDN Times/Sukma Shakti

5. Mahasiswa difabel apresiasi cara belajar inklusi di kampus

Menjawab Mimpi Setara Mahasiswa DifabelIDN Times/Stella Azasya

Apa yang dilakukan oleh beberapa kampus tersebut diapresiasi oleh para mahasiswa difabel. Nabilatul Fadilah, misalnya. Mahasiswa tunarungu jurusan Desain Komunikasi Visual Unesa ini mengakui bahwa sistem inklusi mempermudahnya memahami materi kuliah yang disampaikan dosen. 

“Aku membaca mulut dosen, meskipun beliau bicara dengan cepat tapi aku bisa belajar sendiri melalui buku atau internet. Nanti kalau ada yang tidak paham, baru aku tanya teman atau dosennya langsung,” tulis Nabila menggunakan kertas saat diwawancarai  IDN Times. 

Menjawab Mimpi Setara Mahasiswa DifabelIDN Times/Stella Azasya

Mahasiswa penyandang tunarungu lainnya, bernama Nugi juga membagikan kisahnya. Bedanya dengan Nabila, Nugi menggunakan implan yang dipasang di dalam telinganya untuk menggantikan selaput telinga yang rusak. Menurut pendamping Nugi di Pusat Studi dan Layanan Disabilitas, kemampuan oral Nugi tidak terlalu baik. Jadi, lawan bicara butuh benar-benar bersuara keras dan jelas supaya Nugi bisa menangkap. “Kalau tidak mengerti dosen bilang apa, aku maju ke depan dan bertanya saat dosen selesai menjelaskan,” kata Nugi perlahan sambil menggunakan bahasa isyarat. 

Menjawab Mimpi Setara Mahasiswa DifabelIDN Times/Stella Azasya

Berbeda dengan Nabila dan Nugi, Ikbal, mahasiswa tingkat akhir penyandang tunadaksa mengaku kesulitannya selama ini adalah bersosialisasi. “Aku sempat berpikir keras bagaimana caranya mendapatkan teman waktu masuk perguruan tinggi. Takut tidak bisa bergaul dengan yang lain layaknya anak normal lain. Tapi akhirnya, ternyata saya bisa,” kata mahasiswa asal Surabaya tersebut. 

“Kalau seperti aku (tunadaksa), ada pelajaran yang tidak bisa aku ikuti. Ya bisa, tapi gak maksimal. Contohnya seperti Penjas (Pendidikan Jasmani), dosen sudah paham sendiri tentang itu, jadi aku gak terlalu memaksakan diri,” sambung Ikbal.  

Hebatnya, meski hanya memiliki satu tangan, Ikbal mengendarai sepeda motor sendiri setiap hari ke kampus. Keterbatasannya sama sekali tidak melunturkan semangatnya untuk belajar. “Aku pengen jadi presiden,” katanya sambil tertawa.

Baca Juga: HUT RI, 6000 Maba UNESA Nyanyi Lagu Kebangsaan dengan Bahasa Isyarat

6. Semua Perguruan Tinggi wajib menyediakan sarana dan prasarana bagi mahasiswa difabel

Menjawab Mimpi Setara Mahasiswa DifabelIDN Times/Stella Azasya

Meski mendapatkan apresiasi, fasilitas kegiatan belajar mengajar bagi mahasiswa difabel tidak boleh sembarangan. Kementerian Ristek dan Dikti menyatakan bahwa penataan lingkungan fisik di perguruan tinggi harus mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Nomor 30/PRT/M/2016, yaitu setiap penyelenggara layanan publik wajib menyediakan sarana fisik yang aksesibel bagi lansia dan penyandang disabilitas. 

Selain bangunan dengan aksesibel bagi disabilitas, ada beberapa hal penting lain yang juga wajib disediakan perguruan tinggi yaitu Unit Layanan Disabilitas, Layanan Administrasi dan Layanan Kemahasiswaan. Semuanya bertugas untuk mengoptimalkan upaya layanan kepada mahasiswa disabilitas di perguruan tinggi. 

Dosen dan tenaga kependidikan juga wajib memiliki kesadaran dan pemahaman tentang hakikat mahasiswa disabilitas dan kebutuhan-kebutuhan khusus yang menyertainya. Bukan hanya sampai itu, perguruan tinggi juga harus memfasilitasi dosen atau tenaga kependidikan untuk meningkatkan kompetensinya dalam memberikan layanan pada mahasiswa disabilitas.

Menjawab Mimpi Setara Mahasiswa DifabelIDN Times/Sukma Shakti

7. Setara tanpa perlakuan khusus

Menjawab Mimpi Setara Mahasiswa DifabelIDN Times/Stella Azasya

Selain tak boleh sembarangan membangun fasilitas fisik, penyelenggara pendidikan juga harus sadar tentang definisi kesetaraan dari para penyandang disabilitas. Dosen Arsitektur ITS yang juga penyandang tunadaksa, Dr. Arina Hayati. ST, MT,  mengatakan bahwa kesetaraan pendidikan, merupakan tantangan yang bagus bagi difabel. Dia menilai mahasiswa difabel justru tidak akan bisa bertahan jika dipisah.  "Dengan berjalannya waktu, para difabel gak akan lagi memilikirkan tentang keterbatasan, tapi solusi apa yang bisa dilakukan untuk membuatnya gak terbatas lagi.” kata Arini.  

Menurut Arini, eliminasi alam pasti terjadi di semua kampus. Lingkungan yang tidak mendukung akan membuat mahasiswa difabel menyerah di tengah jalan atau keluar dengan sendirinya. "Tapi, sekali lagi butuh kesadaran diri sendiri, dan pastinya dukungan penuh dan kampus. Bukan diperlakukan secara khusus, tidak, tapi dibantu, sesuai kebutuhan,” kata dia.

Baca Juga: Mengharukan: Siswi Difabel Ini Meminta Kursi Roda Kepada Jokowi

Topik:

  • Faiz Nashrillah
  • Stella Azasya

Berita Terkini Lainnya