Focus GREAT Discussion (FGD) Pertanahan, yang diselenggarakan Great Institute di Jakarta Selatan, Rabu (1/10/2025). (Dok Great Institute)
Dr. Yagus Suyadi dari Bank Tanah menjelaskan soal tata kelola lembaganya. Namun, sejumlah peserta justru mempertanyakan peran dan keberpihakan Bank Tanah. Dewi Kartika, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), menyebut Bank Tanah bagian dari masalah pertanahan.
“Bank Tanah ini bagian dari masalah, bukan solusi. Ia lahir dari Ciptaker, dan mencampuradukkan Reforma Agraria dengan urusan pengadaan tanah untuk korporasi besar,” kata dia.
Menurut Dewi, Reforma Agraria bukan sekadar redistribusi administratif, melainkan perubahan struktur kepemilikan tanah. Ia menyinggung program food estate sebagai politik pangan yang salah arah: timpang, penuh ketidakadilan.
“Padahal Reforma Agraria justru punya hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi. Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menegaskan, tanah tidak boleh jadi alat penindasan manusia terhadap manusia,” kata dia.
Sementara, Dr. Agung Indrajit dari Otorita IKN memaparkan perspektif teknologi. Ia merujuk pada Land Administration Domain Model (LADM) sebagai pendekatan digital, untuk mengurangi asimetri informasi dalam pertanahan.
“Tanah tidak sekadar soal administrasi atau regulasi, tapi juga data yang harus transparan, interoperable, dan bisa mengurangi permainan informasi,” ujarnya.