Kelola Sampah Terpadu, Wujudkan Zero Waste Ciptakan Peluang Ekonomi

Butuh bantuan dari berbagai pihak untuk pengelolaan sampah

Jakarta, IDN Times - Sampah sudah menjadi ancaman serius yang harus segera diatasi oleh semua pihak. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2021-2022, volume sampah nasional pada 2022 naik menjadi 70 juta ton, dari sebelumnya 68,5 juta ton pada 2021.

Sementara di wilayah DKI Jakarta, menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, volume sampah mencapai 8 ribu ton per hari. Volume itu melebihi kapasitas Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi yang hanya 2 ribu ton per hari.

Sampah-sampah tersebut terdiri dari berbagai macam, yakni sampah organik dan non-organik yang terdiri dari kertas, logam, karet, kaca, dan sampah plastik. Menurut data KLHK 2021-2022, dari keseluruhan sampah nasional, 17 persen di antaranya merupakan sampah plastik.

Baca Juga: Anggota DPR: Penegakan Hukum soal Regulasi Sampah Harus Tepat Sasaran

1. Produsen wajib mengurangi sampah yang ditimbulkan

Kelola Sampah Terpadu, Wujudkan Zero Waste Ciptakan Peluang EkonomiSampah botol plastik dipilah untuk didaur ulang (IDN Times/Sunariyah)

Pemerintah melalui KLHK, telah membuat aturan soal pengurangan sampah plastik sekali pakai yakni Peraturan Menteri LHK No. P.75/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen (Permen LHK 75/2019). Mengacu pada aturan ini, produsen di bidang manufaktur, jasa makanan dan minuman, serta ritel wajib mengurangi sampah yang mereka timbulkan baik dari produk, kemasan produk, dan/atau wadah dengan bahan plastik, kaleng aluminium, kaca, dan kertas.

Kewajiban untuk mengurangi sampah tersebut dituangkan dalam rencana pengurangan sampah selama 10 tahun, mulai 2020 hingga 2029.

Berangkat dari aturan tersebut, sejumlah produsen yang tergabung dalam IPRO (Indonesia Packaging Recoveray Organization) di antaranya L'Oreal menerapkan konsep 3R dan 5R yakni Repair, Reduce, Recycle, Recovery dan Reuse dalam pengelolaan sampah yang mereka timbulkan.

2. Mengelola sampah sekaligus menciptakan peluang ekonomi

Kelola Sampah Terpadu, Wujudkan Zero Waste Ciptakan Peluang EkonomiProses memilah sampah sebelum didaur ulang (IDN Times/Sunariyah)

Dalam pelaksanaannya, konsep 3R dan 5R tidak hanya bisa memulihkan lingkungan hidup dengan mengelola sampah secara benar, tapi juga memunculkan peluang ekonomi untuk masyarakat melalui Recycle atau daur ulang sampah.

Salah satu kelompok masyarakat yang berhasil mengatasi masalah sampah sekaligus mengambil manfaat ekonomi dari sampah-sampah yang dihasilkan produsen maupun masyarakat adalah Bali Waste Cycle (BWC).

Berbasis di Pulau Dewata, BWC awalnya berdiri karena kegeraman anggota-anggotanya yang melihat sampah di Bali yang tidak tertangani dengan baik. Sementara, Bali merupakan pusat pariwisata Indonesia.

"Berdiri pada 2019, awalnya kita gemes dengan banyaknya sampah yang tidak terurus di Bali," ujar Direktur BWC Olivia Anastasia Padang, Sabtu (11/2/2023).

Berbekal keinginan menjadikan Bali benar-benar bersih, indah, dan bebas dari masalah sampah, Olivia dan teman-temannya pun mendirikan BWC untuk memberikan edukasi dan pelatihan mengenai pengelolaan sampah dengan sistem terpadu hingga bisa tercipta nol sampah (zero waste).

Baca Juga: Sedih RI Dibanjiri Impor Sampah Plastik, Gen Z Nina Surati Presiden AS

3. Menghasilkan uang dari mengumpulkan dan memilah sampah

Kelola Sampah Terpadu, Wujudkan Zero Waste Ciptakan Peluang EkonomiProses awal untuk daur ulang sampah (IDN Times/Sunariyah)

Olivia mengatakan, di tahun pertama terbentuknya BWC, pihaknya benar-benar belajar tentang sampah. "Gak ngerti jenis-jenisnya apa, gak ngerti bagaimana pengumpulan dan lain-lain, jadi kita membuat sebuah entitas profesional untuk pengelolaan sampah, sedikit diformalkan supaya edukasinya berjalan dengan baik," ucapnya.

Kini setelah dilengkapi dengan legalitas, BWC telah berubah menjadi unit usaha pengelolaan sampah profesional yang tidak hanya bisa membantu mengatasi masalah sampah di Bali, tapi juga mewujudkan sirkular ekonomi bagi masyarakat setempat.

Sirkular ekonomi terwujud dari pembentukan pengepul kecil yakni warga yang mengumpulkan sampah yang sudah dipilah-pilah, dan kemudian menjual sampah tersebut ke pengepul besar, lalu pengepul besar menjualnya ke BWC. BWC sendiri kemudian menjual sampah-sampah yang sudah dipilah ke pabrik pengelolaan sampah atau industri untuk di daur ulang menjadi produk lain.

Sebagai pengelola berbagai jenis sampah yang selanjutnya akan dikirim ke pabrik daur ulang, BWC mempekerjakan banyak karyawan. Banyak di antaranya bertugas memilah sampah, sebelum kemudian dipress dan pengepakan hingga akhirnya dikirim ke pabrik. 

Karena memiliki visi menjadikan Provinsi Bali benar-benar bersih, asri, lestari, dan indah, BWC menerima semua jenis sampah dari pengepul, seperti sampah botol plastik, sampah kantung kresek, kertas, logam, kaca dan lain-lain. Salah satunya adalah sampah kemasan produk L'Oreal.

Kemasan plastik produk L'Oreal yang tergolong jenis HDPE dicacah hingga dalam ukuran kecil, dan kemudian hasil cacahan nantinya akan menjadi pellet yang merupakan bahan baku material industri. Sedangkan kemasan dari kaca dihancurkan menjadi serbuk kaca, untuk nantinya diolah menjadi bahan baku material pembuatan kaca.

Beberapa produk daur ulang yang bahannya berasal dari sampah kemasan kosmetik L'Oreal seperti tali rapia, pot, dan gantungan baju.

4. Butuh bantuan dari berbagai pihak untuk pengelolaan sampah yang terintegrasi

Kelola Sampah Terpadu, Wujudkan Zero Waste Ciptakan Peluang EkonomiSampah plastik (IDN Times/M Shakti)

Namun, kata Olivia, agar Bali Recycle benar-benar menjadi solusi sampah di Pulau Dewata, perlu sinergi, inovasi, dan konsisten, juga bantuan dari pihak-pihak lain terutama terkait transportasi untuk pengangkutan sampah dari pengepul atau bank sampah.

"Pengumpulan sampah bisa berjalan kuncinya transportasi, gak usah jauh-jauh, kalau pemerintah menyiapkan armada seperti di luar negeri itu, sudah beres sampahnya di rumah. Jadi tranportasi itu bottlenecknya lah kalau menurut pengalaman kita dalam pengelolaan sampah ini," ujar Olivia.

Dia menyebutkan bahwa semua permasalahan sampah ujung-ujungnya terkait anggaran. Namun dia mengaku sangat terbantu dengan bantuan insentifikasi dari IPRO.

"Di BWC ini kita sangat terbantu, karena kita kan edukasi yang akan berdampak pada pengumpulan, tapi kita kan NGO (LSM) gak punya anggaran," ucapnya.

Mengenai anggaran, General Manager IPRO Zul Martini Indrawati mengungkapkan, anggaran pemerintah daerah untuk pengelolaan sampah kurang dari 1 persen.

"Sekarang itu angkanya masih 0,7 sampai 0,8, rata-rata angka dari APBDnya seperti itu, akhirnya produsen melalui IPRO menjembatani bagaimana proses pengelolaan sampah bisa lebih terintegrasi dengan pemberian insentif dari perusahaan-perusahaan yang memang sudah punya komitmen," ujar Eni.

Director of Corporate Responsibility L’Oreal Indonesia Mohamad Fikri mengakui bahwa transportasi masih menjadi kendala dalam penjemputan sampah baik dari rumah tangga maupun dari pengepul. "Makanya IPRO dan dan produsen support di bidang itu, spesifikasi transport," ucapnya.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya