Ketua umum Partai NasDem Surya Paloh saat menyalami kader partainya. (Dok. Partai Nasdem)
Pada Februari 2022, elektabilitas NasDem berada di atas ambang batas parlemen. Ketika itu elektabilitas NasDem dicatat 5,3 persen. Pada Juni 2022, elektabilitasnya turun menjadi 4,4 persen, hingga pada Oktober 2022 turun menjadi 3,8 persen.
"NasDem merupakan salah satu partai pendukung Jokowi sejak periode pertama, dan berada di kubu Ahok pada Pilkada DKI Jakarta yang memenangkan Anies," kata Andreas.
Sekarang pun, kata Andreas, NasDem masih menjadi bagian dari koalisi pemerintahan Jokowi. Belakangan, desakan agar NasDem mundur dari koalisi disuarakan, mengingat Anies dianggap sebagai figur sentral kekuatan oposisi terhadap Jokowi.
Sementara, PDI Perjuangan (PDIP) sebagai partai utama pengusung Jokowi masih unggul dengan elektabilitas 18,3 persen. Gerindra berada di peringkat kedua sebesar 13,0 persen, disusul Partai Golkar (7,7 persen), PKB (7,1 persen), dan PSI (5,7 persen).
Kemudian, partai-partai oposisi berkumpul di papan tengah, yaitu Partai Demokrat (5,5 persen) dan PKS (5,2 persen). Sedangkan, dua partai koalisi pemerintah, yakni PAN (2 persen) dan PPP (1,7 persen), seperti NasDem terancam tidak lolos ke Senayan.
Kehadiran partai-partai baru turut mengancam keberadaan partai parlemen, seperi elektabilitas Gelora sebesar 1,3 persen, Perindo (1,1 persen), dan Partai Ummat (1 persen). Selanjutnya, Hanura (0,5 persen) dan PBB (0,3 persen), sisanya partai-partai lain 0,7 persen, dan yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab 25,1 persen.
Diketahui, untuk bisa mengusung capres/cawapres, hanya PDI Perjuangan yang memenuhi ketentuan presidential threshold 20 persen. Partai-partai lain harus membentuk koalisi, yang sudah terbentuk adalah Gerindra dan PKB, kemudian Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) beranggotakan Golkar, PAN, dan PPP.