Ilustrasi kampanye (IDN Times/Galih Persiana)
Dalam survei SMRC yang digelar November 2022, terdapat data tentang identitas partai, seberapa besar orang mengaku dirinya sebagai bagian dari partai politik tertentu.
"Ketika ditanya apakah ada partai politik yang anda merasa dekat? Ada 20 persen yang menjawab 'ya'. Yang menyatakan 'tidak' 73 persen, tutur Saiful.
Saiful melihat angka identifikasi diri dengan partai politik ini sangat rendah. Jika dibandingkan dengan kecenderungan di Amerika Serikat sendiri, yang mengaku dirinya sebagai orang partai adalah mayoritas. Sedangkan yang mengaku tidak dekat atau bukan bagian dari partai politik justru minoritas.
"Ini menunjukkan bahwa di Amerika, transformasi dari identitas sosial ke identitas politik sudah terjadi," jelas dia.
Saiful melanjutkan, bahwa dari 20 persen yang menyatakan ada partai yang dia dekat dengannya, hanya ada 67 persen yang mengaku sangat atau cukup dekat. Ada 30 persen yang menyatakan kedekatannya sedikit saja. Artinya hanya sekitar 13 persen warga yang memiliki perasaan dekat dengan partai politik tertentu.
"Hal ini sebagai penyebab mengapa sistem kepartaian di Indonesia tidak stabil. Ini juga yang menyebabkan mengapa polarisasi sosial lebih kuat ketimbang polarisasi politik," tutur dia.
Saiful melihat identitas partai belum terjadi di Indonesia. Analisis sosiologis lebih dominan dari analisis psikologis identitas partai. Artinya, di Indonesia, kebanyakan yang ditanya bukan partainya apa, tapi dia dari daerah mana, etnis apa, agama, hingga pribumi atau non-pribumi.
“Di Indonesia, identitas partai masih sangat lemah,” kata Saiful.