Jakarta, IDN Times - Bak fenomena gunung es, kasus-kasus pelecehan seksual kian marak. Masih lekat di ingatan, awal Desember 2021, publik digemparkan dengan kasus bunuh diri seorang mahasiswi di Jawa Timur, yang diduga depresi karena diperkosa sampai hamil dan bahkan diminta aborsi oleh sang pacar.
Belum juga mereda kasus pemerkosaan di Jawa Timur, publik kembali digemparkan dengan nestapa puluhan santriwati yang diperkosa sang guru hingga hamil dan melahirkan di Bandung, Jawa Barat.
Meningkatnya kasus kekerasan seksual menjadi satu faktor yang menunjukkan sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi pendidikan seksual komprehensif, untuk mencegah kekerasan berbasis gender.
Pendidikan seksual masih menjadi suatu hal yang tabu di Indonesia. Bahkan, masih dianggap sebagai sesuatu yang vulgar, sehingga tidak pantas untuk disampaikan. Pada akhirnya, pemberian pendidikan seksual bagi anak-anak dan remaja sangat rendah.
Berdasarkan Data Global Early Adolescent Study (GEAS, 2018) menguatkan fakta remaja Indonesia tidak mempunyai cukup pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Survei ini merangkum pengetahuan dasar remaja, mengenai sebab-akibat dari perilaku seksual hingga kontrasepsi. Hasilnya, pengetahuan remaja perempuan lebih rendah dibanding remaja laki-laki.
Banyak penelitian membuktikan edukasi merupakan kunci dari masalah kesehatan reproduksi. Berdasarkan Studi African Health Science (2008) menuliskan, anak-anak dengan informasi cukup tentang seksualitas lebih terhindar dari perilaku berisiko dibanding mereka yang minim literasi.
Berangkat dari keresahan kurangnya informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas ini, sejumlah anak muda mendirikan komunitas non-profit yang bergerak sebagai ruang belajar tentang kesehatan seksual dan reproduksi, untuk anak muda di Indonesia bernama Tabu.id.