Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tak Mundur di Perkara Terkait Gibran, Anwar Usman: Jabatan Milik Allah

Ilustrasi (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Jakarta, IDN Times - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman menanggapi soal aturan yang menyebut hakim konstitusi harus mundur apabila perkara yang ditangani berpotensi terjadi konflik kepentingan yang melibatkan dirinya. Aturan itu terdapat dalam Pasal 17 ayat (5) dan (6) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Menanggapi hal itu, Anwar Usman menegaskan, yang menentukan jabatannya ialah Tuhan.

"Yang menentukan jabatan milik Allah, Tuhan yang maha kuasa," kata dia saat ditemui awak media di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (31/10/2023).

Anwar Usman menanggapi soal aturan yang menyebut hakim konstitusi harus mundur jika perkara yang ditangani berpotensi terjadi konflik kepentingan yang melibatkan dirinya.

1. Laporkan Anwar Usman ke MKMK, Denny Indrayana singgung UU Kekuasaan Kehakiman

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana (dok istimewa)

Sebelumnya, eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, membeberkan argumentasi hukum bahwa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 diduga direkayasa oleh konflik kepentingan keluarga. Sehingga putusan itu seharusnya tidak sah.

Anwar Usman sendiri merupakan adik ipar dari Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Sehingga, Anwar Usman punya hubungan kekeluargaan dengan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.

Adapun, Putusan MK itu dinilai memberikan karpet merah bagi Gibran untuk maju sebagai cawapres di Pemilu 2024.

Denny lantas mengutip Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam beleid itu dijelaskan bahwa hakim yang terlibat konflik kepentingan dapat membuat putusan tidak sah jika ia tidak mundur.

"Lihat Pasal 17 ayat (5) dan (6) UU Kekuasaan Kehakiman," kata Denny selaku pelapor dalam sidang pemeriksaan MKMK, Selasa (31/10/2023).

2. Bunyi Pasal 17 ayat 5 dan 6 UU Kekuasaan Kehakiman

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (IDN Times/ Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Secara lengkap, Pasal 17 ayat 5 dan 6 UU Kekuasaan Kehakiman itu berbunyi:

(5) Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.

(6) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Denny nilai aturan itu mengikat hakim konstitusi

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jakarta Pusat (dok. MK)

Lebih lanjut, Denny menganggap beleid itu juga mengikat untuk hakim konstitusi, walaupun MK bukan peradilan di bawah Mahkamah Agung (MA).

Dia secara khusus menyoroti, kata "hakim" di pasal itu ditulis dengan huruf "h" kecil, bukan kapital "Hakim". Oleh sebabnya dia memaknai hanya untuk hakim agung dan peradilan di bawahnya.

"Memang ada yang berpandangan bahwa ketentuan tidak sahnya putusan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (5) dan (6) di atas hanya berlaku untuk Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya tetapi tidak untuk MK," kata dia.

"Yang artinya, ('hakim' dengan huruf 'h' kecil) artinya generik berlaku untuk semua hakim," lanjut dia.

Dalam kesempatan itu, Denny juga menyinggung soal pernikahan pernikahan Anwar Usman dengan adik Jokowi, Idayati dalam sidang pemeriksaan pelapor yang digelar Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us