Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
defense-studies.blogspot.co.id

Laksda TNI AL (Purn) Soleman B. Ponto, Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) periode 2011-2013, mengonfirmasi adanya keterputusan komunikasi antara lembaga yang pernah dia pimpin dengan Kementerian Pertahanan. Ketiadaan koordinasi ini ditengarai menjadi salah satu alasan Kemhan ingin membentuk badan intelijen sendiri.

Dilansir CNN.com, (15/6), wacana pembentukan Badan Intelijen Pertahanan di bawah Kementerian Pertahanan yang dilontarkan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu langsung menimbulkan pro dan kontra. Peneliti dari Pusat Kajian Keamanan Migrasi dan Perbatasan, Mufti Makarim, mengatakan bahwa wacana ini bukan konsep baru.

Default Image IDN

Dia menilai bahwa wacana tersebut menunjukkan adanya persoalan koordinasi antara Kementerian Pertahanan dan TNI. Pasalnya, fungsi intelijen pertahanan saat ini sudah dipegang oleh Badan Intelijen Strategis (BAIS) yang berada di bawah TNI.

Mufti melihat adanya gesekan ketika Menhan tidak bisa mengakses atau meminta informasi dari BAIS di bawah TNI. Ini merupakan sebuah persoalan koordinasi antara Menhan dan TNI. Seharusnya Menhan bisa memahami bahwa fungsi intelijen pertahanan strategis yang saat ini berada di BAIS bisa diambil alih di bawah Kementerian Pertahanan tanpa perlu membentuk badan intelijen baru.

Rencana ini dinilai tidak efisien.

Default Image IDN

Direktur Imparsial The Indonesian Human Rights Monitor, Al Araf mengatakan secara tegas bahwa rencana Menhan tersebut tidak efisien untuk menata kembali reformasi di bidang intelijen. Menurutnya, persoalan reformasi intelijen seharusnya diselesaikan secara komprehensif, yaitu dengan meletakkan fungsi dan peran lembaga intelijen yang sudah ada dalam kompartemensi yang jelas.

Araf mengimbau kepada pemerintah seharusnya segera melakukan reformasi di bidang intelijen, salah satunya dengan reposisi Badan Intelijen Strategis di bawah Kementerian Pertahanan. Menurutnya, BAIS seharusnya berada di bawah Kemhan, bukan TNI. Hal ini dikarenakan BAIS merupakan lembaga intelijen yang memiliki peran menyuplai analisis di isu-isu strategis. Sementara, TNI cukup menjalankan fungsi intelijen teritorial dan intelijen tempur yang saat ini ada di setiap batalyon.

Ryamizard Ryacudu ingin punya lembaga intelijen sendiri.

Default Image IDN

Menhan Ryamizard Ryacudu meminta suatu lembaga intelijen pertahanan yang berada langsung di bawah Kementerian Pertahanan. Hal ini dikarenakan Kemhan ingin memiliki lembaga intelijen sendiri untuk menggali informasi pertahanan dan kemanan negara.

Akan tetapi permintaan tersebut ditanggapi oleh Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK), dengan mengatakan dalam kondisi pelemahan perekonomian, negara tidak perlu banyak lembaga. JK meyakini bahwa hal itu tidak perlu dilakukan. Menurut JK, adanya lembaga dengan fungsi yang sama, cenderung menimbulkan tumpang tindih kewenangan karena keberadaan Badan Intelijen Negara (BIN) ataupun Badan Intelijen Strategis (BAIS) yang dimiliki oleh TNI.

Pemerintah sebetulnya justru tengah melakukan pengkajian untuk mengurangi jumlah lembaga. Di masa awal berkuasa, pemerintahan Jokowi - Jusuf Kalla berhasil mengurangi sebanyak 10 lembaga. Saat ini, pengurangan 10 lembaga selanjutnya tengah menunggu keputusan dari presiden. Sedangkan, 76 lembaga lainnya tengah dikaji untuk dikurangi juga.

Editorial Team

EditorRizal