Soal Uighur, Moeldoko: Pemerintah Tidak Ikut Campur Urusan Tiongkok
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, Indonesia tidak ingin mencampuri permasalahan Muslim Uighur di Tiongkok. Menurut dia, itu sudah masuk permasalahan internal negara.
"Jadi pemerintah RI tidak ikut campur dalam urusan negara China mengatur dalam negeri. Itu prinsip-prinsip dalam standar hubungan internasional," kata Moeldoko di Gedung KSP, Jakarta Pusat, Senin (23/12).
Baca Juga: Yusuf Mansur Diamuk Warganet Gara-gara Singgung Xinjiang dan Uighur
1. Moeldoko sebut kasus Uighur sudah masuk internal negara lain
Moeldoko menjelaskan, setiap negara punya kedaulatan masing-masing, sehingga, Pemerintah Indonesia tidak ingin ikut campur urusan dalam negeri suatu negara.
"Saya pikir sudah dalam standar internasional bahwa kita tidak memasuki urusan luar negeri masing-masing negara. Masing-masing negara memiliki kedaulatan untuk mengatur warga negaranya," ujar Moeldoko.
2. Mahfud MD: Kita Pakai Diplomasi Lunak pada Kasus Muslim Uighur
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, isu Muslim Uighur di Tiongkok tengah ditangani Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi. Menurut dia, Indonesia berada di posisi tengah.
"Itu Bu Menlu sudah melakukan langkah-langkah, ya. Kita punya jalan diplomasi lunak sejak dulu, kita menjadi penengah dan mencari jalan yang baik, bukan konfrontatif gitu, ya," kata Mahfud di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis (19/12).
Mahfud menjelaskan, Retno tengah menyiapkan langkah-langkah terkait Muslim Uighur, meskipun kasus tersebut bukan kasus baru. Tak hanya dari pemerintah, kelompok masyarakat juga turut membantu kasus Muslim Uighur di Tiongkok.
Editor’s picks
"Kemudian dari kelompok masyarakat ada majelis ulama, Muhammadiyah, MUI (Majelis Ulama Indonesia), sudah ke sana, dan sebagainya. Kita cari jalan yang baiklah, kita tidak bisa mendiamkan peristiwa itu. Tapi juga kita harus tahu masalah yang sebenarnya," kata dia.
3. Kondisi Muslim Uighur menurut pengalaman MUI saat berkunjung ke Xinjiang
Beberapa ormas Islam di Indonesia sempat menjadi sorotan karena dinilai tidak mendukung Muslim Uighur. Namun, ormas Islam di Indonesia membantah sikapnya yang melunak setelah menerima undangan dari Pemerintah Tiongkok, untuk berkunjung ke Provinsi Xinjiang pada 17-24 Februari 2019.
Dalam kunjungan itu, mereka justru sempat mempertanyakan mengapa umat Muslim Uighur di Xinjiang tidak bebas melakukan salat. Bahkan, mereka dilarang membaca dan harus makan apa yang disediakan Pemerintah Tiongkok.
Ini merupakan kesaksian dari Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi, yang ikut berkunjung ke Xinjiang atas undangan Kedutaan Tiongkok di Indonesia. Muhyiddin berkunjung bersama 14 orang lainnya serta tiga jurnalis dan Ketua Lembaga Dakwah Khusus PP Muhammadiyah Mohammad Ziyad.
Perjalanan dimulai dengan mampir lebih dulu ke Ibu Kota Beijing. Di sana, Muhyiddin bersama rombongan sempat diterima Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok.
"Secara ringkas Dubes menjelaskan mengenai daerah Xinjiang yang nama resminya adalah Xinjiang Uighur Autonomy Region (XUAR). Jumlah umat Muslim di Xinjiang mencapai sekitar 22,8 juta orang. Sisanya adalah warga non-Muslim dan ada beberapa suku lain seperti Kazan dan Han," ujar Muhyiddin ketika memberikan keterangan pers di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (16/12).
Sejak awal, Muhyiddin dan rekan-rekannya memang telah melihat keganjilan ketika berada di Xinjiang. Gerak-gerik mereka diperhatikan otoritas Tiongkok. Bahkan, ketika seorang jurnalis menggunakan trik agar bisa leluasa keluar dengan alasan ingin membeli rokok, tetap dicegah.
"Otoritas yang mendampingi kami sempat menghadang wartawan dan bertanya, Where are you going? Saat dijelaskan mau membeli rokok, mereka mencegah dan mengatakan bahwa mereka sudah menyediakan rokok sendiri," tutur dia.
Keganjilan lain yang dirasakan Muhyiddin yakni ketika meminta Wakil Ketua Asosiasi Islam China (CIA), agar diantarkan ke masjid terdekat untuk menunaikan salat subuh. Mereka menolak, dengan alasan jarak ke masjid terlalu jauh. Selain itu, suhu udara di luar sudah mencapai minus 17 derajat Celsius.
Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb
Baca Juga: MUI Jatim: Tiongkok Harus Transparan tentang Muslim Uighur di Xinjiang