Jakarta, IDN Times - Aksi unjuk rasa menolak pemberlakuan Undang-Undang baru TNI masih terjadi pascapengesahan pada 20 Maret 2025. Total, ada 58 titik aksi penolakan UU TNI dan menuntut agar undang-undang tersebut segera dicabut. Bahkan, aksi penolakan tersebut banyak yang mengalami tindakan represif aparat penegak hukum.
Menurut Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mabes TNI, Brigjen TNI Kristomei Sianturi, aksi unjuk rasa masih terjadi karena adanya gap informasi di kalangan masyarakat.
"Mungkin adik-adik mahasiswa masih membaca draf (UU TNI) yang lama. Sementara, kami TNI juga belum memberitahukan tentang draf yang baru isinya apa sehingga ada kebuntuan komunikasi di sini," ujar Kristomei kepada IDN Times ketika berkunjung ke Kantor IDN Media HQ, Jakarta pada 26 Maret 2025 lalu.
Kristomei menyebut, pihak TNI mengaku siap untuk berdialog dan membedah pasal demi pasal yang dianggap menjadi celah bangkitnya dwifungsi. Ia juga memastikan sejak awal revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, tidak ada pikiran sama sekali untuk membangkitkan lagi dwifungsi TNI ala Orde Baru.
"Kami tetap mengutamakan supremasi sipil dan dalam rangka mendukung negara demokrasi," kata dia.
Simak pembicaraan singkat IDN Times dengan Brigjen Kristomei berikut ini!