Petugas terlihat membongkar puing-puing pondok pesantren Al-Khoziny yang ambruk. (Dok. BNPB)
Selly menilai, Ditjen Pesantren perlu menyusun standar keselamatan dan sertifikasi bangunan pesantren secara nasional sebagai pedoman bagi seluruh pesantren, baik yang dikelola yayasan maupun masyarakat. Menurut dia, standar ini harus mencakup aspek perencanaan, konstruksi, hingga pemeliharaan gedung asrama santri.
Menurut dia, keterlibatan lembaga-lembaga teknis seperti Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dalam menyiapkan tenaga ahli dan pengawas bangunan pesantren yang kompeten diperlukan. Kemudian, Dinas Perizinan dan Dinas PUPR kabupaten/kota perlu meningkatkan inspeksi bangunan serta memperkuat sinergi dengan Kemenag dan Kemendagri dalam mengawasi izin mendirikan bangunan (IMB) pesantren.
Ditjen Pesantren, kata dia, harus menjadi leading sector yang memastikan seluruh pesantren memiliki infrastruktur yang aman, layak, dan sesuai dengan standar keselamatan nasional.
“Koordinasi lintas sektor ini sangat penting agar tidak ada lagi pesantren yang berdiri tanpa pengawasan teknis yang memadai,” kata Selly.
Selly meminta agar pemerintah daerah lebih aktif menginspeksi bangunan pesantren, serta memberikan sanksi tegas bagi pelanggaran terhadap IMB atau standar teknis konstruksi.
"Tragedi seperti ini tidak boleh terus terulang, sebab menyangkut nyawa generasi penerus bangsa," kata Selly.
DIberitakan, bangunan Asrama Putri Pondok Pesantren Salafiah Syafi'iyah Syekh Abdul Qodir Jailani di Jalan Pesanggrahan, Desa Blimbing, Kecamatan Besuki, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, ambruk pada Rabu (29/10/2025) dini hari.
Polres Situbondo mencatat, total ada 12 santriwati yang menjadi korban dari peristiwa bangunan asrama putri ambruk, termasuk satu orang meninggal dunia. Insiden ini menambah daftar panjang tragedi serupa, termasuk robohnya bangunan Musala Ponpes Al Khoziny, Sidoarjo, yang juga menelan puluhan korban jiwa.