Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komnas: Peran Media Krusial Mengungkap Kekerasan Seksual di Pesantren

Ilustrasi kekerasan seksual (Foto: IDN Times)
Ilustrasi kekerasan seksual (Foto: IDN Times)
Intinya sih...
  • Kekerasan seksual pesantren atau pendidikan berbasis agama Islam tempati urutan kedua dalam Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan.
  • Alasan korban enggan bersuara karena ancaman, tekanan sosial, dan kekhawatiran terhadap nama baik.
  • Dampak besar bagi korban kekerasan seksual di pesantren, termasuk trauma, hilangnya rasa aman, gangguan psikologis, hingga depresi.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Komnas Perempuan menyoroti kekerasan yang terjadi di lembaga pendidikan keagamaan atau pesantren. Dalam Catatan Tahunan (CATAHU), pengaduan kasus kekerasan seksual di ranah pendidikan sepanjang 2020-2024 terdapat 97 kasus.

Komnas Perempuan menunjukkan bentuk kekerasan yang dialami korban bervariasi, yakni berupa pelecehan verbal dan fisik, perbuatan cabul, hingga pemaksaan hubungan seksual. Dalam beberapa kasus, pelaku justru dapat perlindungan dari lingkungan pesantren atau tokoh masyarakat setempat.

Viralnya kasus kekerasan seksual yang dialami santri membuat korban semakin takut melaporkan kasusnya. Maka menurut Komnas Perempuan, peran media sangat krusial menembus kultur diam dan buka ruang publik yang selama ini tertutup.

“Pemberitaan yang berperspektif pada korban bukan hanya pembesaran kasus yang dilakukan oleh media tetapi memastikan bahwa akses keadilan bagi korban terpenuhi melalui pendampingan agar korban berani bersuara untuk melaporkan kasus yang dialaminya kepada kepolisian,” kata Komisoner Komnas Perempuan, Daden Sukendar, Senin (27/10/2025).

1. Kekerasan seksual pesantren atau pendidikan berbasis agama Islam tempati urutan kedua

WhatsApp Image 2025-10-15 at 16.30.40 (7).jpeg
Talkshow sejarah dan fakta tragedi Mei 1998, tantangan penyangkalan dan kelembagaan Komnas Perempuan dalam agenda 27 Tahun Komnas Perempuan. (IDN Times/Lia Hutasoit)

Komnas Perempuan mencatat dalam Catatan Tahunan (CATAHU), pengaduan kasus kekerasan seksual di ranah pendidikan sepanjang tahun 2020-2024 terdapat 97 kasus. Kekerasan seksual di perguruan tinggi menempati urutan pertama sebanyak 42 kasus (43 persen), pesantren atau pendidikan berbasis agama Islam menempati urutan kedua sebanyak 17 kasus (17,52 persen) dan sekolah menengah setara SMA atau SMK sebanyak 16 kasus (16,49 persen). 

Kekerasan seksual mendominasi jenis kekerasan berbasis gender (kbg) di lembaga pendidikan. Dengan sekitar 83,62 persen dari kasus kekerasan berbasis gender di pendidikan adalah kekerasan seksual (termasuk perkosaan, pencabulan, pelecehan). Pelaku kekerasan seksual di lingkungan pendidikan di antaranya adalah guru, dosen, atau ustad atau figur pengajar bahkan pengasuh yang memiliki otoritas atau hubungan sangat dipercaya  korban.

2. Alasan korban enggan bersuara

WhatsApp Image 2025-10-15 at 16.30.40 (8).jpeg
Talkshow sejarah dan fakta tragedi Mei 1998, tantangan penyangkalan dan kelembagaan Komnas Perempuan dalam agenda 27 Tahun Komnas Perempuan. (IDN Times/Lia Hutasoit)

Komisioner Komnas Perempuan, Devi Rahayu menjelaskan adanya ancaman, tekanan sosial, serta kekhawatiran terhadap nama baik merupakan faktor lainnya yang membuat korban enggan bersuara.

“Kasus kekerasan seksual merupakan fenomena gunung es, di mana kasus kekerasan seksual yang dilaporkan jumlahnya lebih sedikit daripada yang terjadi di lapangan. Ketimpangan relasi kuasa yang kuat antara pelaku dan korban menjadi penyebab terjadinya kekerasan seksual. Hal ini juga menyebabkan banyak korban memilih diam dan tidak berani untuk melaporkan," kata dia.

3. Dampak yang besar bagi korban kekerasan seksual di Pesantren

Ilustrasi kekerasan seksual. (IDN Times/Sukma Shakti)
Ilustrasi kekerasan seksual. (IDN Times/Sukma Shakti)

Kekerasan seksual di pesantren menimbulkan dampak yang besar bagi korban. Korban alami trauma mendalam, hilangnya rasa aman di lingkungan belajar, gangguan psikologis hingga depresi. Dalam beberapa kasus, korban mengalami penolakan dari keluarga atau masyarakat karena dianggap menodai nama baik pesantren. Bagi lembaga pendidikan, kekerasan seksual menimbulkan krisis kepercayaan publik.

Meski demikian Komnas Perempuan menyambut baik penerbitan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan di bawah Kementerian Agama (Kemenag).

Hal ini dianggap jadi tonggak upaya perlindungan santri di pesantren termasuk sebagai satuan pendidikan yang berada di bawah tanggung jawab Kemenag. PMA mengatur sejumlah hal krusial termasuk di dalamnya definisi dan bentuk-bentuk kekerasan seksual, hak korban, hingga sanksi administratif bagi lembaga pendidikan yang lalai mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual.  

Share
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us

Latest in News

See More

BGN Ungkap Poin-Poin Penting di Perpres MBG yang Akan Diteken Prabowo

27 Okt 2025, 17:01 WIBNews