Mengenal Marhaenisme, Pandangan Sukarno Tentang Penindasan Rakyat

Marxisme sebagai pisau analisa

Jakarta, IDN Times – Sukarno identik dengan Marhaenisme. Terminologi ini diambil dari Marhaen, nama seorang petani kecil di kawasan Priangan, tepatnya di desa Cigereleng, di selatan Bandung.

Kisah tentang Sukarno dan Marhaenisme ini dikutip dari tulisan Soebadio Sastrosatomo yang berjudul “Soekarno adalah Indonesia, Indonesia adalah Soekarno" yang diterbitkan Pusat Dokumentasi Politik Guntur 49, tahun 1995.

Soebadio, yang ikut mendirikan Partai Sosialis Indonesia, dan pernah menjadi anggota parlemen, serta tahanan politik itu, menjelaskan versinya soal Sukarno dan Marhaenisme. Apa itu Marhaenisme? Berikut penjelasan mengenai Marhaenisme selengkapnya. 

1. Bung Karno lama meneliti soal proses pemiskinan rakyat Indonesia, termasuk Marhaen

Mengenal Marhaenisme, Pandangan Sukarno Tentang Penindasan RakyatFatmawati bersama Presiden Sukarno (Sumber: Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia)

Marhaenisme digunakan Sukarno setelah meneliti cukup lama, bahwa proses pemiskinan rakyat Indonesia diakibatkan berbagai sistem eksploitasi atau penghisapan yang dilakukan berbagai sistem kekuatan di Indonesia terhadap rakyat Indonesia.

Soebadio menulis, Bung Karno menemukan bahwa pada masa berkuasanya kerajaan-kerajaan di Indonesia (tentu sebelumnya di Nusantara), sebagian besar rakyat Indonesia dieksploitir oleh sistem feodalisme.

“Tatkala penjajah Eropa datang ke negeri kita, mereka melanjutkan penindasan atau eksploitasi itu,” tulis Soebadio yang pernah dibui di masa penjajahan Jepang, di era Sukarno dan oleh rezim Soeharto.

Baca Juga: Kisah Sukarno di Rumah Tjokroaminoto, Radja Djawa Tanpa Mahkota

2. Bung Karno menggunakan Marxisme sebagai pisau analisa kemiskinan

Mengenal Marhaenisme, Pandangan Sukarno Tentang Penindasan RakyatDokumen Istimewa

Soebadio yang menikahi Maria Ulfah, menteri perempuan pertama di Indonesia, menuliskan bahwa Bung Karno menganalisa kemiskinan yag kemudian kita kenal dengan istilah Marhaenisme itu dengan pisau analisa ilmu Marxisme. “Beliau bukanlah seorang komunis, sebab ilmu Marxisme yang dipahami Bung Karno tidak langsung beliau terapkan di sini,” demikian Soebadio.

Bung Karno lebih dulu mengamati, mempelajari susunan masyarakat terutama kultur Indonesia dan membandingkannya dengan susunan masyarakat serta kultur masyarakat Eropa, di mana Marxisme lahir.

“Jika di Eropa Marxisme itu melandaskan basis perjuangannya kepada kaum proletar, yakni kaum buruh yang tidak memiliki modal, maka bagi Indonesia Bung Karno menjadikan rakyat Indonesia yang dimelaratkan oleh sistem imperalisme sebagai basis perjuangannya.

3. Bung Karno anggap kaum Marhaen adalah mereka yang dimiskinkan oleh sistem imperialisme

Mengenal Marhaenisme, Pandangan Sukarno Tentang Penindasan RakyatDokumen Istimewa

Dalam buku “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat” yang ditulis Cindy Adam, Bung Karno menuturkan, Marhaen adalah seorang petani kecil yang jadi korban imperialisme. Menurut Bung Karno, basis kekuatan perjuangan rakyat Indonesia melawan imperialisne harus datang dari mereka yang dimelaratkan oleh sistem tersebut.

Jadi, Marhaenisme adalah isme-nya kaum Marhaen. Marhaenisme merupakan doktrin perjuangan yang menyatukan seluruh potensi rakyat Indonesia yang serba kecil itu untuk menumbangkan tatanan kapitalisme yang melahirkan imperialism dan kolonialisme.

Bedanya dengan situasi di Eropa, tulis Soebadio, Marhaeisme dilahirkan dalam suasana agraris di mana masyarakatnya tertindas, dieksploitasi oleh imperialism. “Tegasnya, Marxisme membela kaum pekerja yang dieksploitir kaum pemodal (kapitalis), sedangkan Marhaenisme membela si Marhaen yang dimiskinkan akibat adanya hubungan pergaulan yang imperialistik,” tulis Soebadio.

Oleh karena itu, jika kaum Marxis menyerukan, “Hai kaum proletar bersatulah, engkau tidak akan kehilangan sesuatu apapun kecuali rantai belenggumu!”, maka Bung Karno menyerukan, “Hai seluruh rakyat Indonesia bersatulah dan berjuanglah untuk memperoleh kemerdekaan!”

Apakah penghisapan dan eksploitasi kepada rakyat kecil seperti Marhaen menurutmu masih terjadi saat ini?

Memperingati HUT ke-75 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, IDN Times meluncurkan kampanye #MenjagaIndonesia. Kampanye ini didasarkan atas pengalamanan unik dan bersejarah bahwa sebagai bangsa, kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dalam situasi pandemik COVID-19, di mana kita bersama-sama harus membentengi diri dari serangan virus berbahaya. Di saat yang sama, banyak hal yang perlu kita jaga sebagai warga bangsa, agar tujuan proklamasi kemerdekaan RI, bisa dicapai.

Baca Juga: 60 Tahun Indonesia-Vietnam, Foto Sukarno dan Ho Chi Minh Dipamerkan

Topik:

  • Umi Kalsum
  • Septi Riyani
  • Bella Manoban

Berita Terkini Lainnya