Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI, Henri Alfiandi (IDN Times/Rehia Sebayang)
Kasus bermula ketika Basarnas membuka tender tiga proyek pada tahun 2023.
Tiga proyek itu antara lain Pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar, Pengadaan Public Safety Diving Equipment dengan nilai kontrak Rp17,4 miliar, dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.
Mulsunadi Gunawan, Marilya, dan Roni Aidil melakukan pendekatan personal ke Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto (Koorsmin Kabasarnas). Mereka mengadakan pertemuan secara langsung.
"Dalam pertemuan ini, diduga terjadi deal pemberian sejumlah uang berupa fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak. Penentuan besaran fee dimaksud diduga ditentukan langsung oleh HA," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Pada pertemuan tersebut, semua pihak sepakat adanya pemberian fee untuk Henri Alfiandi dan Afri Budi Marilya. Transaksi suap itu menggunakan kode 'Dana Komando' atau 'Dako'.
Marilya menyerahkan uang tunai Rp999,7 juta. Uang itu diserahkan di parkiran salah satu bank yang ada di Mabes TNI Cilangkap.
Adapun Roni Aidil menyerahkan uang Rp1,4 miliar melalui transfer bank.
"Atas penyerahan sejumlah uang tersebut, perusahaan MG, MR dan RA dinyatakan sebagai
pemenang tender," ujarnya.