Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Demonstrasi di DPR
Demo di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat berujung ricuh pada Kamis (28/8/2025) sore. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Intinya sih...

  • Lucius Karus kritisi usulan tempat khusus demo di DPR

  • Lokasi demonstrasi bukan urusan Menteri HAM menurut Lucius

  • Menteri HAM usul tempat khusus demo di DPR untuk memperkuat demokrasi substantif

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menanggapi usulan tentang lokasi khusus untuk demonstrasi di kompleks Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat. Usul itu disampaikan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai.

Lucius menilai, tempat khusus untuk demo itu merupakan siasat untuk mengendalikan demonstrasi. Menurutnya, dengan lokasi dan aturan pemakaian tersebut, akan jadi sarana DPR untuk mengatur aksi sesuai yang diinginkan mereka.

"Usulan menyiapkan tempat khusus demonstrasi terlihat sebagai siasat untuk mengendalikan demonstrasi. Dengan disiapkan tempat, berikutnya aturan pemakaian tempat itu akan jadi sarana DPR, untuk mengatur aksi sesuai keinginan mereka," kata dia saat dihubungi IDN Times, Senin (15/9/2025).

"Persiapan tempat itu untuk mengendalikan aksi bukan untuk menjamin kebebasan menyampaikan pendapat dari masyarakat," sambungnya.

1. Kritisi anggapan demonstran ganggu ketertiban jalan umum

Warga demo di depan Gedung DPR, Senin (1/9/2025). (IDN Times/Fadhliansyah)

Lucius mengkritisi anggapan Menteri HAM yang menilai lokasi demo dibutuhkan agar tidak mengganggu ketertiban umum. Padahal, kata dia, dalam hal ini DPR yang salah karena tidak ramah dengan warga yang datang menyampaikan aspirasi.

"Pagar tertutup, ribuan aparat yang berbaris di bagian dalam pagar, kawat berduri, gas air mata, semua itu ekspresi permusuhan dan perang. DPR memposisikan rakyat sebagai musuh yang harus diblok dari kompleks parlemen. Itulah yang jadi alasan pendemo memenuhi jalanan di depan gedung DPR," ucapnya.

Oleh sebab itu, Lucius menegaskan, harusnya yang dilakukan Kementerian HAM ialah membangun kesadaran pejabat dan DPR soal hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat dan berkumpul, karena merupakan hak asasi rakyat. Semestinya, kata dia, DPR menghormati kegiatan penyampaian pendapat dan menyambut demonstran yang datang.

"Bukan malah membangun benteng pertahanan seolah-olah rakyat adalah penjahat yang harus dilarang atau tak pantas disambut," tegas dia.

2. Lokasi demonstrasi bukan urusan Menteri HAM

Peneliti Formappi Lucius Karus di Sekretariat Formappi, Jakarta, Senin (13/5/2024). (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)

Selain itu, Lucius menuturkan, masalah lokasi demo di DPR bukan urusan Menteri HAM. Harusnya, Menteri HAM fokus ke substansi demonstrasi sebagai ekspresi penggunaan hak kebebasan berkumpul dan menyampaikan pendapat, bukan masalah infrastruktur.

"Yang jadi urusan Kementerian HAM kan soal hak warga negara menyampaikan pendapat dan berkumpul. Kalau urusan infrastruktur itu mestinya sih jadi pekerjaan Kementerian Pekerjaan Umum lah," tutur dia.

3. Menteri HAM usul tempat khusus demo di DPR

Mahasiswa dari Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mulai memadati depan gerbang utama Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (9/9/2025). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sebelumnya, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, mengusulkan penyediaan ruang demonstrasi di halaman Gedung DPR-RI sebagai langkah untuk memperkuat demokrasi substantif.

Menurut dia, gagasan ini akan memastikan aspirasi masyarakat tersalurkan, ketertiban publik tetap terjaga, dan simbol kedaulatan rakyat hadir dengan tepat.

“Masyarakat berhak menyampaikan pendapat secara damai. Negara bukan hanya menghormati, tetapi juga berkewajiban memastikan ruang itu ada. Menyediakan ruang demonstrasi di halaman DPR adalah pilihan strategis yang perlu dipertimbangkan serius karena akan mempertemukan masyarakat dengan lembaga yang mewakili mereka,” kata Natalius Pigai dalam keterangannya, dikutip Senin (16/9/2025).

Pigai mengatakan, praktik demonstrasi di Indonesia selama ini sering menimbulkan gesekan. Aksi kerap dilakukan di jalan utama, menimbulkan kemacetan, dan berpotensi memicu benturan dengan aparat maupun pengguna jalan lain.

Menurut dia, dengan menyediakan ruang demonstrasi di halaman DPR, maka kebebasan tetap dijamin dan ketertiban tetap terkendali.

Dia mencontohkan di Jerman yang membuka alun-alun publik di Berlin untuk aksi besar dengan pemberitahuan resmi. Kemudian, Inggris mengatur demonstrasi di Parliament Square dengan izin khusus. Singapura punya Speakers’ Corner di Hong Lim Park, sedangkan Amerika Serikat membuat free speech zones dalam acara politik besar. Demikian pula Korea Selatan yang melarang aksi di sekitar istana, parlemen, dan pengadilan, tetapi memfasilitasi demonstrasi besar di ruang publik ikonik seperti Gwanghwamun Square.

Editorial Team