Pasal selanjutnya yang menjadi perdebatan adalah pasal 224 dan 245 mengenai hak imunitas anggota DPR. Sebelumnya, pasal ini juga sempat menjadi perdebatan seru antara Wakil Ketua KPK Laode Syarif dengan Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR bersama KPK.
Berikut bunyi kedua pasal tersebut:
Pasal 224
(1) Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.
(2) Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena sikap, tindakan, kegiatan di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang semata-mata karena hak dan kewenangan konstitusional DPR dan/atau anggota DPR.
(3) Anggota DPR tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam rapat DPR maupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dinyatakan sebagai rahasia negara menutu ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 245
(1) Panggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tisak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 224 harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
(2) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPR:
a. Tertangkap tangan melakukan tindak pidana;
b. Disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penajara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau
c. Disangka melakukan tindak pidana korupsi.
Pasal mengenai hak imunitas tersebut sempat menjadi perdebatan karena dengan pasal ini, anggota DPR bisa berlindung dalam payung hukum, terutama untuk para pelaku korupsi.
Perdebatan misalnya, terjadi antara Pimpinan KPK dan anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu. Masinton mengatakan pelaku tindak pidana korupsi tidak akan bisa dilindungi oleh hak imunitas.
“Kalau berkaitan dengan tindak pidana korupsi, itu jelas di UU MD3 itu, berkaitan dengan tindak pidana khusus. Tidak ada di situ. Imunitas tidak berlakut terhadap pelaku korupsi,” kata Masinton di Ruang Rapat Komisi III, Gedung DPR RI, Selasa (13/2).
Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Sarifuddin Sudding juga menyatakan bahwa korupsi termasuk dalam tindak pidana khusus, sehingga tidak dapat berlindung di balik hak imunitas anggota dewan.
“Dalam pasal ini, sudah jelas bahwa tindak pidana khusus atau tertangkap tangan tidak termasuk ini,” kata Sudding di Ruang MKD, Gedung DPR RI, Selasa (13/2).
Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas menambahkan, dalam pasal 245 ada beberapa pengecualian untuk menggunakan hak imunitas, yaitu melakukan tindak pidana khusus. Tindak pidana khusus yang dimaksud di dalam pasal adalah kategori korupsi, kejahatan kemanusiaan, dan human trafficking.
Di dalam ketiga kategori itu, lanjut Supratman, anggota DPR tidak bisa menggunakan hak imunitas dan tidak perlu mendapatkan izin dari Presiden untuk dilakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan.
“Jika ketiga ini terjadi, tidak perlu izin presiden,” ucapnya.
Tidak hanya itu, apabila yang bersangkutan melakukan tindak pidana umum dengan ancaman pidana mati seperti yang tertera dalam ayat 2 pasal 245, tidak perlu juga mendapatkan izin dari Presiden untuk ditindaklanjuti.
“Bukan cuma tindak pidana khusus, termasuk tindak pidana umum tidak perlu izin presiden kalau diancam dengan pidana mati,” tambah Supratman.