Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi salah satu cara perlindungan dan pemenuhan hak korban atas penanganan, perlindungan serta pemulihan.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Ratna Susianawati memastikan lahirnya UU TPKS tak akan tumpang tindih dengan undang-undang yang lain.

"Karena justru keberadaan undang-undang lex specialis yang mengatur tentang tindak pidana kekerasan seksual ini, dalam eksekusinya tentunya akan dilengkapi dengan aturan-aturan teknis yang ini ada di beberapa undang-undang yang terkait," kata Ratna dalam Media Talk UU TPKS secara virtual, Selasa (9/8/2022). 

UU TPKS yang telah diundangkan pada 9 Mei 2022 merupakan angin segar bagi perempuan dan anak Indonesia yang paling rentan menjadi korban kekerasan seksual.

1. Terdapat irisan yang sangat kuat antara UU TPKS dengan UU lain

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati dalam acara Media Talk “Tok! RUU TPKS Sepakat Diteruskan ke Sidang Paripurna DPR RI" Jumat (8/4/2022). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Ratna menuturkan, proses pembentukan undang-undang TPKS tidak ada tumpang tindih, karena terdapat irisan yang sangat kuat antara UU TPKS, dengan UU Perlindungan Anak, UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU tentang Pemberantasan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

"Kemudian UU tentang Pornografi, sistem peradilan pidana anak, UU tentang perlindungan saksi dan korban dan masih banyak undang-undang yang lain dalam prosesnya kita lakukan harmonisasi," ucapnya.

2. Kekuatan dari UU TPKS

Editorial Team

Tonton lebih seru di