Berkaca pada hasil temuan dan kajian terhadap proses vaksinasi di DKI Jakarta, Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya menyarankan beberapa hal.
Pertama, pemerintah pusat, dalam hal ini Kemenkes, harus mengubah strategi tahapan vaksinasi menjadi regionalisasi, berdasarkan epicentrum penyebaran COVID-19 (15 daerah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat dengan positive rate tertinggi), sesuai data target vaksinasi seperti yang ada di dalam Satu Data COVID-19.
Hal ini berkaca pada kesuksesan vaksin Measles (M) dan Rubella (R) pada 2017 yang memfokuskan pada vaksinasi di wilayah Jawa, sehingga mencapai target 95 persen sesuai waktu yang direncanakan.
Kedua, dengan pendekatan tersebut tanpa menargetkan sasaran secara lebih spesifik proses verifikasi dan laporan bisa langsung by name by address oleh sistem Satu Data COVID-19, sehingga dapat menyederhanakan sistem pencatatan pelaporan, agar mengurangi waktu, sarana dan prasarana (laptop, printer, dan internet).
Karena dengan sistem verifikasi gabungan saat ini (satu data dan bottom up) proses verifikasi membutuhkan satu tim tenaga kesehatan (± 5-7 orang), 3-4 laptop dan 1-2 printer. Termasuk koneksi internet, dan prosesnya membutuhkan waktu enam jam untuk menyelesaikan 100-120 sasaran vaksinasi.
Ketiga, strategi tahapan vaksin dapat dilakukan di wilayah-wilayah yang bukan epicentrum COVID-19, dengan kriteria dan indikator yang lebih jelas, serta merujuk pada satu kebijakan yang sama.
“Kelompok paling rentan yaitu para nakes sudah terlindungi, mungkin saatnya makin fokus pada percepatan vaksinasi, agar target kita bersama yaitu kekebalan kelompok (herd immunity) tetap terjaga sesuai rencana,” kata Teguh.