Ahli: Kasus Isoman COVID-19 Meninggal karena Pemerintah Anggap Remeh

Pasien Isoman tetap membutuhkan penanganan serius

Jakarta, IDN Times - Epidemiolog Universitas Hasanuddin, Ridwan Amiruddin, menyayangkan ada 2.313 pasien COVID-19 meninggal saat menjalani isolasi mandiri. Menurut Ridwan, hal itu terjadi karena persepsi para pemangku kebijakan yang menganggap pasien isolasi mandiri tidak membutuhkan perawatan intensif.

“Kasus isolasi mandiri harus dikelola dengan baik. Mereka butuh tenaga kesehatan yang memonitor pergerakan kesehatan, sehingga kematian bisa ditekan. Sekarang ini isolasi mandiri seperti diserahkan ke warga, padahal itu tanggung jawab negara juga,” ujar Ridwan, yang juga menjabat Ketua Umum Perhimpunan Sarjana Kesehatan dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi), dalam Polemik Trijaya Network yang ditayangkan melalui kanal YouTube MNC Trijaya, Sabtu (24/7/2021).

1. Isolasi mandiri tetap butuh perhatian serius

Ahli: Kasus Isoman COVID-19 Meninggal karena Pemerintah Anggap RemehPasien yang tengah menjalani isolasi mandiri di teras rumah Kelurahan Wirasana, Purbalingga mulai kritis dan dibawa ke rumah sakit, Kamis (8/7/2021) (Dokumentasi Warga Wirasana)

Lebih lanjut, Ridwan khawatir isolasi mandiri menjadi cara bagi penderita virus corona meninggal secara perlahan dalam kesunyian.

“Banyak pasien isolasi mandiri yang mati (karena) pengambil kebijakan menganggap tidak perlu ditangani secara serius (karena gejala ringan),” terang Ridwan.

Di sejumlah daerah, gerakan masyarakat yang membantu pasien isolasi mandiri mulai menjamur. Namun, karena sifatnya relawan atau sukarela, sering kali mereka menemui berbagai hambatan.

“Di Sulawesi itu ada relawan, itu di luar pemerintah, tapi kami tidak punya ambulance,” tambah dia.

Baca Juga: 2.313 Pasien Isoman Meninggal, DPR Desak Pemerintah Buat Pemetaan 3T

2. Klaster keluarga meningkat karena kebocoran isolasi mandiri

Ahli: Kasus Isoman COVID-19 Meninggal karena Pemerintah Anggap RemehIlustrasi isolasi mandiri di rumah (ANTARA FOTO/Makna Zaezar

Ridwan mengatakan dampak lebih lanjut dari isolasi mandiri adalah klaster keluarga yang meningkat. Berdasarkan catatannya, kebocoran akibat isolasi mandiri hampir menyumbang 50 persen infeksi COVID-19.

“Tahun lalu mereka ada yang isolasi di hotel, sekarang seperti melepas kembali ke warga, akhrinya klaster keluarga semakin tinggi. Sehingga, bagaimana caranya isolasi mandiri ini harus menjadi isolasi terkontrol,” terang pengampu studi master di Griffith University itu.

3. Pemerintah telah berupaya meski hasilnya belum optimal

Ahli: Kasus Isoman COVID-19 Meninggal karena Pemerintah Anggap Remeh(Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Ali Mochtar Ngabalin) ANTARA FOTO/Hanni Sofia

Menanggapi pernyataan Ridwan, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (SKP) Ali Mochtar Ngabalin menyampaikan pemerintah telah memberikan perhatian serius kepada pasien isolasi mandiri. Hal bisa dilihat melalui kebijakan pengiriman obat dan telemedicine.

Kendati begitu, Ali mengakui bila peran pemerintah belum optimal. Dia juga meminta dukungan seluruh komponen masyarakat untuk mendukung program pemerintah mengakhiri pandemik COVID-19.

“Pemerintah, organ penyelenggara, adalah manusia juga, tidak ada Superman di dunia ini. Artinya, (wajar) umpama Pak Erick, Pak Luhut, minta maaf karena penanganan (kurang baik),” tutur Ngabalin.

Baca Juga: LaporCovid-19: Ada 1.214 Pasien Isoman di DKI Meninggal 

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya