Kronologi Kerusuhan 12 Mei 1998: Insiden yang Menewaskan 4 Mahasiswa Trisakti

Sekitar 41 mahasiswa menjadi korban peluru tajam

Jakarta, IDN Times - Ketua Senat Mahasiswa Universitas Trisakti periode 1997-1998, Julianto Hendro Cahyono, menceritakan detik-detik sebelum terjadinya insiden berdarah yang menewaskan empat mahasiswa Trisakti pada Selasa, 12 Mei 1998.

“Memang awalnya Rektorat berdebat dengan kami mengapa kalian mau reformasi. Kemudian mereka melakukan rapat guru besar. Akhirnya mereka mendukung gagasan kami dan pada 12 Mei 1998 itulah seluruh civitas akademika Trisakti turun di mimbar bebas dengan satu suara,” terang Hendro saat ditemui IDN Times di Universitas Trisakti, Jakarta Barat, beberapa hari lalu.

Hendro amat menyayangkan kerusuhan yang terjadi. Pasalnya, tidak terbesit sedikit pun niat 15 ribu massa yang turun saat itu untuk beradu fisik dengan pasukan keamanan. Apalagi saat kegiatan long march dari Universitas Trisakti menuju Gedung DPR/MPR, sekawanan massa dijaga oleh satgas mahasiswa guna mencegah keributan dengan petugas.

Lantas bagaimana sesungguhnya kronologi insiden tersebut? Siapa sesungguhnya dalang yang menyulut keributan kala itu? Bagaimana detik-detik empat mahasiswa Trisakti tewas tertembak peluru tajam? Yuk simak di bawah ini.

1. Proses konsolidasi mahasiswa memakan waktu tiga bulan

Kronologi Kerusuhan 12 Mei 1998: Insiden yang Menewaskan 4 Mahasiswa TrisaktiIDN Times/Vanny El Rahman

Berbicara mengenai lahirnya gerakan mahasiswa, sebenarnya gerakan Universitas Trisakti bisa dikatakan terlambat. Jauh sebelum 12 Mei 1998, kampus di berbagai daerah telah bergerak meminta Soeharto turun dari kursi kepresidenan. Namun sayang gerakannya masih bersifat sporadis dan belum terstruktur.

“Gerakan mahasiswa sudah ada di Solo, Yogyakarta, Bogor, dan di banyak daerah, tapi gerakannya sporadis. Nah Trisakti tanggal 12 Mei 1998, 9 fakultas dan 18 jurusan sudah satu suara untuk mendukung gerakan ini. Rektorat dan karyawan juga,” terang dia.

Berdasarkan keterangan Hendro, perlu waktu sekitar tiga bulan untuk menyatukan visi seluruh mahasiswa sebelum aksi damai 12 Mei 1998 lahir. Tentu silang pendapat terjadi sepanjang proses konsolidasi.

Hendro membeberkan “Proses brain storming-nya itu sekitar tiga bulan, itu gak gampang. Kita rapat juga selalu pindah-pindah, karena pasti ada intel yang menyusup. Ketika proses brain storming, itu kita berdebat sesuai dengan keilmuan masing-masing. Dinamikanya sampai ada yang gebrak meja, walk out, main fisik ya gitulah. Karena memang itukan ketua-ketua himpunan semuanya dan mereka merasa punya hak untuk menyampaikan pendapat yang sama,”.

Baca juga: Jadi Target Operasi Kopassus, Aktivis 1998 Ini Dilindungi Marinir

2. Selasa 12 Mei 1998 pukul 08.00 WIB: Wartawan media internasional hadir tanpa diundang

Kronologi Kerusuhan 12 Mei 1998: Insiden yang Menewaskan 4 Mahasiswa TrisaktiIDN Times/Vanny El Rahman

Setelah menghabiskan waktu konsolidasi tiga bulan lamanya, 15 ribu massa kala itu sepakat untuk melaksanakan longmarch ke Gedung DPR/MPR sembari memberikan bunga kepada pasukan anti huru-hara.

Pada pagi harinya, sekitar pukul 08.00 WIB, Hendro merasa heran karena banyak jurnalis asing yang meliput aksi damai tersebut. “Situasi pagi sebelum aksi, sekitar pukul 06.00 WIB, itu sudah banyak media asing yang meliput, ada CNN, CNBC, NHK, AFP, saya gak tahu itu mereka tahu dari mana. Saya jam setengah tujuh sudah diminta wawancara sama mereka. Itu masih menjadi tanda tanya besar, padahal kita gak mengundang mereka,” kata Hendro.

3. Selasa 12 Mei pukul 10.00-17.00 WIB: Ribuan massa turun ke jalan

Kronologi Kerusuhan 12 Mei 1998: Insiden yang Menewaskan 4 Mahasiswa TrisaktiIDN Times/Vanny El Rahman

Memasuki pukul 10.00 WIB, ribuan massa mulai memadati Plaza Universitas Trisakti. Sekitar 15 ribu massa siang itu sepakat bergerak maju ke Gedung DPR/MPR. “Kita juga sudah janji dengan anggota dewan di sana, sudah ada yang mau menyambut kita,” ujar Hendro.

Namun sayang, massa hanya bisa menempuh paling jauh 300 meter dari gerbang kampus. Mereka tertahan oleh barikade Kepolisian. Padatnya massa siang itu juga menutup pintu tol di depan Universitas Trisakti. Jarak antara massa dengan petugas keamanan cukup jauh. Tidak sedikitpun tanda-tanda mahasiswa ingin memulai bentrok.  

Hendro terus melobi petugas agar ribuan massa diizinkan untuk melanjutkan longmarch hingga gedung anggota dewan. Namun sayang, negosiasi tersebut tidak disambut baik oleh Kapolres Jakarta Barat dan Dandim Jakarta Barat waktu itu.

“Sekitar jam setengah lima, Kapolres Timur Pradopo sudah meminta saya agar mahasiswa mundur segera, kalau tidak akan kita rangsek, gitu katanya. Ya saya bilang, Pak ini kan sama sekali tidak ada keributan, saya terus nego,” tutur pria yang kala itu juga menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi Trisakti periode 1997-1998.

Tidak lama setelah itu, petugas tambahan dan polisi dengan motor gede dari Polda Metro Jaya dan Brimob hadir di tengah lokasi aksi. Tibanya bala bantuan yang dipimpin oleh Kolonel Artur Damanik menjadi awal akan huru-hara sore hari itu.

4. Selasa 12 Mei pukul 17.00-21.00 WIB: Insiden pecah

Kronologi Kerusuhan 12 Mei 1998: Insiden yang Menewaskan 4 Mahasiswa TrisaktiIDN Times/Linda Juliawanti

Kepala Otoritas Universitas Trisakti di tahun 1998 sekaligus saksi sejarah akan kerusuhan sore hari itu, Ari Gunarsa, turut memberikan keterangan pada detik-detik kericuhan.

“Sore itu mahasiswa sudah mencair suasananya. Jumlah massa sudah berbalik, mahasiswa sebagian sudah pada balik ke kampus, tapi polisi makin banyak. Nah pas dateng pasukan bermotor itu, polisi yang menjaga itu segera membuka barikade, nah itu dipersilahkan lewat pasukan bermotor nabrak-nabrakin mahasiswa,” cerita Ari.

Polisi mulai menembaki mahasiswa. Sekitar jam 5 sore, Hendro terjatuh dan terkena tembakan peluru karet dari jarak satu meter. “Untungnya saya segera dievakuasi oleh teman-teman dan diamankan di lantai sembilan Ruang Pembantu Rektor III. Dari atas situ saya benar-benar melihat teman-teman saya ditembaki, ada yang bersiaga di fly over dan ada juga di roof top Ciputra Mall,” ungkap Hendro.

Menurut keterangan Hendro, tembakan tidak berhenti hingga pukul sembilan malam. Bahkan, mahasiswa yang menjadi korban bentrokan tidak diizinkan untuk melewati barikade Kepolisian untuk mendapat perawatan pertama. Padahal, malam harinya mahasiswa sama sekali tidak membalas segala tembakan petugas. “Kita memang gak ada niatan ricuh. Jadi mahasiswa hanya melempari polisi pakai batu, botol. Tandunya saja pakai papan,” samung dia.

Beruntung Hendro bisa dilarikan ke RS Pertamina oleh teman-temannya tanpa ketahuan petugas, pasalnya Hendro menjadi orang paling dicari pada kerusuhan itu. “Saya melihat di televisi rumah sakit, itu kabar meninggalnya menjadi headline. Malah sempat beredar kabar kalau ada enam orang meninggal. Kita itu benar-benar ditembak kayak rusa gitu,” tambah dia.

Siapa sangka aksi damai kala itu berujung ricuh hingga memakan empat korban jiwa. “Hendryawan Sie meninggal saat menutup gerbang. Hafidin Royan meninggal saat lagi manggil teman-temannya, dia ditembak di kepala hingga tembus otak. Elang tewas saat mengikuti temannya. Dan Hery Hartanto meninggal saat cuci muka,” sambung Ari.  

Satu hal yang perlu diketahui adalah, sekitar 41 orang menjadi korban akan peluru tajam dan ratusan orang lainnya menjad korban peluru karet serta gas air mata.

“Padahal, sebelumnya Panglima ABRI Wiranto sudah mengingatkan agar tidak menggunakan peluru tajam. Tapi nyatanya, ada ratusan peluru tajam saat kita selidiki, itu tersangkut di pohon-pohon. Itu yang menjadi pertanyaan, siapa yang memerintahkan penembakan itu. Karena operasi saat itu benar-benar gak berhenti penembakan dari sampai jam sembilan malam,” tutup Ari.

Baca juga: [Wawancara Khusus] Fahri, Aksi 98, Pengantin Baru dan Rasa Tak Percaya Soeharto Jatuh Secepat Itu

 

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya