Suara Kurang dari 50 Persen, Jokowi 'Dihukum' Publik

Hampir 9 persen pemilih Jokowi mungkin saja beralih

Surabaya, IDN Times - CEO dan Founder PolMark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah, menyebut Calon Presiden Joko 'Jokowi' Widodo yang merupakan petahana pada Pilpres 2019 tengah 'dihukum' publik. Pernyataan tersebut ia lontarkan setelah melakukan survei di 73 daerah pemilihan (Dapil) dengan 32.560 responden sepanjang Oktober 2018 hingga Februari 2019.

"Survei di 73 dapil sudah mencakup 92,9 persen pemilih," kata Eep pada roadshow hasil survei Partai Amanat Nasional (PAN) di Hotel Mercure, Surabaya, Selasa (5/3).

1. "Kampanye" petahana sudah dimulai sejak tahun pertama menjadi presiden

Suara Kurang dari 50 Persen, Jokowi 'Dihukum' PublikIDN Times/Vanny El Rahman

Pada Pilpres 2019 ini, kubu penantang yang diwakili oleh Prabowo-Sandiaga melawan petahana Jokowi-Ma'ruf. Dalam catatan Eep, secara tidak langsung, program kerja Jokowi adalah bagian dari "kampanye". Tidak seperti oposisi yang baru diizinkan kampanye pada rentang waktu yang ditentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Petahana sudah bertahun-tahun melakukan 'kampanye' dengan cara bekerja melayani warga negara," sambung Eep.

Baca Juga: Jokowi Janjikan KIP Kuliah, BPN: Jangan Klaim Program Lama

2. Dukungan terhadap petahana masih rendah

Suara Kurang dari 50 Persen, Jokowi 'Dihukum' PublikIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Berdasarkan hasil survei PolMark, kubu 01 meraih 40,4 persen suara. Sementara kubu 02 meraup 25,8 persen. Adapun responden yang belum menentukan pilihan (undecided voters) sekitar 33,8 persen.

Dari 40,4 persen dukungan kepada petahana, ternyata 8,9 persen masih mungkin berubah pilihan. Sebaliknya, dari 25,8 persen dukungan kepada penantang, hanya 5,3 persen yang memungkinkan untuk mengalihkan pilihannya.

"Artinya, masih ada 48 persen suara yang sesungguhnya masih diperebutkan untuk Pilpres 2019," ulas Eep.

3. Rendahnya angka petahana adalah "hukuman" publik

Suara Kurang dari 50 Persen, Jokowi 'Dihukum' PublikIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Salah satu kesimpulan yang ditarik Eep adalah rendahnya dukungan kepada petahana merupakan bukti bila Jokowi sedang 'dihukum' publik.

"Dengan 'kampanye' yang lama, petahana belum melampaui 50 persen, maka artinya pemilih sedang menghukum yang bersangkutan (Jokowi). Hukuman ringannya adalah belum memilih, sedangkan hukuman beratnya adalah tidak memilih yang bersangkutan. Maka sahih bila saya katakan bahwa publik sedang 'menghukum' Jokowi," jelasnya.

4. Eep melihat pola Pilkada DKI bisa terulang kembali

Suara Kurang dari 50 Persen, Jokowi 'Dihukum' PublikIDN Times/Cije Khalifatullah

Sebagaimana diketahui, Eep merupakan konsultan politik untuk Anies-Sandi pada Pilkada DKI 2017. Saat itu, pasangan Ahok-Djarot diunggulkan berbagai lembaga survei. Begitu pula dengan Pilkada DKI 2012 yang menunjukkan tren survei mengarah kepada Fauzi Bowo, nyatanya Pilkada dimemangkan oleh Jokowi-Ahok.

"Saya teringat Pilkada Jakarta. Fauzi Bowo waktu itu menghadapi situasi yang mirip (dengan Pilpres 2019). Pak Basuki pada 2017 menghadapi persoalan serupa. Maka itulah kami paham kenapa perang total diikrarkan (oleh petahana). Kenapa upaya yang luar biasa begitu dilakukan. Ini adalah bagian dari pertarungan (menuju 17 April)," kata dia.

Baca Juga: Amien Rais: Pemerintahan Jokowi Sudah Hancur Lebur

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya