Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Veronica Tan, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Wamen PPPA). (dok. KemenPPPA)
Veronica Tan, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Wamen PPPA). (dok. KemenPPPA)

Intinya sih...

  • Veronica Tan menegaskan komitmen pemerintah untuk mengusut tuntas kasus kekerasan seksual di Universitas Pancasila.
  • Kemen PPPA telah berkoordinasi dengan beberapa kementerian untuk mendorong proses hukum dan pemberian sanksi sosial terhadap pelaku berinisial ETH (72).
  • Veronica menyampaikan apresiasi kepada para korban yang telah berani speak up, dan menegaskan bahwa ini bukan soal individu, namun sistem dan perlindungan terhadap generasi penerus bangsa.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Wamen PPPA), Veronica Tan menegaskan komitmen pemerintah untuk mengusut tuntas kasus kekerasan seksual yang terjadi di Universitas Pancasila. 

Veronica menegaskan proses hukum terhadap pelaku harus tetap berjalan sebagaimana mestinya, tanpa pandang bulu. Dia datang ke Universitas Pancasila untuk mengetahui bagaimana alur Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) berjalan, terutama ketika ada pelaporan dari mahasiswa atau pekerja yang merasa terintimidasi.

"Kami ingin tahu, apakah universitas memberikan perlindungan yang cukup terhadap korban? Tugas negara adalah memastikan proses hukum berjalan transparan dan akuntabilitas dalam penanganan laporan korban,” ujar Wamen PPPA dalam keterangan, Sabtu (24/5/2025).

1. Tidak ada yang kebal hukum

Veronica Tan, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Wamen PPPA). (dok. KemenPPPA)

Veronica menambahkan Kemen PPPA juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek), Kepolisian, dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) untuk mendorong proses hukum dan pemberian sanksi sosial terhadap pelaku berinisial ETH (72) yang masih berstatus terlapor.

Dia menyampaikan Indonesia telah memiliki payung hukum yang jelas, yaitu Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang harus ditegakkan. Dia menegaskan tidak ada pihak yang kebal hukum dalam kasus ini, termasuk pimpinan universitas.

“Kami ingin ada efek jera. Pelecehan seksual bukan kesalahan ringan, apalagi jika dilakukan oleh figur akademisi. Kampus harus menunjukkan ketegasan moral untuk tidak menoleransi pelaku, siapa pun dia. Kita harus kawal bersama," tegasnya.

2. Semua harus tunduk aturan

Ilustrasi pelecehan (Pinterest)

Veronica menegaskan ini bukan soal individu, namun sistem dan perlindungan terhadap generasi penerus bangsa. Menurutnya, semua kampus harus siap membangun sistem yang tidak hanya reaktif terhadap kasus, tapi juga preventif dan melindungi. 

"Yang pasti, pimpinan universitas tidak bisa berada di atas hukum. Semua harus tunduk pada aturan yang berlaku,” kata Wamen PPPA.

3. Jangan sampai kekuasaan dan jabatan menjadi tameng bagi pelaku

Kekerasan seksual

Veronica menyampaikan apresiasi kepada para korban yang telah berani speak up. Ia mengatakan keberanian ini merupakan langkah penting dalam membongkar kasus kekerasan seksual dan mendorong terciptanya lingkungan yang lebih aman dan adil bagi semua.

"Ketika perempuan diberi ruang dan wadah yang aman, mereka akan berani speak up. Dan ketika mereka berbicara, negara wajib mendengarkan dan mengambil tindakan. Jangan sampai kekuasaan dan jabatan menjadi tameng bagi pelaku. Anak-anak kita harus dididik dalam lingkungan yang aman, sehat, dan penuh integritas. Itulah tanggung jawab kita bersama,” katanya.

Sebelumnya, korban pelecehan seksual eks rektor Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno mengatakan korban AM mengalami pelecehan verbal di Pondok Indah Mall (PIM) 2 di dalam satu forum bersama Edi Toet. Saat itu, Edie Toet melemparkan kata-kata yang tidak sepantasnya di hadapan umum dan disambut tawa oleh orang-orang di dalam forum tersebut.

“Jadi mereka menganggap ucapan-ucapan yang memang melecehkan itu sesuatu yang biasa. Apalagi yang hadir adalah akademisi. Nah seharusnya kan menyampaikan sesuatu yang memang rasional dan memang sesuai dengan orang-orang yang terdidik. Tapi ini didapat umum. Itu tertawa bersama-sama. Dan saya pun menyaksikan hal itu,” kata pengacara korban, Yansen.

Sementara itu, IR mengalami pelecehan seksual secara fisik di salah satu tempat di Jakarta Selatan pada 2019.

 

Editorial Team