Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
sppg, mbg, dapur mbg, makan bergizi gratis
Ilustrasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Solo, Jawa Tengah. (dok. PPJI Jateng)

Intinya sih...

  • Kritik terhadap rencana komersialisasi minyak jelantah dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) karena dinilai tidak sejalan dengan semangat nasionalisme.

  • Penolakan terhadap rencana menjual minyak jelantah MBG kepada Singapore Airlines, dengan menyarankan agar dijual kepada Pertamina sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.

  • Potensi pendapatan dari minyak jelantah mencapai Rp620 miliar per tahun, sehingga perlunya pengawasan ketat dari lembaga seperti KPK, BPK, dan Kejaksaan agar tidak muncul penyimpangan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Wacana komersialisasi minyak jelantah dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) menuai kritik. Kebijakan itu dinilai tidak sejalan dengan semangat nasionalisme, karena membuka peluang keuntungan ekonomi ratusan miliar rupiah ke pihak asing.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana sebelumnya mengungkap rencana menjual seluruh minyak jelantah MBG kepada Singapore Airlines. Pernyataan tersebut langsung mengundang respons tajam dari sejumlah pihak yang menilai kebijakan itu tak sejalan dengan kepentingan nasional.

1. Kepala BGN dinilai berpikir secara kapitalis

Makan Bergizi Gratis. (IDN Times/Teri).

Sekretaris Eksekutif Said Aqil Sirodj Institute, Abi Rekso, menilai langkah Kepala BGN tidak menunjukkan sikap nasionalis. Dia mengkritik orientasi kebijakan yang dianggap terlalu condong pada kepentingan asing.

“Saya menilai Kepala BGN membawa agenda luar dalam hal jual beli minyak jelantah. Lagi pula, masih ada urusan lain yang lebih penting seperti kasus keracunan. Lagi pula Pertamina sebagai BUMN juga bisa membeli minyak jelantah,” kata Abi Rekso.

Menurutnya, fokus pemerintah seharusnya tetap pada keamanan pangan dan tata kelola internal, bukan langsung mengalihkan produk residu ke pihak luar negeri.

2. Pertamina dinilai bisa beli minyak jelantah

Ilustrasi penyiapan makanan makan bergizi gratis. (dok. PPJI Jateng)

Abi menyebut langkah yang lebih selaras dengan semangat nasionalisme adalah menjual minyak jelantah MBG kepada Pertamina, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto agar keuntungan ekonomi kembali ke negara.

Pertamina diketahui memberikan harga Rp6.000 per liter untuk minyak jelantah. Setiap dapur SPPG diperkirakan menghasilkan 560 liter jelantah per bulan, atau 6.720 liter per tahun, dengan nilai sekitar Rp40,3 juta.

Jika dikalikan dengan jumlah 15.363 dapur yang telah beroperasi, potensi pendapatan dari minyak jelantah mencapai Rp620 miliar per tahun.

Abi menegaskan, angka sebesar itu seharusnya menjadi perhatian agar manfaat ekonominya tidak terlepas dari otoritas nasional.

3. Perlu jaga dan awasi bersama

Ilustrasi pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG). (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Melihat besarnya potensi nilai ekonomi, Abi mengingatkan perlunya pengawasan ketat terhadap wacana tersebut. Dia menilai, lembaga seperti KPK, BPK, dan Kejaksaan perlu turun tangan agar tidak muncul penyimpangan.

“Kita perlu sama-sama menjaga, agar BGN tidak menjadi lembaga percaloan. Dengan adanya niat Kepala BGN ini ada potensi Rp620 milyar pertahun. Saya rasa KPK, BPK dan Kejaksaan perlu memperkuat pengawasan,” ujar Abi.

Sebelumnya, Kepala BGN Dadan Hindayana menjelaskan alasan di balik rencana penjualan minyak jelantah MBG ke Singapore Airlines. Ia menilai ekspor memberikan nilai ekonomi lebih besar.

"Ini jelantahnya tidak dibuang, ditampung oleh para entrepreneur dan kemudian diekspor dengan harga yang dua kali lipat karena salah satu penggunanya adalah Singapore Airlines," kata Dadan di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Rabu (19/11).

Dadan juga menegaskan potensi bisnis minyak jelantah sangat besar karena konsumsi minyak goreng SPPG cukup tinggi.

"Satu SPPG memproduksi atau menggunakan 800 liter minyak goreng setiap bulan dan 70 persen menjadi minyak jelantah," tutur dia.

Editorial Team