Persagi Pastikan Jumlah Ahli Gizi di Indonesia Cukup untuk Program MBG

- Persagi dan BGN akan membahas isu serapan ahli gizi di setiap SPPG seluruh Indonesia dalam perjanjian kerja sama (PKS).
- Persagi hadir memberikan edukasi dan pembekalan agar para lulusan-lulusan ahli gizi ini siap bekerja di SPPG.
- SPPG minimal membutuhkan dua ahli gizi karena tiap SPPG wajib melayani penerima manfaat MBG antara 3 ribu orang bahkan lebih.
Jakarta, IDN Times - Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) menegaskan jumlah ahli gizi di Indonesia cukup untuk bertugas di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Ketua Umum DPP Persagi, Doddy Izwardy menepis anggapan adanya kelangkaan ahli gizi di Indonesia. Menurut dia, lulusan ahli gizi dari setiap pendidikan itu mencapai 11 ribu orang setahun. Namun, Persagi tak tahu secara rinci lokasi lulusan ahli gizi itu, sehingga kesulitan memberi tahu SPPG keberadaan ahli gizi.
"Jadi sehingga kami sudah ada MoU dengan BGN dan rencananya akan ada PKS dan kami sudah mengonsolidasi DPD kami yang ada 35 di semua provinsi di Indonesia. Ada 500 lebih DPC-nya. Nah tadi dari Kementerian Kesehatan itu sudah mapping. Ada yang masih sukarela. Nah tapi itu pola-pola itu kan miliknya pemerintah daerah setempat, apakah mereka bisa pindah ke SPPG harus ada aturan dari bupati, gubernur," tutur Doddy kepada awak media di Kantor Kemenko Pangan Jakarta, Rabu (19/11/2025).
1. Serapan ahli gizi di tiap provinsi

Doddy menjelaskan, Persagi dan BGN akan membahas isu serapan ahli gizi di setiap SPPG seluruh Indonesia dalam perjanjian kerja sama (PKS). Persagi dan BGN akan bersinergi dalam memetakan berapa kebutuhan ahli gizi di SPPG sehingga kedua belah pihak bisa mendapatkan angka pasti.
"Yang paling penting sih kami sudah berkomunikasi Asosiasi Perguruan Tinggi, sama yang vokasi, Poltekkes dan mereka tuh banyak lulusan-lulusan yang setiap tahunnya akan tamat. Nah di sini yang sebenarnya emang terjadi dialog antara kelulusan ini dengan para dosen-dosennya, bagaimana kejaminan mereka bekerja di SPPG itu, karena kan melihat maraknya bekerja sampai 8 jam di sini. Jadi kan mereka jadi takut kan gitu," tutur Doddy.
Oleh sebab itu, Persagi hadir memberikan edukasi dan pembekalan agar para lulusan-lulusan ahli gizi ini siap bekerja di SPPG.
2. Jumlah ideal ahli gizi di tiap SPPG

Di sisi lain, Kepala Divisi Ilmiah, Kebijakan, Penelitian dan Inovasi Persagi, Marudut Sitompul mengungkapkan SPPG minimal membutuhkan dua ahli gizi. Hal itu bukan tanpa alasan karena tiap SPPG wajib melayani penerima manfaat MBG antara 3 ribu orang bahkan lebih. Dengan begitu, satu orang ahli gizi di satu SPPG tidak cukup.
"Nah satu orang ini karena dia load kerjanya sangat banyak dan perlu tidur juga saya kira gitu ya. Pada saat dia tidur bahan makanan datang gitu ya. Jadi yang ngecek itu siapa? Tentunya yang memang pas itu adalah ahli gizi yang tahu itu standar mutu makanan yang datang. Oleh karena, itu kalau ideal saat ini yang kita perlukan itu dua," tutur Sitompul.
3. Ahli gizi tetap diperlukan di MBG

Sebelumnya, Menko bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) memastikan profesi ahli gizi sangat penting dalam menjalankan program MBG Penegasan itu disampaikan Zulhas usai rapat dengan Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) di Kantor Kemenko Pangan, Rabu (19/11/2025).
"MBG tetap dan harus, wajib, perlu, profesi ahli gizi dalam penyelenggaraannya. Perlu ahli gizi karena harus diukur nanti (tingkat pertumbuhan penerima MBG)," ujar Zulhas.
Hal itu sekaligus membantah pernyataan Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal yang viral lantaran menyebutkan ahli gizi tidak terlalu dibutuhkan untuk program MBG. Cucun menilai, fungsi pengawasan gizi dapat dijalankan oleh tenaga nonprofesional yang memperoleh pelatihan singkat, bahkan oleh lulusan SMA yang dinilai cakap mengelola kebutuhan dasar gizi.















