Wahyu Setiawan Divonis Lebih Rendah dari Tuntutan, KPK Ajukan Banding

Jakarta, IDN Times - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, M Takdir Suhan mengatakan, pihaknya mengajukan banding terkait vonis ringan yang diberikan Majelis Hakim kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
"Hari ini, tim JPU telah menyatakan upaya hukum banding dalam perkara Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina," kata Takdir saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (31/8/2020).
1. JPU juga ajukan banding terkait hak politik Wahyu yang tidak dicabut
Dalam sidang penuntutan sebelumnya, JPU KPK meminta agar hak politik Wahyu juga dicabut selama 4 tahun. Akan tetapi, Majelis Hakim menolak permintaan itu dalam sidang vonis. Kini, JPU KPK tengah menyusun memori banding.
"Salah satunya (pengajuan banding) terkait pencabutan hak politik yang tidak dipertimbangkan dalam putusan Majelis Hakim," ucapnya.
2. Wahyu Setiawan divonis 6 tahun penjara
Sebelumnya, Wahyu Setiawan divonis 6 tahun penjara. Dia dinyatakan terbukti menerima suap Rp600 juta dari kader PDI-Perjuangan, Harun Masiku dan Rp500 juta dari Sekretaris KPUD Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda sebesar Rp150 juta yang bila tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 4 bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim Susanti Arsi Wibawani di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin, 24 Agustus 2020.
Vonis ini lebih rendah dibanding tuntutan yang diajukan JPU KPK. Wahyu sebelumnya dituntut 8 tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dalam sidang tuntutan, JPU KPK sebelumnya juga menuntut agar hak politik Wahyu dicabut selama 4 tahun. Namun, Hakim menolak tuntutan JPU KPK.
"Majelis tidak sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum untuk mencabut hak politik terdakwa," ucap Susanti.
Akan tetapi, Hakim memutuskan tidak mengabulkan permohonan Wahyu sebagai Justice Collaborator (JC) atau pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum. Hal ini karena, Wahyu dinyatakan sebagai pelaku utama yang menerima uang suap dari Saeful Bahri, terkait permohonan penggantian Caleg DPR RI dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
"Majelis tidak dapat menetapkan terdakwa sebagai Justice collaborator karena tidak memenuhi persyaratan SEMA No. 4 tahun 2011," katanya.
3. Agustiani Tio Fridelina divonis 4 tahun penjara
Sementara itu, kader PDI Perjuangan Agustiani Tio Fridelina yang juga menerima suap Rp600 juta dari Harun Masiku, divonis 4 tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp150 juta yang bila tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 4 bulan kurungan," kata Susanti.
Vonis Agustiani juga lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK. Dia sebelumnya dituntut 4,5 tahun penjara, serta denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Hal yang memberatkan, para terdakwa tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas korupsi. Para terdakwa berpotensi menciderai hasil pemilu yang berdasarkan kedaulatan rakyat, para terdakwa menerima keuntungan dari perbuatannya," ujar Susanti.
4. Harun Masiku hingga saat ini masih buron
Dilansir dari ANTARA, dalam dakwaan pertama, Wahyu dan Agustiani terbukti menerima uang sebesar 19 ribu dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura atau Rp600 juta dari kader PDI-P Harun Masiku.
Tujuan penerimaan uang tersebut adalah agar Wahyu Setiawan dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan Penggantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI PDI-Perjuangan dari dapil Sumatera Selatan 1, yakni Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Penerimaan pertama dilakukan pada 17 Desember 2019 sebesar 19 ribu dolar Singapura (sekitar Rp200 juta). Penerimaan kedua pada 26 Desember 2019, sebesar 38.350 dolar Singapura (sekitar Rp400 juta) yang diserahkan langsung kader PDIP Saeful Bahri kepada Agustiani Tio di salah satu restoran di mall Pejaten Village.
Sedangkan dalam dakwaan kedua, Wahyu Setiawan terbukti menerima uang sebesar Rp500 juta dari Sekretaris KPUD Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Papayo, terkait proses seleksi Calon Anggota KPU Daerah Provinsi Papua Barat periode tahun 2020 - 2025, agar 3 Orang Asli Papua (OAP) lolos tes akhir menjadi anggota KPU Provinsi Papua Barat.
Uang diserahkan pada 3 Januari 2020 yaitu sebesar Rp500 juta yang berasal dari Gubernur Papua Dominggus Mandacan kepada Rosa. Rosa lalu menaruh uang itu di rekeningnya dan meminta rekening Wahyu agar bisa mentransfer uang tersebut.
Uang Rp500 juta ditransfer ke rekening BCA atas nama Ika Indrayani yaitu istri sepupu Wahyu pada 7 Januari 2020. Thamrin juga melaporkan kepada Wahyu telah mentransfer uang Rp500 juta tersebut.
Terkait perkara ini, Saeful Bahri sudah divonis 1 tahun dan 8 bulan penjara ditambah dengan denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan. Sedangkan Harun Masiku, masih berstatus buron.