Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Proses evakuasi dan pencarian korban banjir bandang di Palembayan, Kabupaten Agam, Senin (1/12/2025).
Proses evakuasi dan pencarian korban banjir bandang di Palembayan, Kabupaten Agam, Senin (1/12/2025). (IDN Times/Halbert Caniago)

Intinya sih...

  • Bencana terjadi bukan karena alamGandar menekankan, mayoritas bencana yang terjadi bukan disebabkan faktor alam. Tapi karena kondisi lingkungan yang kacau akibat ulah manusia.

  • Bencana akibat rakusnya manusiaLebih lanjut, WALHI menilai bencana di Sumatra merupakan dampak dari rusaknya lingkungan akibat ulah manusia, khususnya perusahaan yang bertanggung jawab atas deforestasi hutan.

  • Alam jangan jadi kambing hitamGandar lantas menekankan, penggunaan istilah bencana alam merupakan sebuah kesalahan. Sebab bencana yang terjadi tidak semata-mata karena faktor alam, melainkan perilaku manusia yang mer

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengkritisi para pejabat yang kerap memakai istilah bencana alam. Direktur Eksekutif WALHI Yogyakarta, Gandar Mahojwala menilai penggunaan sebutan itu tidak tepat jika melihat dinamika bencana yang terjadi di Indonesia belakangan ini.

Hal tersebut disampaikan Gandar saat membahas masalah bencana ekologis yang terjadi di Pulau Sumatra.

"Yang menjadi penting sebenarnya di konteks itu, kita melihat bahwa penggunaan teman-teman pejabat sana, itu masih menggunakan istilah bencana alam dan bencana hidrometeorologi. Yang sebenarnya, oke bencana hidromet masih masuk akal, tapi saat menggunakan istilah bencana alam ini sangat tidak tepat," kata dia dalam keterangannya, Selasa (2/12/2025).

1. Bencana terjadi bukan karena alam

Seorang warga melintasi endapan lumpur usai banjir bandang untuk membantu proses evakuasi di Palembang, Kabupaten Agam. (IDN Times/Halbert Caniago)

Gandar menekankan, mayoritas bencana yang terjadi bukan disebabkan faktor alam. Tapi karena kondisi lingkungan yang kacau akibat ulah manusia.

Misalnya bencana di Sumatra yang dianggap disebabkan oleh Siklon Tropis Senyar dan Siklon Koto. Padahal faktor lain yang perlu dilihat ialah kondisi lingkungan yang rusak akibat kebijakan pemerintah, di mana daya dukung dan daya tampung yang sudah tidak terjaga.

"Karena ini mayoritas bukan urusan karena alamnya. Oke di sisi satu sisi ada siklonnya, tapi kita harus lihat bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungannya sudah kacau," tegas dia.

"Kita harus ambil tanda petik, bahwa urusan bencana bukan urusan alam semata. Karena kalau dari konsepsinya, ada kerentanan, kapasitas, bahaya, ada risiko hasil akhirnya. Bencana itu campuran dari semua proses itu dan yang bermain banyak sebenarnya di urusan kerentanannya atau bentuk apa sih yang membuat amplifikasi dari ini jadi lebih parah," sambungnya.

Menurut Gandar yang menjadi catatan penting dalam bencana di Sumatra ialah rusaknya lingkungan karena degradasi tata guna lahan yang berubah.

"Karena hujan di satu sisi, hujan lebat sedikit saja menjadi parah, apalagi saat terjadi siklon yang memang meningkatkan jumlah curah hujan yang sangat ekstrem. Sehingga saat digoyang sedikit cuaca hujan, maka banjirnya meninggi, apalagi dalam skala yang sangat tinggi saat di situasi siklon," ucapnya.

2. Bencana akibat rakusnya manusia

Petugas TNI dan Polri tengah melintas endapan lumpur akibat banjir bandang untuk proses evakuasi di Palembayan, Kabupaten Agam. (IDN Times/Halbert Caniago)

Lebih lanjut, WALHI menilai bencana di Sumatra merupakan dampak dari rusaknya lingkungan akibat ulah manusia, khususnya perusahaan yang bertanggung jawab atas deforestasi hutan.

"Maka catatannya sebenarnya campurannya lebih banyak di urusan tangan manusia, terutama tangan perusahaan," ucap Gandar.

3. Alam jangan jadi kambing hitam

Sekelompok anak sedang memandang ke arah Sungai Batang Nanggang yang meluap saat banjir bandang di Palembayan, Kabupaten Agam, Kamis (27/11/2025). (IDN Times/Halbert Caniago)

Gandar lantas menekankan, penggunaan istilah bencana alam merupakan sebuah kesalahan. Sebab bencana yang terjadi tidak semata-mata karena faktor alam, melainkan perilaku manusia yang merusak.

WALHI menilai kasus bencana di Sumatra terjadi karena alih fungsi lahan di daerah hulu yang disebabkan manusia.

"Jadi salah kaprah memang penggunaan bencana alam, seolah-olah kambing hitamnya yang jadi utama itu adalah alamnya, bukan perilaku manusia ataupun perusahaan yang menjadi mayoritas mengelola lahan di daerah hulu. Kalau kita bicara konteks hidromet urusannya pasti urusan hulu. Bagaimana keseimbangan hulu dan hilir," imbuh Gandar.

Editorial Team