Seorang warga melintasi endapan lumpur usai banjir bandang untuk membantu proses evakuasi di Palembang, Kabupaten Agam. (IDN Times/Halbert Caniago)
Gandar menekankan, mayoritas bencana yang terjadi bukan disebabkan faktor alam. Tapi karena kondisi lingkungan yang kacau akibat ulah manusia.
Misalnya bencana di Sumatra yang dianggap disebabkan oleh Siklon Tropis Senyar dan Siklon Koto. Padahal faktor lain yang perlu dilihat ialah kondisi lingkungan yang rusak akibat kebijakan pemerintah, di mana daya dukung dan daya tampung yang sudah tidak terjaga.
"Karena ini mayoritas bukan urusan karena alamnya. Oke di sisi satu sisi ada siklonnya, tapi kita harus lihat bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungannya sudah kacau," tegas dia.
"Kita harus ambil tanda petik, bahwa urusan bencana bukan urusan alam semata. Karena kalau dari konsepsinya, ada kerentanan, kapasitas, bahaya, ada risiko hasil akhirnya. Bencana itu campuran dari semua proses itu dan yang bermain banyak sebenarnya di urusan kerentanannya atau bentuk apa sih yang membuat amplifikasi dari ini jadi lebih parah," sambungnya.
Menurut Gandar yang menjadi catatan penting dalam bencana di Sumatra ialah rusaknya lingkungan karena degradasi tata guna lahan yang berubah.
"Karena hujan di satu sisi, hujan lebat sedikit saja menjadi parah, apalagi saat terjadi siklon yang memang meningkatkan jumlah curah hujan yang sangat ekstrem. Sehingga saat digoyang sedikit cuaca hujan, maka banjirnya meninggi, apalagi dalam skala yang sangat tinggi saat di situasi siklon," ucapnya.