Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi pekerja linting di pabrik sigaret. IDN Times/Aji
Ilustrasi pekerja linting di pabrik sigaret. IDN Times/Aji

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nur Hidayati menyatakan penolakan untuk memenuhi undangan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Rabu (10/6).

Rapat tersebut membahas Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Omnibus Law Ciptaker). Rapat tersebut dijadwalkan mulai pukul 10.00 WIB dan dihadiri Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.

Nur menegaskan pihaknya menolak terlibat dalam segala proses pembahasan RUU Cipta Kerja. Ia menilai, DPR cenderung memaksakan diri meneruskan pembahasan RUU Cipta Kerja, walaupun sudah banyak kelompok masyarakat menolaknya.

"Dari substansi sebenarnya RUU ini tidak mencerminkan urgensi dan sama sekali tidak memihak pada rakyat dan lingkungan hidup, lalu juga hanya memikirkan kepentingan pengusaha skala besar dan investor asing," ujar Nur saat konferensi pers pembacaan surat terbuka Walhi Menolak Hadir dalam Pembahasan RUU Cilaka di YouTube Walhi Nasional, Rabu.

1. RUU Cipta Kerja dinilai tidak memiliki semangat melindungi lingkungan hidup

Rapat Paripurna ke-11 DPR RI, Kamis (27/2). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Nur mengatakan, RUU Cipta Kerja tidak memiliki urgensi dan semangat melindungi kepentingan lingkungan hidup. Berdasarkan kajian Walhi, RUU tersebut justru hanya melindungi investor.

"Misalnya saja dengan menghapus beberapa ketentuan krusial dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," ujar dia.

Dengan demikian, kata Nur, RUU Cipta Kerja dianggap sama sekali tidak ditujukan untuk melindungi kepentingan rakyat. "Muatan RUU Cipta Kerja malah menghapus ruang partisipasi dan meminimkan perlindungan hak dasar warga negara," tutur dia.

2. Walhi akan mengambil jalur hukum, apabila DPR tetap memaksakan pembahasan RUU Cipta Kerja

Ilustrasi dua orang tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok melintas dengan sepeda motor di salah satu pintu masuk pabrik (ANTARA FOTO/Jojon)

Nur mengatakan, pihaknya tidak segan-segan akan mengambil jalur hukum apabila DPR tetap memaksakan membahas RUU Cipta Kerja. Sebab, DPR dianggap seperti terus memaksakan pembahasan walaupun banyak pihak yang menolak.

"Ini sebenarnya sangat memalukan, beberapa kali DPR melakukan manufer-manufer yang sama sekali tidak mencerminkan kepentingan rakyat. Jadi lebih baik DPR diganti saja jadi DPI atau Dewan Perwakilan Inverstor," tutur dia.

3. Walhi mengingatkan dampak panjang dari RUU Cipta Kerja bagi masyarakat dan lingkungan hidup

Ilustrasi lubang bekas tambang (Dok.IDN Times/Istimewa)

Nur berharap DPR tidak melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja dan lebih berpihak kepada rakyat. Sebab, apabila RUU ini disahkan, maka dampaknya akan berjangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan hidup.

"Ingat, pemerintah menduduki posisi selama lima tahun, tetapi dari produk kebijakan yang dihasilkan oleh DPR itu akan berlangsung puluhan tahun, generasi antar generasi, anak cucu kita," ujar dia.

Editorial Team