Wamendagri Buka Wacana Perbaiki Peradilan Pemilu, UU MK Direvisi?

- Perlu ada perbaikan peradilan pemilu, proses penyelesaian sengketa pemilu kerap berkepanjangan dan mengorbankan keuangan negara.
- Perlu ada kejelasan posisi MK dalam sistem politik Indonesia, apakah MK bisa menjadi 'pembentuk norma' atau tidak.
- Bima Arya soroti pelembagaan partai politik di Indonesia belum tuntas, pentingnya pembahasan pendanaan partai politik dan pendidikan politik yang masih lemah.
Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya, mengatakan pemerintah masih mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berisi aturan pemilu nasional dipisahkan dengan pemilu lokal. Karena itu, Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu seharusnya bisa dilaksanakan pada 2025.
“Pembahasan undang-undang pemilu ini memang semestinya tahun ini harus kita betul-betul pastikan berjalan, dan melibatkan semua secara inklusif terbuka dan partisipatif saat ini tentu setelah ada kejutan dari MK, maka pembahasan juga sangat terdampak dalam arti keputusan MK pasti memberikan warna lain dari pembahasan-pembahasan tadi,” ujar Bima Arya dalam diskusi Publikasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu Usulan Masayraakt Sipil: Buku 1 Desain Sistem Pemilu yang disiarkan di kanal YouTube Perludem, Minggu (20/7/2025).
Tak hanya soal teknis penyelenggaraan pemilu, Bima Arya juga mengingatkan, tantangan Indonesia ke depan adalah menyeimbangkan dua kekuatan besar, seperti efektivitas pemerintahan dan demokrasi yang substansial. Ia menyoroti kebutuhan tata kelola politik yang kuat, tanpa mengorbankan prinsip demokrasi.
“Dilema yang kita hadapi hari ini sebetulnya masih sama sejak era reformasi, tetapi sepertinya hari ini karena kita punya target-target yang sangat kuat dan kuat ambisius menuju 2045, maka kita perlu membuka ruang publik semaksimal mungkin dalam proses pembahasan ini karena agar bisa mendapatkan big picture portrait yang lebih besar,” ucap dia.
1. Perlu ada perbaikan peradilan pemilu

Satu hal yang menurut Bima sangat krusial untuk dibenahi adalah mekanisme peradilan pemilu. Ia menilai selama ini proses penyelesaian sengketa pemilu kerap berkepanjangan dan mengorbankan keuangan negara.
“Bagaimana dilema politik yang terjadi ketika proses pemilu terus berlanjut tanpa ada kepastian, ujungnya di mana PSU (Pemungutan Suara Ulang) gugatan dan lain-lain, begitu uang rakyat dia akan dikorbankan untuk satu peralatan politik yang tiada henti,” kata dia.
Menurut Bima, perbaikan sistem peradilan pemilu harus menjamin dua hal, yakni ruang demokrasi yang tetap terbuka namun juga kepastian hukum, agar tak menimbulkan ketidakpastian berkepanjangan dalam kontestasi politik.
“Peradilan pemilu sengketa pemilu ini juga harus kita pastikan kita perbaiki, perlu ada kepastian ruang demokrasi kita buka lebar-lebar hak berdasarkan konstitusi juga kita jamin, tetapi tentunya bagaimana pun juga politik perlu kepastian negara ini perlu kepastian,” ucap mantan Wali Kota Bogor itu.
2. Perlu ada kejelasan posisi MK

Bima juga mempertanyakan kembali posisi Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Ia menilai perlu ada kejelasan, apakah MK bisa sekaligus menjadi 'pembentuk norma' dalam sistem politik atau tidak.
“Menarik juga untuk kita rumuskan bersama jawaban mana gugatan itu bisa diselesaikan oleh MK, dan sejauh mana dalam hal ini MK diletakkan dalam konteks pembentuk undang-undang,” ucap dia.
Wacana ini tentu membuka perdebatan lanjutan soal arah revisi UU Pemilu, termasuk kemungkinan menyentuh UU Mahkamah Konstitusi. Publik kini menanti, apakah diskusi serius ini akan bermuara pada reformasi menyeluruh atau sekadar revisi parsial.
3. Bima Arya soroti pelembagaan partai politik di Indonesia belum tuntas

Dalam kesempatan itu, Bima menyoroti lemahnya pelembagaan partai politik di Indonesia. Hal itu yang menjadi catatan untuk diperbaiki pada RUU Pemilu.
“Kita melihat memang setelah kita melewati beberapa pemilu ada satu hal yang belum tuntas yaitu pelembagaan partai politik berbagai persoalan di Republik ini menunjukkan bahwa sebagian besar fungsi dari partai politik ini tidak berjalan,” kata dia.
Bima Arya juga menegaskan pentingnya pembahasan tentang pendanaan partai politik yang selama ini sering menjadi polemik. Ia menilai revisi UU Pemilu adalah momentum untuk mendesain skema pembiayaan yang sehat dan transparan bagi partai politik.
“Kalau pun hari ini muncul narasi untuk meningkatkan bantuan dana bagi partai politik saya kira harus secara hati-hati kita letakkan dalam konteks yang lebih besar tadi jangan sampai narasinya itu misleading,” ujar dia..
Isu lainnya yang diangkat Bima adalah soal pendidikan politik yang dinilainya masih lemah di Indonesia. Ia mendorong kejelasan peran lembaga-lembaga negara dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, mengingat tantangan disinformasi yang semakin masif di era digital.
“Pendidikan politik hari ini tidak terlalu jelas siapa sebetulnya yang melakukan fungsi pendidikan politik sejauh mana KPU jawabannya Kemendagri, kementerian Kominfo, BPIP itu secara serius melakukan kegiatan-kegiatan pendidikan politik yang secara sistematis,” imbuh politikus PAN itu.