Wamenhut Sulaiman Pantau Penanganan Karhutla di Riau

- Hotspot tertinggi terjadi di Rokan Hilir, Rokan Hulu, dan Dumai
- Kebakaran hutan dan lahan mencapai 751,08 hektare, 96,23% di lahan gambut
- Patroli pencegahan intensif dilakukan oleh Manggala Agni Kementerian Kehutanan
- Kondisi sebaran asap akibat karhutla berangsur membaik
- Asap lintas batas sudah tidak terdeteksi per 20 Juli 2025
- 120 personel Manggala Agni dikerahkan dari berbagai wilayah Sumatera untuk penanganan karhutla
- OMC akan digelar selama tujuh hari di Provinsi
Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Kehutanan (Wamenhut), Sulaiman Umar meninjau langsung lokasi kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau. Kunjungan tersebut dilakukan bersama Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto untuk mengakselerasi penanganan karhutla secara terpadu.
Sulaiman menegaskan, patroli pencegahan terus diintensifkan melalui Patroli Terpadu yang melibatkan unsur Manggala Agni, TNI, POLRI, serta Masyarakat Peduli Api (MPA). Saat ini, patroli dilaksanakan di sembilan posko desa yang tersebar di Kabupaten Bengkalis, Kota Dumai, Indragiri Hilir, Kampar, Kepulauan Meranti, Pelalawan, dan Siak. Patroli mandiri juga dilakukan di 19 posko desa lainnya.
Sebagai bagian dari mitigasi, pemerintah melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) sebanyak 14 sortie dengan penyemaian 12.600 kg NaCl ke awan guna mengurangi risiko kekeringan pada lahan gambut. OMC serupa juga di Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
1. Hotspot dengan konsentrasi tertinggi ada di Rokan Hilir

Berdasarkan data Sistem Pemantauan Karhutla Kementerian Kehutanan (SiPongi) hingga 20 Juli 2025, Riau mencatat 4.449 hotspot dengan konsentrasi tertinggi di Rokan Hilir (1.767 titik), Rokan Hulu (1.114 titik), dan Dumai (333 titik). Hotspot tertinggi terjadi pada bulan Juli dengan 3.031 titik.
Luas kebakaran hutan dan lahan periode Januari–Mei 2025 tercatat mencapai 751,08 hektare, dengan 96,23 persen terjadi di lahan gambut. Dari total luas tersebut, 2,19 persen berada di tutupan hutan dan 97,81 persen di tutupan non-hutan. Sementara berdasarkan fungsi kawasan, 14,22 persen terjadi di kawasan hutan dan 85,78 persen di areal penggunaan lain (APL).
Sulaiman menekankan pentingnya kesiapsiagaan dan sinergi lintas sektor untuk mencegah karhutla semakin meluas.
“Kondisi iklim dan cuaca di Provinsi Riau saat ini meminta perhatian kita bersama,” ujar dia.
Di lapangan, upaya pemadaman dilakukan secara intensif oleh Manggala Agni Kementerian Kehutanan bersama brigade Dinas Kehutanan, BPBD Riau, BPBD Rokan Hilir, serta dukungan dari TNI, POLRI, RPK Pertamina Hulu Rokan, dan MPA.
2. Kondisi sebaran asap akibat karhutla berangsur membaik

Sementara, Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho menjelaskan, kondisi sebaran asap akibat karhutla saat ini terpantau membaik.
“Dari pantauan Satelit Himawari hasil analisis BMKG, memang sempat terdeteksi asap lintas batas pada 19 Juli 2025, terutama di wilayah Kabupaten Rokan Hilir. Namun, per 20 Juli 2025 asap lintas batas tersebut sudah tidak terdeteksi,” jelas Dwi.
Dwi menambahkan, faktor geografis dan arah angin dari tenggara atau barat daya ke barat laut/timur laut membuat wilayah Riau rentan terhadap potensi asap lintas batas, terutama saat musim kemarau.
Ia memastikan, 120 personel Manggala Agni telah dikerahkan dari berbagai Balai Pengendalian Karhutla Wilayah Sumatera, termasuk Daops Dumai, Siak, Rengat, Pekanbaru, serta bantuan dari Jambi (Bukit Tempurung dan Sarolangun) dan Sumsel (Musi Banyuasin).
3. OMC direncanakan akan digelar selama tujuh hari

Berdasarkan keterangan BNPB, OMC sebagai bentuk mitigasi sekaligus penanganan darurat karhutla di wilayah Provinsi Riau akan dilakukan selama tujuh hari, mulai Senin (21/7) hingga Minggu (27/7). Kendati demikian, operasi yang dilakukan untuk menurunkan hujan buatan ini dapat diperpanjang waktu pelaksanaannya dengan melihat hasil evaluasi, analisa dan kondisi lain di lapangan.
Sebagaimana pelaksanaan OMC pada umumnya, secara teknis, pelaksanaannya masih sama, yakni dengan menaburkan bahan semai berupa Natrium Klorida (NaCl) atau garam dapur ke kumpulan bibit awan hujan. Partikel NaCl ini kemudian akan menempel pada butiran-butiran uap air yang terkandung di dalam bibit awan hujan sehingga berat atau masanya bertambah dan hujan dapat diturunkan di posisi yang dikehendaki berdasar hasil analisis tim di darat.
Selain NaCl, bahan semai lainnya juga akan menggunakan Kalsium Oksida (CaO) atau kapur tohor. Adapun fungsinya adalah untuk mengurai partikel asap dan gas yang dihasilkan karhutla sehingga proses penguapan dan pembentukan awan hujan dapat segera terjadi.
Penyemaian kapur tohor ini juga dilakukan apabila asap terlalu banyak menutupi area penguapan. Jika hal itu terjadi, maka pesawat akan menyemai kapur tohor terlebih dahulu, baru kemudian jika sudah terbentuk awan hujan, bahan semai garam dapur disebar ke angkasa.
Adapun, pelaksanaan OMC Riau ini pun sedikit berbeda dengan yang sudah dilakukan BNPB di wilayah Jabodetabek pada bulan lalu. Jika pada waktu itu OMC dilakukan untuk redistribusi curah hujan agar tidak turun di bagian hulu sungai maupun kawasan terdampak banjir Jabodetabek, maka yang akan dilaksanakan di Riau ini justru diharapkan hujan dapat turun di lokasi target yang terdapat titik api.